Share

Bab 7. Sah

Penulis: flam_boyan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-02 15:34:00

“Kok tanya mau kemana, sih? Aku, kan, sudah memberimu uang yang kau minta. Jadi, sekarang giliran kamu untuk memenuhi kesepakatan kita,” sahut Dona.

Gleg! Agung menelan ludahnya. Dia masih mengira jika Dona tidak sungguh-sungguh ingin dinikahi. Tapi, nyatanya sekarang dia menagih kesepakatan yang sudah dia buat bersama Dona.

“Siapkah aku punya dua istri? Bagaimana nanti aku mencukupi keduanya? Satu saja aku masih tidak mampu,” tanya Agung dalam hatinya yang kembali ragu.

“Kamu gak berubah pikiran, kan?”

“Kalau sampai kamu berubah pikiran, aku akan menagih uang yang aku beri dengan bunga seratus persen!” ucap Dona seraya ada ancaman di kalimatnya.

“Ti—tidak. Tentu saja tidak. Saya siap dan sangat siap!” Buru-buru Agung menjawabnya walaupun sedikit terbata.

Dona tersenyum hingga menampilkan deretan giginya yang putih bersih. “Bagus! Kamu tidak perlu takut, nanti setelah menikah aku menuntutmu macam-macam. Aku hanya ingin kamu ada saat aku butuh. Soal biaya hidup, aku yang tanggung. Itu kalau kamu turuti semua ucapanku. Kalau tidak, siap-siap saja kamu menerima akibatnya!”

Ucapan Dona begitu ngeri bagi Agung. Mau mundur lagi pun tidak bisa karena dia sudah menerima uang dari Dona. Untuk saat ini, Agung akan mengikuti semua kemauan Dona.

Mobil yang mereka kendarai meleset kencang menuju tempat yang sudah Dona persiapkan. Tak sulit bagi Dona untuk menyiapkan segala sesuatunya dengan cepat karena dia punya banyak uang.

Setelah setengah jam berjalan, mobil Dona berhenti tepat di depan sebuah rumah. Dona pun menyuruh Agung untuk keluar.

“Ini dimana?” tanya Agung.

“Kita make up dulu di sini. Nanti setelah ini, kita akan ke tempat yang akan dijadikan akad nikah kita,” jawab Dona sembari tersenyum lebar.

Keduanya disambut sangat hangat oleh MUA yang akan mendandani keduanya. Walaupun nikah dibawah tangan, Dona ingin tampil cantik dan maksimal.

“Bukankah kita hanya nikah siri? Kenapa harus repot-repot dandan?”

“Ssstttt! Ikuti saja kemauanku dan tak usah banyak tanya. Mengerti?” Agung mengangguk.

Setelah basa-basi sebentar, Dona mulai di make over. Sementara Agung tengah memilih baju yang pas di badan. Dalam hatinya, Agung merasa takjub karena saat menikah dengan Intan saja dia hanya mengenakan jas biasa. Tapi kali ini, Dona memilih memakai pakaian adat yang sangat bagus.

“Kok bisa, ya, aku mau menikah lagi? Padahal kenal saja juga tidak. Kenapa aku mau? G*la! Benar-benar tak bisa dipercaya,” kata hati Agung. Kepalanya sambil menggeleng.

“Kamu kenapa? Ada yang salah?” tanya Dona saat melihat tingkah Agung.

“Oh tidak. Saya tidak apa-apa. Hanya saja ini seperti mimpi saja bagiku.”

Setelah selesai, Agung melihat dirinya di cermin. Dia benar-benar seperti pangeran di kerajaan jaman dahulu. Sangat jauh berbeda dengan tampilannya saat menikah dengan Intan.

Ketika Dona muncul, Agung semakin terpesona karena wajah Dona sangat berbeda setelah di make up. Dia mengakui jika Dona sangat cantik, walaupun Intan juga cantik.

“Kamu sudah siap? Ayo kita berangkat!” ajak Dona.

“Hem, apa ini tidak terlalu berlebihan? Apalagi kita hanya menikah dibawah tangan,” kata Agung agak keberatan.

“Ikuti saja mauku! Ayo berangkat!”

