Share

Bab 7. Sah

“Kok tanya mau kemana, sih? Aku, kan, sudah memberimu uang yang kau minta. Jadi, sekarang giliran kamu untuk memenuhi kesepakatan kita,” sahut Dona.

Gleg! Agung menelan ludahnya. Dia masih mengira jika Dona tidak sungguh-sungguh ingin dinikahi. Tapi, nyatanya sekarang dia menagih kesepakatan yang sudah dia buat bersama Dona.

“Siapkah aku punya dua istri? Bagaimana nanti aku mencukupi keduanya? Satu saja aku masih tidak mampu,” tanya Agung dalam hatinya yang kembali ragu.

“Kamu gak berubah pikiran, kan?”

“Kalau sampai kamu berubah pikiran, aku akan menagih uang yang aku beri dengan bunga seratus persen!” ucap Dona seraya ada ancaman di kalimatnya.

“Ti—tidak. Tentu saja tidak. Saya siap dan sangat siap!” Buru-buru Agung menjawabnya walaupun sedikit terbata.

Dona tersenyum hingga menampilkan deretan giginya yang putih bersih. “Bagus! Kamu tidak perlu takut, nanti setelah menikah aku menuntutmu macam-macam. Aku hanya ingin kamu ada saat aku butuh. Soal biaya hidup, aku yang tanggung. Itu kalau kamu turuti semua ucapanku. Kalau tidak, siap-siap saja kamu menerima akibatnya!”

Ucapan Dona begitu ngeri bagi Agung. Mau mundur lagi pun tidak bisa karena dia sudah menerima uang dari Dona. Untuk saat ini, Agung akan mengikuti semua kemauan Dona.

Mobil yang mereka kendarai meleset kencang menuju tempat yang sudah Dona persiapkan. Tak sulit bagi Dona untuk menyiapkan segala sesuatunya dengan cepat karena dia punya banyak uang.

Setelah setengah jam berjalan, mobil Dona berhenti tepat di depan sebuah rumah. Dona pun menyuruh Agung untuk keluar.

“Ini dimana?” tanya Agung.

“Kita make up dulu di sini. Nanti setelah ini, kita akan ke tempat yang akan dijadikan akad nikah kita,” jawab Dona sembari tersenyum lebar.

Keduanya disambut sangat hangat oleh MUA yang akan mendandani keduanya. Walaupun nikah dibawah tangan, Dona ingin tampil cantik dan maksimal.

“Bukankah kita hanya nikah siri? Kenapa harus repot-repot dandan?”

“Ssstttt! Ikuti saja kemauanku dan tak usah banyak tanya. Mengerti?” Agung mengangguk.

Setelah basa-basi sebentar, Dona mulai di make over. Sementara Agung tengah memilih baju yang pas di badan. Dalam hatinya, Agung merasa takjub karena saat menikah dengan Intan saja dia hanya mengenakan jas biasa. Tapi kali ini, Dona memilih memakai pakaian adat yang sangat bagus.

“Kok bisa, ya, aku mau menikah lagi? Padahal kenal saja juga tidak. Kenapa aku mau? G*la! Benar-benar tak bisa dipercaya,” kata hati Agung. Kepalanya sambil menggeleng.

“Kamu kenapa? Ada yang salah?” tanya Dona saat melihat tingkah Agung.

“Oh tidak. Saya tidak apa-apa. Hanya saja ini seperti mimpi saja bagiku.”

Setelah selesai, Agung melihat dirinya di cermin. Dia benar-benar seperti pangeran di kerajaan jaman dahulu. Sangat jauh berbeda dengan tampilannya saat menikah dengan Intan.

Ketika Dona muncul, Agung semakin terpesona karena wajah Dona sangat berbeda setelah di make up. Dia mengakui jika Dona sangat cantik, walaupun Intan juga cantik.

“Kamu sudah siap? Ayo kita berangkat!” ajak Dona.

“Hem, apa ini tidak terlalu berlebihan? Apalagi kita hanya menikah dibawah tangan,” kata Agung agak keberatan.

“Ikuti saja mauku! Ayo berangkat!”

Tak mau mendebat lagi, akhirnya Agung pun ikut kemauan Dona. Keduanya bersiap menuju tempat yang sudah Dona persiapkan.

