Share

Bab 5. Uang Segepok

Penulis: flam_boyan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-12 13:37:25

Bruk! Agung pulang dan langsung meletakkan amplop cokelat di atas meja. Hari ini dia pulang lebih malam daripada biasanya. Intan yang mendengar suara keras pun langsung bergegas keluar.

Mata Intan menyipit ketika melihat amplop cokelat itu. Dia pun bertanya pada Agung. "Apa itu, Yah?"

"Besok bayar semua hutang-hutang kamu tanpa ada yang tersisa sedikitpun!" jawab Agung sambil berlalu meninggalkan Intan di sana.

Intan belum paham maksud dari ucapan Agung itu. Dia penasaran dan kemudian membuka amplop cokelat itu. Mata Intan membulat sempurna melihat tumpukan uang berwarna merah dan juga biru itu. Dia sampai berkedip beberapa kali karena takut jika itu hanya mimpi.

"Ini benar-benar uang? Tapi darimana Ayah dapat uang sebanyak ini dalam waktu yang singkat?" tanya Intan dalam hati.

Agung selesai mandi dan dia pun duduk di kasur depan televisi sambil memainkan ponselnya. Sesekali Agung terlihat tertawa dan tersenyum.

"Uang darimana itu, Yah?" tanya Intan. Tumpukan uang itu masih ada di meja dan belum Intan pindahkan dari sana.

"Kamu gak perlu tahu itu uang darimana. Jumlahnya ada lima puluh juta. Sisanya untuk bayar kontrakan beberapa bulan ke depan dan buat pegangan. Ingat, jangan kamu pakai untuk macam-macam!" jawab Agung.

"Tapi, Yah —"

"Sudahlah terima saja. Aku capek mau istirahat!" potong Agung. Dia kemudian berbaring di kasur itu dengan tetap bermain dengan ponselnya. Tangan Agung sebelumnya memberi kode pada Intan agar segera pergi dari hadapannya.

Ketika Intan hendak ke kamar, Agung memanggilnya. "Heh! Uangnya kenapa gak dibawa? Mau gak?!"

Intan menelan ludahnya. Baru kali ini suaminya memanggil dengan sebutan 'heh. Dia tak menjawab suaminya karena merasa sedih dan sakit hati.

"Malah bengong! Cepat ambil!" Lagi-lagi Agung berkata dengan nada tinggi pada Intan.

Sejak masalah ini dia ceritakan ke suaminya, entah sudah berapa kali Intan menahan air mata sampai sesak dadanya. Sungguh, jika bukan karena Abid dan Aldo mungkin Intan sudah pergi jauh atau malah mengakhiri hidupnya.

Terpaksa Intan mengambil amplop cokelat itu dan meletakkannya di tempat yang aman. Dia menunggu Agung masuk ke dalam agar dengan tujuan agar bisa bicara dari hati ke hati.

Namun hingga jarum jam menunjukkan pukul dua belas malam Agung tidak kunjung masuk ke dalam kamar. Karena penasaran, Intan keluar kamar untuk melihat Agung.

"Kenapa Mas Agung? Kok gak ada?" gumamnya saat mendapati Agung tak ada di tempat yang tadi.

Intan pun segera mencari Agung. Sayup-sayup terdengar suara Agung tengah berbicara dengan seseorang di luar rumah. Intan pun mengintip dari balik jendela dan ternyata Agung tengah berbicara di telepon dengan seseorang.

"Kok Mas Agung sampai ketawa begitu? Memangnya dia lagi ngobrol sama siapa, ya? Apa aku samperin aja?"

Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Intan memberanikan diri menghampiri suaminya di depan.

"Yah ..." panggil Intan.

Mendengar Intan memanggil, Agung buru-buru mematikan sambungan teleponnya dan menyembunyikan ponselnya di belakang punggung. Hal itu tentu saja membuat Intan curiga.

"Telepon siapa, Yah? Asyik benar sepertinya. Sampai-sampai gak masuk kamar padahal aku udah nunggu dari tadi," protes Intan.

"Bukan siapa-siapa cuma teman. Memangnya mau apa nungguin segala?" jawab Agung dengan ketus.

"Ya bicara soal masalah kita, Yah. Soal uang yang tadi juga," kata Intan.