Tak mau mendebat lagi, akhirnya Agung pun ikut kemauan Dona. Keduanya bersiap menuju tempat yang sudah Dona persiapkan.

***

“Kenapa kamu ngotot sekali ingin aku nikahi?” Sebuah pertanyaan yang terlontar begitu saja oleh Agung ketika mereka tengah berada di dalam mobil.

“Langsung jatuh cinta aja sama kamu,” jawab Dona dengan entengnya.

“Hah? Apa aku gak salah dengar? Kamu kenal aku saja tidak.”

“Sudahlah gak usah dibahas. Kamu mau aku batalkan saja pernikahan ini dan kamu kembalikan uangku dua kali lipat?”

“Eng—gak! Enggak mau. Ya, aku akan diam dan gak akan bertanya yang macam-macam lagi.”

“Bagus! Gitu dong!”

Mobil Dona berhenti di sebuah hotel yang cukup mewah untuk Agung. Keduanya turun dan langsung disambut oleh staf hotel dengan ramahnya.

“Kita menikah di sini?” tanya Agung sambil memandangi hotel itu dengan takjub.

“Iya. Semuanya sudah aku persiapkan di dalam. Ayo!” jawab Dona sambil menggandeng mesra lengan Agung.

Dona tak sedikitpun melepaskan tangannya dari Agung. Dia benar-benar sangat bucin dengan Agung. Entahlah … Dona sendiri merasa heran bisa jatuh cinta se’kilat’ ini.

Saat memasuki sebuah ruangan, Agung kembali dibuat takjub karena dekornya sangat mewah. Ada kue pengantin dan segala macam hidangannya dan itu bisa siap dalam satu hari.

“Ini semua benar kamu yang siapin?” tanya Agung sambil menatap mata Dona.

“Tentu saja. Memangnya kenapa? Kamu gak percaya, ya, aku bisa menyiapkan ini semua dalam waktu singkat?” Agung mengangguk.

“Asal ada uang, semuanya pasti beres,” ucapnya dengan nada sedikit sombong.

“Lalu, siapa wali nikah kamu? Bukankah harus ada orang tua? Orang tuamu berarti ada di sini?” tanya Agung lagi.

Dona menggelengkan kepala. “Aku sudah tidak punya orang tua. Jadi, cukup wali hakim saja bukan?”

“Keluargamu?”

“Tidak ada kecuali adikku. Dia tidak ada di sini. Kamu tenang saja, semuanya beres pokoknya.”

Agung pun tak banyak bertanya lagi. Dia mengikuti semua arahan Dona. Tak banyak tamu yang diundang karena pernikahan ini benar-benar intimate.

“Bagaimana para saksi? Sah?”

“SAH!” jawab undangan yang hadir secara serempak.

Dan kini Agung sudah resmi menjadi suami Dona walaupun baru secara agama. Keduanya kemudian melanjutkan pesta pernikahan mereka.

Satu per satu mulai mengucapkan selamat kepada Agung dan Dona. Yang awalnya Agung tak bisa tersenyum, dia menjadi bisa tersenyum lebar bahkan tertawa juga. Dia berpikir mungkin Dona bisa mengubah hidupnya. Sehingga dia mulai bisa menerima Dona sebagai istri keduanya.

“Kamu haus? Mau aku ambilkan minum?” kata Agung karena melihat Dona seperti tengah kehausan.

“Iya boleh. Makasih.”

Kemudian Agung mengambilkan satu gelas air berisi minuman air putih kepada Dona. Dengan sekali teguk, gelas itu langsung habis tak bersisa isinya.

“Aku akan memberikan apapun yang kamu mau asal kamu mau menuruti semua permintaan dariku. Ingat itu! Aku akan jamin kamu tidak akan kekurangan apapun jika kamu melakukannya,” bisik Dona saat itu.

“Baik.”

Satu jam lebih acara mereka belum selesai. Masih ada beberapa teman dan kolega dari Dona yang ada di sana. Semua yang hadir tampak mengucapkan selamat pada Dona. Tak sedikit diantara mereka mengaku terkejut karena undangan Dona sangat mendadak. Tapi mereka semua merasa bahagia karena akhirnya Dona mengakhiri masa lajangnya.