***

“Kenapa kamu ngotot sekali ingin aku nikahi?” Sebuah pertanyaan yang terlontar begitu saja oleh Agung ketika mereka tengah berada di dalam mobil.

“Langsung jatuh cinta aja sama kamu,” jawab Dona dengan entengnya.

“Hah? Apa aku gak salah dengar? Kamu kenal aku saja tidak.”

“Sudahlah gak usah dibahas. Kamu mau aku batalkan saja pernikahan ini dan kamu kembalikan uangku dua kali lipat?”

“Eng—gak! Enggak mau. Ya, aku akan diam dan gak akan bertanya yang macam-macam lagi.”

“Bagus! Gitu dong!”

Mobil Dona berhenti di sebuah hotel yang cukup mewah untuk Agung. Keduanya turun dan langsung disambut oleh staf hotel dengan ramahnya.

“Kita menikah di sini?” tanya Agung sambil memandangi hotel itu dengan takjub.

“Iya. Semuanya sudah aku persiapkan di dalam. Ayo!” jawab Dona sambil menggandeng mesra lengan Agung.

Dona tak sedikitpun melepaskan tangannya dari Agung. Dia benar-benar sangat bucin dengan Agung. Entahlah … Dona sendiri merasa heran bisa jatuh cinta se’kilat’ ini.

Saat memasuki sebuah ruangan, Agung kembali dibuat takjub karena dekornya sangat mewah. Ada kue pengantin dan segala macam hidangannya dan itu bisa siap dalam satu hari.

“Ini semua benar kamu yang siapin?” tanya Agung sambil menatap mata Dona.

“Tentu saja. Memangnya kenapa? Kamu gak percaya, ya, aku bisa menyiapkan ini semua dalam waktu singkat?” Agung mengangguk.

“Asal ada uang, semuanya pasti beres,” ucapnya dengan nada sedikit sombong.

“Lalu, siapa wali nikah kamu? Bukankah harus ada orang tua? Orang tuamu berarti ada di sini?” tanya Agung lagi.

Dona menggelengkan kepala. “Aku sudah tidak punya orang tua. Jadi, cukup wali hakim saja bukan?”

“Keluargamu?”

“Tidak ada kecuali adikku. Dia tidak ada di sini. Kamu tenang saja, semuanya beres pokoknya.”

Agung pun tak banyak bertanya lagi. Dia mengikuti semua arahan Dona. Tak banyak tamu yang diundang karena pernikahan ini benar-benar intimate.

“Bagaimana para saksi? Sah?”

“SAH!” jawab undangan yang hadir secara serempak.

Dan kini Agung sudah resmi menjadi suami Dona walaupun baru secara agama. Keduanya kemudian melanjutkan pesta pernikahan mereka.

Satu per satu mulai mengucapkan selamat kepada Agung dan Dona. Yang awalnya Agung tak bisa tersenyum, dia menjadi bisa tersenyum lebar bahkan tertawa juga. Dia berpikir mungkin Dona bisa mengubah hidupnya. Sehingga dia mulai bisa menerima Dona sebagai istri keduanya.

“Kamu haus? Mau aku ambilkan minum?” kata Agung karena melihat Dona seperti tengah kehausan.

“Iya boleh. Makasih.”

Kemudian Agung mengambilkan satu gelas air berisi minuman air putih kepada Dona. Dengan sekali teguk, gelas itu langsung habis tak bersisa isinya.

“Aku akan memberikan apapun yang kamu mau asal kamu mau menuruti semua permintaan dariku. Ingat itu! Aku akan jamin kamu tidak akan kekurangan apapun jika kamu melakukannya,” bisik Dona saat itu.

“Baik.”

Satu jam lebih acara mereka belum selesai. Masih ada beberapa teman dan kolega dari Dona yang ada di sana. Semua yang hadir tampak mengucapkan selamat pada Dona. Tak sedikit diantara mereka mengaku terkejut karena undangan Dona sangat mendadak. Tapi mereka semua merasa bahagia karena akhirnya Dona mengakhiri masa lajangnya.

Dari kejauhan, tampak seseorang yang menyipitkan mata ketika melihat Agung duduk di pelaminan. Mata Agung tak sengaja menatap orang itu. Mata mereka saling berpandangan tatkala orang itu mendekat ke arah panggung. Wajah orang itu semakin jelas terlihat oleh Agung.

“Bukankah dia —”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status