Share

Gara-gara Transferan Nyasar_4

GARA-GARA TRANSFERAN NYASAR_4

Tiga hari menjelang pernikahan Mas Yuda, ia sering kali terlambat pulang. Alasannya banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan. Bukan! Bukan seperti itu alasan sebenarnya. Melainkan ia sibuk dengan acara persiapan hari istimewanya.

Seperti malam di mana Mas Yuda hendak melangsungkan acara pertemuan kedua belah pihak keluarga. Usai mandi Mas Yuda bersiap. Ia berdandan rapi. Menyemprotkan minyak wangi lebih dari biasanya. Sangat tampan memang wajah suamiku. Tak heran jika banyak perempuan yang menggilanya. Namun, apa kurangnya aku. Wajah, kulit, serta bodiku tak kalah apik dengan perempuan di luar sana. Hanya saja satu kekuranganku. Menginjak usia tiga tahun pernikahan, aku belum memberikan keturunan. Tetapi menurutku tak masuk akal jika Mas Yuda berpaling hanya karena masalah itu. Aku pernah memeriksakan diri, hasilnya positif dan sehat. Tak ada yang perlu dikhawatirkan.

"Mau ke mana lagi, Mas? tanyak, ketika Mas Yuda bercermin sedang menyisir rambutnya.

Mas Yuda melihat pantulanku dari cermin. Senyum tersungging di bibirnya.

"Biasalah, Ris, ada rapat dadakan."

Aku mengangguk dan membulatkan mulut. Merasa bodoh karena dibohongi suami sendiri. Tak habis pikir, Mas Yuda yang selalu kusayang, tega menikam dengan bermain cantik.

Oke, akan kuikuti alur permainan Mas Yuda, semua rencana sudah kususun matang. Tinggal lihat apa yang akan terjadi di hari pernikahan Mas Yuda dengan Rasti nanti. Berjalan dengan mulus atau malah sebaliknya.

Hari ini adalah hari di mana pernikahan Mas Yuda dan Rasti digelar. Sejak dua malam lalu, Mas Yuda sudah pergi. Aku terpaksa melepaskan lelakiku. Meski berat hati, tetapi tak ada guna untuk kupertahankan.

Tepat pukul tujuh aku selesai bersiap, mengenakan dress mewah berwarna merah marun, sangat kontras dengan kulitku. Dress yang kukenakan berkerah V-neck cukup rendah. Jika mata lelaki memandang, dapat kupastikan akan meneguk ludah berkali-kali.

Seperti yang pernah Mas Yuda katakan dulu. Ia keberatan jika aku memakai dress ini jika ke pesta. Katanya, banyak mata liar yang tak lepas memandang ke bagian yang satu itu. Mas Yuda sendiri juga merasa terpancing jika aku mengenakan dress marun ini. Dan sekarang, aku akan mencoba menggoda Mas Yuda dengan caraku, di hari pernikahannya.

Sebelum pergi, aku menghubungi seseorang. Mengingatkan agar bekerja dengan bagus, sesuai keinginan.

"Kerjakan perintahku. Buat waktu terulur sangat lama. Dan di saat itu, aku pun akan beraksi!" perintahku, kepada orang suruhan, yang kusewa hanya untuk mengacaukan pernikahan Mas Yuda.

"Siap, Bu, akan saya usahakan sebaik mungkin!"

💔💔💔

Dari kejauhan aku melihat orang suruhanku sedang menghentikan mobil sedan hitam. Dari dalam mobil itu turun dua orang bapak mengenakan jas hitam rapi serta berpeci. Ya, ia adalah penghulu yang akan menikahkan Mas Yuda dengan Rasti. Sengaja memang aku meminta kepada Baron—orang yang kusewa—untuk mencegat penghulu di tengah jalan. Terserah Baron mau apakan penghulu itu. Asalkan pernikahan Mas Yuda dengan Rasti kacau.

Aku melanjutkan perjalanan ke rumah Rasti—tempat digelarnya pernikahan mereka. Rumah yang sebelumnya sudah kuketahui letaknya saat membuntuti Mas Yuda saat hendak fitting baju pengantin. Ke sanalah tujuanku sekarang. Akan kubuat mereka terkejut melihat kedatanganku di sana. Senyumku tersungging sinis. Hatiku perih teriris.

Taksi yang kutumpangi berhenti tepat di depan pagar rumah minimalis. Setelah membayar ongkos taksi, aku masih terdiam menatap rumah di depan mataku.  Betapa enaknya menjadi Rasti. Ia bisa mendapatkan kemewahan dalam sekejap. Tak merasakan perjuangan hidup berumah tangga dari titik terbawah, seperti yang pernah kurasakan saat awal berumah tangga.