Dari kejauhan, tampak seseorang yang menyipitkan mata ketika melihat Agung duduk di pelaminan. Mata Agung tak sengaja menatap orang itu. Mata mereka saling berpandangan tatkala orang itu mendekat ke arah panggung. Wajah orang itu semakin jelas terlihat oleh Agung.

“Bukankah dia —”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 44. Bagas

    Masih menjadi pertanyaan bagi Bagas kepada Intan berubah pikiran. Ibu Lastri sama sekali tidak membantunya mendapat jawaban. “Dapat kerjaan? Dapat dimana? Kenapa bisa cepat sekali dapat kerjanya?” gumam Bagas saat di dalam mobil. “Pasti ada sesuatu yang tidak beres. Ponsel yang aku berikan saja sampai dikembalikan. Aku harus cari tahu ada apa!” “Assalamualaikum!” Bagas masuk ke dalam rumah sambil mengucap salam. Ibu Dewi yang tengah bersantai pun menjawab dan melihat ke arah anaknya yang baru saja pulang. “Waalaikumsalam. Lho … kenapa kamu murung, Sayang? Ada masalah, kah, di rumah sakit?” tanya Ibu Dewi setelah menjawab salam. Hati dan pikiran Bagas lelah. Dia langsung berbaring di dekat Ibu Dewi. Kepalanya dia letakkan dipangkuan sang ibu. Tempat ternyaman yang Bagas punya saat ini. Matanya terpejam beberapa detik. “Kamu kenapa, Gas? Cerita sama bunda,” ucap Ibu Dewi lirih. “Bagas capek, Bun.” Hanya itu yang keluar dari mulutnya. Setelah beberapa saat ada di pangkuan ibunya

  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 43. Sintia Berulah

    Tak ada hanya didorong, Intan dijambak orang itu. Seorang perempuan berambut panjang dan berkulit putih. Intan sama sekali tidak mengenal perempuan yang ada di depannya itu. Sungguh sadis perbuatan perempuan itu karena dilakukan di depan anak Intan. Bahkan anak Intan sampai menangis melihat ibunya dianiaya orang asing. “Hey, perempuan gak tahu diri … jangan ganggu tunangan orang kamu, ya!” katanya. “Ganggu tunangan orang? Siapa? Aku saja tidak kenal kamu,” jawab Intan sembari menahan sakit dibagian telapak tangan yang lecet karena kena batu. “Jangan pura-pura gak ngerti kamu! Kamu, kan, yang kemarin bikin Bagas gak pulang tepat waktu?” sahut perempuan itu. Yap! Perempuan itu adalah Sintia, tunangan dari Bagas. Intan tidak tahu karena memang belum pernah bertemu dengan Sintia sebelumnya. “Astaghfirullah! Jadi Mas Bagas maksud kamu? Maaf, ya, aku gak meminta dia untuk menungguku. Aku juga tidak tahu kalau kamu tunangannya,” jelas Intan. “Satu lagi, aku tidak merebut Mas Bagas dar

  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 42. Pulang

    “Jangan menuduh sembarangan kamu! Kalau tidak tahu ceritanya, gak usah sok tahu! Udahlah aku lagi males berdebat sama kamu.” Bagas mematikan teleponnya dengan perasaan kesal. Baru saja Sintia meneleponnya dan menuduh dirinya tengah berselingkuh. Tentu saja Bagas marah karena tuduhan itu tidak berdasar. Memang akhir-akhir ini hubungan mereka sedang tidak baik. Ada saja hal membuat keduanya bertengkar. Kata Ibu Dewi, itu merupakan ujian saat seseorang hendak menikah. Tapi, yang dirasakan Bagas bukan seperti itu. Sintia semakin semena-mena dan terkesan seperti anak kecil. Dia selalu ingin diprioritaskan tanpa mengerti kesibukan Bagas. Selesai menelepon Bagas duduk-duduk dulu di depan ruangan Intan. Dia mengontrol emosinya lebih dulu di sana sambil memikirkan permintaan Intan. Setelah dipikirkan, memang seharusnya Bagas sudah pulang. Tugasnya sebagai dokter tidak bisa ditinggalkan lama begitu saja.“Halo, Bay …” Bagas menelepon Bayu. “Ada apa, Gas? Intan gak apa-apa?” tanya Bayu. Sa