"Aku capek mau tidur!" Agung masuk ke dalam rumah dan memilih tidur di kamar yang satunya.

"Kenapa suamiku jadi begini, Ya Allah?"

***

Pagi harinya Intan bangun seperti biasa. Dia mengurus anak-anak dan juga memasak. Saat dia tengah memandikan anak yang paling kecil, suara motor Agung terdengar. Buru-buru saja Intan melihatnya. Tapi sayang Intan terlambat karena suaminya sudah berangkat untuk bekerja.

[Kok langsung berangkat tanpa sarapan dulu,Yah?] Intan mengirim pesan kepada Agung.

Padahal dia sudah masak makanan kesukaan Agung. Ini adalah kali pertama Agung pergi tanpa makan dan tanpa berpamitan terlebih dahulu.

Sampai siang hari pesan dari Intan tak kunjung dibalas. Dia pun berinisiatif untuk menelepon Agung saat jam-jam istirahat. Tapi nyatanya tidak diangkat juga oleh Agung.

Inilah yang kemarin ditakutkan oleh Intan. Nyatanya hal ini terjadi juga. Tidak mau jujur juga Intan bingung dapat uang darimana. Jujur juga dia tetap kena getahnya.

Tagihan dua pinjaman online kurang satu hari lagi. Sudah puluhan kali debt collector menelepon nomor Intan. Tapi Intan masih bisa tenang karena jatuh temponya masih besok. Walaupun sudah diberi uang oleh Agung untuk membayar pinjaman online nya, Intan masih enggan menggunakan uang itu karena belum tahu seluk-beluk uang itu. Dia masih menunggu penjelasan dari Agung soal asal-usul uang yang jumlahnya tidak sedikit itu.

"Yeay ayah pulang!" Abid berteriak kegirangan karena ayahnya pulang lebih awal.

Intan yang mendengar suara anaknya pun melihat ke depan. Dan benar saja Agung pulang tapi jalan kaki.

"Motor Ayah kemana?" gumamnya.

Agung masuk ke dalam rumah dan memberikan ayam krispi kepada anaknya untuk dimakan. Tentu saja Abid senang karena sudah jarang sekali ayahnya membelikan ayam seperti ini.

"Sudah sana dimakan sama adik!" suruh Agung.

"Makasih, Ayah!"

Intan merasa aneh dengan semua perubahan sikap Agung. Lebih aneh lagi sekarang suaminya itu malah seperti orang yang banyak uang.

"Motornya Ayah kemana? Kok tumben pulang cepat?" tanya Intan setelah anak-anaknya fokus pada makanan yang dibawa sang ayah.

"Siapkan baju-bajuku ke dalam tas untuk tiga hari ke depan. Aku ada kerjaan di luar," kata Agung tanpa menjawab pertanyaan Intan.

"Kerjaan di luar apa, Yah? Ayah ganti pekerjaan? Aku sejak semalam ingin tahu uang itu darimana, Yah?"

"Kamu gak usah banyak tanya! Pokoknya kamu bayarkan hutangmu karena aku gak mau ada yang datang ke rumah atau menghubungiku untuk menagih."

"Ayah masih marah sana aku? Sikap Ayah jadi berubah."

"Kalau kamu gak mau siapin bajuku, ya sudah aku sendiri saja yang siapin!" Lagi-lagi Agung berkata dengan ketus.

Apa salah jika seorang istri ingin suaminya lebih perhatian kepadanya? Memang diakui Intan komunikasi antara mereka kurang intens. Inilah yang menjadi penyebab semua kejadian ini.

Setelah selesai, Agung pergi begitu saja dengan berjalan kaki. Intan berlari mengejar Agung untuk meminta penjelasan. Tapi bukannya dijelaskan tapi Intan malah didorong hingga dia terjatuh.

"Yah!" Intan berteriak sekeras mungkin hingga mengundang perhatian warga yang lewat.

Ada seorang ibu-ibu yang mengenal Intan menghampirinya dan mengelus pundak Intan.

"Pulang dulu, Bu Intan. Gak enak dilihat warga yang lain." Ibu itu membantu Intan berdiri dan mengantar Intan sampai rumahnya.

"Perlu saya temani, Bu Intan?" tanya ibu yang mengantarnya.