Perlahan tapi pasti aku melangkah memasuki pekarangan rumah Rasti. Terlihat jelas sedang ada acara mewah di dalam rumah tersebut.

Ada keraguan saat sampai di ambang pintu, tetapi aku berusaha untuk meyakinkan diri. Jangan lemah, Risa, kamu bisa merebut kembali Yuda, suamimu! Setelah mantap, aku masuk ke dalam rumah minimalis itu sebagai tamu tak diundang.

Semua mata tertuju pada diriku. Termasuk Kak Winda yang baru saja tersenyum semringah di samping kedua mempelai. Ibu mertuaku juga tak kalah terkejutnya melihat sosokku yang berdiri sambil melempar senyum penuh makna kepada mereka. Terlihat Kak Winda mencolek adiknya. Sepertinya ia memberitahu akan kedatanganku.

"Oh, bagus! Ini yang dinamakan rapat, urusan kerja keluar kota?" tanyaku sinis. Sengaja kubuat setenang mungkin, namun penuh penekanan.

Bersamaan dengan Mas Yuda dan Rasti menoleh ke arahku. Mas Yuda terbelalak, kaget melihatku sudah berdiri di belakangnya. Dengan sigap Mas Yuda berdiri. Meninggalkan wanitanya sendiri, menghampiriku.

"Marisa, maaf, aku bisa jelaskan semuanya," ucap Mas Yuda tanpa rasa bersalah.

Kutepis tangan Mas Yuda yang sudah terlanjur menyentuh bahuku. Mas Yuda kaget dengan sikapku. Tak biasanya aku begitu.

"Maaf? Jelaskan? Penjelasan apa lagi, semua sudah jelas. Kamu berkhianat!" Kusunggingkan senyuman sembari mengibaskan tangan di depan wajah.

Mas Yuda menatapku dalam. Matanya tak berkedip, lalu saat tersadar ia membuang muka dariku.

"Maaf, Risa, aku tak suka dengan penampilanmu!" ucap Mas Yuda, pandangannya kini tak lagi ke arahku. Mungkin ia tergoda dengan apa yang terlihat.

"Kenapa? Kamu nggak suka? Matamu tak jauh berbeda dengan mata lelaki di luaran sana, kan, Mas? Sama-sama liar! Apa yang sudah perempuan jal*ng itu beri sampai kamu tergoda?"

"Jaga bicaramu, Risa! Rasti perempuan baik-baik!" bela Kak Winda, yang sedari tadi hanya diam.

"Apa peduli kalian semua denganku? Penampilanku masih wajar, meski sedikit memancing gelora lelaki! Tetapi aku bukan pelakor seperti dia!" Rasti terkejut akan ucapan yang kutuduhkan kepadanya.

"Kenapa? Heran, kaget, dengan kehadiranku?" tanyaku lagi.

Perlahan kakiku melangkah, mendekati tiga perempuan di belakang Mas Yuda. Tetapi posisiku lebih dekat dengan Rasti. Dengan sekali hentakan, tanganku medarat di pipi mempelai wanita.

Semua terkejut dengan perbuatanku. Terutama ibu mertua yang menjerit histeris. Ia meminta kepada Mas Yuda untuk segera mengusirku dari rumah mempelai wanita itu.

"Dasar menantu nggak berguna! Yuda, usir Risa sebelum Ibu yang bertindak!" pekik ibu mertuaku.

Mas Yuda gelagapan sambil memeluk tubuh perempuan lakn*t itu. Bimbang antara menenangkan calon istrinya yang terisak sambil memegang pipinya atau mengusirku dari tempat itu. Aku tetap berdiri dengan tenang, namun dengan tatapan nyalang pada keluarga Mas Yuda.

"Hei, Marisa, jangan berani bertingkah kamu. Aku bisa laporkan kamu ke polisi!" ancam Kak Winda kemudian.

Aku mengarahkan pandangan kepada perempuan yang berstatus kakak Mas Yuda. Aku mengangkat dagunya setelah posisi kami sangat dekat.

"Kakak bilang apa tadi? Mau laporkan aku ke polisi? Oh, boleh, silakan jika itu mau Kakak. Tapi satu yang Kakak harus tau, perbuatan Mas Yuda lebih bejat daripada kekerasan yang kulakukan!"

Mulut semua keluarga Mas Yuda bungkam. Tak ada satu pun yang bersuara. Kesempatan bagiku untuk menunjukkan satu kejutan lagi.

"Oiya, aku ada hadiah untuk pernikahanmu, Mas. Tenang saja, aku tak akan jadi penghalang. Untuk apa aku mempertahankan jika hanya menyakitkan?"

Mas Yuda kembali menatapku. Lantas ia bertanya, "Kegaduhan apa lagi yang akan kamu tunjukkan, Risa?"

Semua wajah tegang menanti kejutan dariku.

Next ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status