Share

Bab 5. Uang Segepok

Bruk! Agung pulang dan langsung meletakkan amplop cokelat di atas meja. Hari ini dia pulang lebih malam daripada biasanya. Intan yang mendengar suara keras pun langsung bergegas keluar.

Mata Intan menyipit ketika melihat amplop cokelat itu. Dia pun bertanya pada Agung. "Apa itu, Yah?"

"Besok bayar semua hutang-hutang kamu tanpa ada yang tersisa sedikitpun!" jawab Agung sambil berlalu meninggalkan Intan di sana.

Intan belum paham maksud dari ucapan Agung itu. Dia penasaran dan kemudian membuka amplop cokelat itu. Mata Intan membulat sempurna melihat tumpukan uang berwarna merah dan juga biru itu. Dia sampai berkedip beberapa kali karena takut jika itu hanya mimpi.

"Ini benar-benar uang? Tapi darimana Ayah dapat uang sebanyak ini dalam waktu yang singkat?" tanya Intan dalam hati.

Agung selesai mandi dan dia pun duduk di kasur depan televisi sambil memainkan ponselnya. Sesekali Agung terlihat tertawa dan tersenyum.

"Uang darimana itu, Yah?" tanya Intan. Tumpukan uang itu masih ada di meja dan belum Intan pindahkan dari sana.

"Kamu gak perlu tahu itu uang darimana. Jumlahnya ada lima puluh juta. Sisanya untuk bayar kontrakan beberapa bulan ke depan dan buat pegangan. Ingat, jangan kamu pakai untuk macam-macam!" jawab Agung.

"Tapi, Yah —"

"Sudahlah terima saja. Aku capek mau istirahat!" potong Agung. Dia kemudian berbaring di kasur itu dengan tetap bermain dengan ponselnya. Tangan Agung sebelumnya memberi kode pada Intan agar segera pergi dari hadapannya.

Ketika Intan hendak ke kamar, Agung memanggilnya. "Heh! Uangnya kenapa gak dibawa? Mau gak?!"

Intan menelan ludahnya. Baru kali ini suaminya memanggil dengan sebutan 'heh. Dia tak menjawab suaminya karena merasa sedih dan sakit hati.

"Malah bengong! Cepat ambil!" Lagi-lagi Agung berkata dengan nada tinggi pada Intan.

Sejak masalah ini dia ceritakan ke suaminya, entah sudah berapa kali Intan menahan air mata sampai sesak dadanya. Sungguh, jika bukan karena Abid dan Aldo mungkin Intan sudah pergi jauh atau malah mengakhiri hidupnya.

Terpaksa Intan mengambil amplop cokelat itu dan meletakkannya di tempat yang aman. Dia menunggu Agung masuk ke dalam agar dengan tujuan agar bisa bicara dari hati ke hati.

Namun hingga jarum jam menunjukkan pukul dua belas malam Agung tidak kunjung masuk ke dalam kamar. Karena penasaran, Intan keluar kamar untuk melihat Agung.

"Kenapa Mas Agung? Kok gak ada?" gumamnya saat mendapati Agung tak ada di tempat yang tadi.

Intan pun segera mencari Agung. Sayup-sayup terdengar suara Agung tengah berbicara dengan seseorang di luar rumah. Intan pun mengintip dari balik jendela dan ternyata Agung tengah berbicara di telepon dengan seseorang.

"Kok Mas Agung sampai ketawa begitu? Memangnya dia lagi ngobrol sama siapa, ya? Apa aku samperin aja?"

Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Intan memberanikan diri menghampiri suaminya di depan.

"Yah ..." panggil Intan.

Mendengar Intan memanggil, Agung buru-buru mematikan sambungan teleponnya dan menyembunyikan ponselnya di belakang punggung. Hal itu tentu saja membuat Intan curiga.

"Telepon siapa, Yah? Asyik benar sepertinya. Sampai-sampai gak masuk kamar padahal aku udah nunggu dari tadi," protes Intan.

"Bukan siapa-siapa cuma teman. Memangnya mau apa nungguin segala?" jawab Agung dengan ketus.

"Ya bicara soal masalah kita, Yah. Soal uang yang tadi juga," kata Intan.

"Aku capek mau tidur!" Agung masuk ke dalam rumah dan memilih tidur di kamar yang satunya.

"Kenapa suamiku jadi begini, Ya Allah?"