"Tidak perlu, Bu. Terima kasih sudah mengantar saya, Bu," jawab Intan. Ibu itu pun pergi meninggalkan rumah Intan tanpa mau tahu ataupun mencampuri urusan rumah tangga orang lain.

"Apa kamu yakin akan ikut aku?" tanya seseorang kepada Agung. Saat ini Agung sudah berada di dalam mobil bersama seseorang.

"Ya, aku yakin," jawab Agung mantap.

"Oke. Ayo jalan, Pak Sopir!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 44. Bagas

    Masih menjadi pertanyaan bagi Bagas kepada Intan berubah pikiran. Ibu Lastri sama sekali tidak membantunya mendapat jawaban. “Dapat kerjaan? Dapat dimana? Kenapa bisa cepat sekali dapat kerjanya?” gumam Bagas saat di dalam mobil. “Pasti ada sesuatu yang tidak beres. Ponsel yang aku berikan saja sampai dikembalikan. Aku harus cari tahu ada apa!” “Assalamualaikum!” Bagas masuk ke dalam rumah sambil mengucap salam. Ibu Dewi yang tengah bersantai pun menjawab dan melihat ke arah anaknya yang baru saja pulang. “Waalaikumsalam. Lho … kenapa kamu murung, Sayang? Ada masalah, kah, di rumah sakit?” tanya Ibu Dewi setelah menjawab salam. Hati dan pikiran Bagas lelah. Dia langsung berbaring di dekat Ibu Dewi. Kepalanya dia letakkan dipangkuan sang ibu. Tempat ternyaman yang Bagas punya saat ini. Matanya terpejam beberapa detik. “Kamu kenapa, Gas? Cerita sama bunda,” ucap Ibu Dewi lirih. “Bagas capek, Bun.” Hanya itu yang keluar dari mulutnya. Setelah beberapa saat ada di pangkuan ibunya

  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 43. Sintia Berulah

    Tak ada hanya didorong, Intan dijambak orang itu. Seorang perempuan berambut panjang dan berkulit putih. Intan sama sekali tidak mengenal perempuan yang ada di depannya itu. Sungguh sadis perbuatan perempuan itu karena dilakukan di depan anak Intan. Bahkan anak Intan sampai menangis melihat ibunya dianiaya orang asing. “Hey, perempuan gak tahu diri … jangan ganggu tunangan orang kamu, ya!” katanya. “Ganggu tunangan orang? Siapa? Aku saja tidak kenal kamu,” jawab Intan sembari menahan sakit dibagian telapak tangan yang lecet karena kena batu. “Jangan pura-pura gak ngerti kamu! Kamu, kan, yang kemarin bikin Bagas gak pulang tepat waktu?” sahut perempuan itu. Yap! Perempuan itu adalah Sintia, tunangan dari Bagas. Intan tidak tahu karena memang belum pernah bertemu dengan Sintia sebelumnya. “Astaghfirullah! Jadi Mas Bagas maksud kamu? Maaf, ya, aku gak meminta dia untuk menungguku. Aku juga tidak tahu kalau kamu tunangannya,” jelas Intan. “Satu lagi, aku tidak merebut Mas Bagas dar

  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 42. Pulang

    “Jangan menuduh sembarangan kamu! Kalau tidak tahu ceritanya, gak usah sok tahu! Udahlah aku lagi males berdebat sama kamu.” Bagas mematikan teleponnya dengan perasaan kesal. Baru saja Sintia meneleponnya dan menuduh dirinya tengah berselingkuh. Tentu saja Bagas marah karena tuduhan itu tidak berdasar. Memang akhir-akhir ini hubungan mereka sedang tidak baik. Ada saja hal membuat keduanya bertengkar. Kata Ibu Dewi, itu merupakan ujian saat seseorang hendak menikah. Tapi, yang dirasakan Bagas bukan seperti itu. Sintia semakin semena-mena dan terkesan seperti anak kecil. Dia selalu ingin diprioritaskan tanpa mengerti kesibukan Bagas. Selesai menelepon Bagas duduk-duduk dulu di depan ruangan Intan. Dia mengontrol emosinya lebih dulu di sana sambil memikirkan permintaan Intan. Setelah dipikirkan, memang seharusnya Bagas sudah pulang. Tugasnya sebagai dokter tidak bisa ditinggalkan lama begitu saja.“Halo, Bay …” Bagas menelepon Bayu. “Ada apa, Gas? Intan gak apa-apa?” tanya Bayu. Sa