  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 41. Selamat

    Bagas dan Bayu terkejut melihat beberapa polisi yang ikut masuk ke dalam bangunan kosong tersebut. Mereka bahkan tak tahu darimana arah polisi-polisi itu datang. “Berarti di dalam gawat, Gas. Kita tunggu saja sampai Sandi dan timnya selesai, ya,” ujar Bayu pada Bagas yang masih ingin masuk ke dalam menyusul Sandi. Setelah dipikir-pikir, Bayu ada benarnya juga. Biar bagaimanapun dia tak memiliki basic beladiri. Apalagi jika di dalam ada orang yang bersenjata. Memang lebih baik menunggu Sandi di luar. Tak berselang lama, ada suara tembakan yang membuat Bagas dan Bayu terkejut. Keduanya saling memandang dan menelan ludah. Situasi semakin menegangkan kala mereka mendengar suara tembakan untuk yang kedua kalinya. “Gimana ini, Bay? Aku tetap ingin masuk ke sana,” ujar Bagas. “Bahaya, Gas! Nyawamu bisa jadi taruhannya. Kita tunggu saja di sini,” jawab Bayu. Bagas menuruti ucapan Bayu walaupun dia sebenarnya tak tenang. Tapi, lima belas menit kemudian dia sudah tidak tahan dan memilih

  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 40. Tak Ada Bukti

    Agung sudah hampir sampai di rumah Dona. Tapi, saat dia sudah dekat, Agung melihat ada polisi tengah berdiri di depan rumah Dona. Sontak saja hal itu membuat Agung takut. Dia bersiap untuk lari. Namun naasnya, dia menginjak botol air mineral yang dia jatuhkan sendiri sampai menimbulkan bunyi. “Tangkap dia, Pak!” Kalimat ini yang didengar Agung berulang kali. Agung berlari tak tentu arah. Dia sama sekali tidak berani menoleh ke belakang. Dia terus saja berlari walaupun sebenarnya kakinya sudah capek. Setelah berlari hampir setengah jam, akhirnya Agung bisa tertangkap juga. Dia menyerah karena benar-benar sudah tidak kuat berlari lagi. Dua polisi tersebut langsung membawa Agung ke mobil polisi lalu diinterogasi. Terlihat Bayu dan Bagas sudah menunggu di sana. “Mana Intan?!” seru Bagas. Bogem mentah hampir saja melayang di pipi Agung kalau tidak dicegah pak polisi.“Sabar! Belum tentu juga mas ini tersangkanya. Dengarkan dulu saja,” ucap Bayu. Dia juga ikut menenangkan Bagas. Walau

  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 39. Upaya Penyelamatan

    “Ada apa, Bay?” tanya Bagas yang sudah menyusul. “Intan dibawa mobil itu, Gas. Ayo kita kejar mereka!” Bayu dan Bagas langsung berlari menuju mobil. Secepat kilat Bayu berusaha mengejar mobil berwarna hitam yang membawa Intan. Keduanya sama-sama tegang dan fokus ke depan. “Cepat kejar, Bay! Jangan sampai kita kehilangan mereka!” Bayu mengangguk dan tetap fokus mengemudi. Di tengah-tengah pengejaran, ponsel Bagas selalu berbunyi. Ada pesan masuk yang sangat banyak dan juga panggilan dari Sintia. Tak ingin terganggu dengan panggilan Sintia itu, Bagas memutuskan untuk menonaktifkan ponselnya. “Kok aku ada firasat kalau itu suaminya Intan, ya, Gas,” kata Bayu di sela-sela mengemudi. “Aku gak tahu, Bay. Tapi, kenapa dia melakukan itu? Apa alasannya?”Keduanya terus bicara. Semakin mereka banyak bicara membuat Bayu tidak konsentrasi hingga dirinya menabrak tiang listrik di pinggir jalan. Karena hal itu, mereka kehilangan jejak mobil yang membawa Nirmala. “Maafin aku, Gas,” ucap Bayu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status