***

Pagi harinya Intan bangun seperti biasa. Dia mengurus anak-anak dan juga memasak. Saat dia tengah memandikan anak yang paling kecil, suara motor Agung terdengar. Buru-buru saja Intan melihatnya. Tapi sayang Intan terlambat karena suaminya sudah berangkat untuk bekerja.

[Kok langsung berangkat tanpa sarapan dulu,Yah?] Intan mengirim pesan kepada Agung.

Padahal dia sudah masak makanan kesukaan Agung. Ini adalah kali pertama Agung pergi tanpa makan dan tanpa berpamitan terlebih dahulu.

Sampai siang hari pesan dari Intan tak kunjung dibalas. Dia pun berinisiatif untuk menelepon Agung saat jam-jam istirahat. Tapi nyatanya tidak diangkat juga oleh Agung.

Inilah yang kemarin ditakutkan oleh Intan. Nyatanya hal ini terjadi juga. Tidak mau jujur juga Intan bingung dapat uang darimana. Jujur juga dia tetap kena getahnya.

Tagihan dua pinjaman online kurang satu hari lagi. Sudah puluhan kali debt collector menelepon nomor Intan. Tapi Intan masih bisa tenang karena jatuh temponya masih besok. Walaupun sudah diberi uang oleh Agung untuk membayar pinjaman online nya, Intan masih enggan menggunakan uang itu karena belum tahu seluk-beluk uang itu. Dia masih menunggu penjelasan dari Agung soal asal-usul uang yang jumlahnya tidak sedikit itu.

"Yeay ayah pulang!" Abid berteriak kegirangan karena ayahnya pulang lebih awal.

Intan yang mendengar suara anaknya pun melihat ke depan. Dan benar saja Agung pulang tapi jalan kaki.

"Motor Ayah kemana?" gumamnya.

Agung masuk ke dalam rumah dan memberikan ayam krispi kepada anaknya untuk dimakan. Tentu saja Abid senang karena sudah jarang sekali ayahnya membelikan ayam seperti ini.

"Sudah sana dimakan sama adik!" suruh Agung.

"Makasih, Ayah!"

Intan merasa aneh dengan semua perubahan sikap Agung. Lebih aneh lagi sekarang suaminya itu malah seperti orang yang banyak uang.

"Motornya Ayah kemana? Kok tumben pulang cepat?" tanya Intan setelah anak-anaknya fokus pada makanan yang dibawa sang ayah.

"Siapkan baju-bajuku ke dalam tas untuk tiga hari ke depan. Aku ada kerjaan di luar," kata Agung tanpa menjawab pertanyaan Intan.

"Kerjaan di luar apa, Yah? Ayah ganti pekerjaan? Aku sejak semalam ingin tahu uang itu darimana, Yah?"

"Kamu gak usah banyak tanya! Pokoknya kamu bayarkan hutangmu karena aku gak mau ada yang datang ke rumah atau menghubungiku untuk menagih."

"Ayah masih marah sana aku? Sikap Ayah jadi berubah."

"Kalau kamu gak mau siapin bajuku, ya sudah aku sendiri saja yang siapin!" Lagi-lagi Agung berkata dengan ketus.

Apa salah jika seorang istri ingin suaminya lebih perhatian kepadanya? Memang diakui Intan komunikasi antara mereka kurang intens. Inilah yang menjadi penyebab semua kejadian ini.

Setelah selesai, Agung pergi begitu saja dengan berjalan kaki. Intan berlari mengejar Agung untuk meminta penjelasan. Tapi bukannya dijelaskan tapi Intan malah didorong hingga dia terjatuh.

"Yah!" Intan berteriak sekeras mungkin hingga mengundang perhatian warga yang lewat.

Ada seorang ibu-ibu yang mengenal Intan menghampirinya dan mengelus pundak Intan.

"Pulang dulu, Bu Intan. Gak enak dilihat warga yang lain." Ibu itu membantu Intan berdiri dan mengantar Intan sampai rumahnya.

"Perlu saya temani, Bu Intan?" tanya ibu yang mengantarnya.

"Tidak perlu, Bu. Terima kasih sudah mengantar saya, Bu," jawab Intan. Ibu itu pun pergi meninggalkan rumah Intan tanpa mau tahu ataupun mencampuri urusan rumah tangga orang lain.

"Apa kamu yakin akan ikut aku?" tanya seseorang kepada Agung. Saat ini Agung sudah berada di dalam mobil bersama seseorang.

"Ya, aku yakin," jawab Agung mantap.

"Oke. Ayo jalan, Pak Sopir!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status