  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 41. Selamat

    Bagas dan Bayu terkejut melihat beberapa polisi yang ikut masuk ke dalam bangunan kosong tersebut. Mereka bahkan tak tahu darimana arah polisi-polisi itu datang. “Berarti di dalam gawat, Gas. Kita tunggu saja sampai Sandi dan timnya selesai, ya,” ujar Bayu pada Bagas yang masih ingin masuk ke dalam menyusul Sandi. Setelah dipikir-pikir, Bayu ada benarnya juga. Biar bagaimanapun dia tak memiliki basic beladiri. Apalagi jika di dalam ada orang yang bersenjata. Memang lebih baik menunggu Sandi di luar. Tak berselang lama, ada suara tembakan yang membuat Bagas dan Bayu terkejut. Keduanya saling memandang dan menelan ludah. Situasi semakin menegangkan kala mereka mendengar suara tembakan untuk yang kedua kalinya. “Gimana ini, Bay? Aku tetap ingin masuk ke sana,” ujar Bagas. “Bahaya, Gas! Nyawamu bisa jadi taruhannya. Kita tunggu saja di sini,” jawab Bayu. Bagas menuruti ucapan Bayu walaupun dia sebenarnya tak tenang. Tapi, lima belas menit kemudian dia sudah tidak tahan dan memilih

  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 40. Tak Ada Bukti

    Agung sudah hampir sampai di rumah Dona. Tapi, saat dia sudah dekat, Agung melihat ada polisi tengah berdiri di depan rumah Dona. Sontak saja hal itu membuat Agung takut. Dia bersiap untuk lari. Namun naasnya, dia menginjak botol air mineral yang dia jatuhkan sendiri sampai menimbulkan bunyi. “Tangkap dia, Pak!” Kalimat ini yang didengar Agung berulang kali. Agung berlari tak tentu arah. Dia sama sekali tidak berani menoleh ke belakang. Dia terus saja berlari walaupun sebenarnya kakinya sudah capek. Setelah berlari hampir setengah jam, akhirnya Agung bisa tertangkap juga. Dia menyerah karena benar-benar sudah tidak kuat berlari lagi. Dua polisi tersebut langsung membawa Agung ke mobil polisi lalu diinterogasi. Terlihat Bayu dan Bagas sudah menunggu di sana. “Mana Intan?!” seru Bagas. Bogem mentah hampir saja melayang di pipi Agung kalau tidak dicegah pak polisi.“Sabar! Belum tentu juga mas ini tersangkanya. Dengarkan dulu saja,” ucap Bayu. Dia juga ikut menenangkan Bagas. Walau

  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 39. Upaya Penyelamatan

    “Ada apa, Bay?” tanya Bagas yang sudah menyusul. “Intan dibawa mobil itu, Gas. Ayo kita kejar mereka!” Bayu dan Bagas langsung berlari menuju mobil. Secepat kilat Bayu berusaha mengejar mobil berwarna hitam yang membawa Intan. Keduanya sama-sama tegang dan fokus ke depan. “Cepat kejar, Bay! Jangan sampai kita kehilangan mereka!” Bayu mengangguk dan tetap fokus mengemudi. Di tengah-tengah pengejaran, ponsel Bagas selalu berbunyi. Ada pesan masuk yang sangat banyak dan juga panggilan dari Sintia. Tak ingin terganggu dengan panggilan Sintia itu, Bagas memutuskan untuk menonaktifkan ponselnya. “Kok aku ada firasat kalau itu suaminya Intan, ya, Gas,” kata Bayu di sela-sela mengemudi. “Aku gak tahu, Bay. Tapi, kenapa dia melakukan itu? Apa alasannya?”Keduanya terus bicara. Semakin mereka banyak bicara membuat Bayu tidak konsentrasi hingga dirinya menabrak tiang listrik di pinggir jalan. Karena hal itu, mereka kehilangan jejak mobil yang membawa Nirmala. “Maafin aku, Gas,” ucap Bayu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status