Share

Gara-gara Transferan Nyasar_3

GARA-GARA TRANSFERAN NYASAR_3

Sabar menunggu Mas Yuda di dalam mobil taksi online yang kusewa. Untungnya sopir taksi sabar. Ia paham dengan keadaanku. Bapak sopir itu bersedia mengantarku ke mana pun tujuanku. Aku sempat merasa berhutang budi kepada sopir tersebut. Masih ada orang baik yang bersedia membantu orang lain yang sedang kesusahan.

"Sabar, ya, Mbak. Semoga suami Mbak segera diberikan hidayah oleh Allah," ucap sopir taksi, ketika ia tahu aku menitikkan air mata karena melihat pemandangan yang tak mengenakkan.

Aku hanya mampu mengaminkan tanpa melihat sopir taksi yang menatapku.

Kurang lebih hampir satu jam menunggu Mas Yuda, akhirnya ia keluar juga dari rumah minimalis itu. Dengan menggandeng seorang perempuan cantik tadi. Aku yakin bahwa perempuan itu bernama Rasti—selingkuhan Mas Yuda.

"Kita ikuti lagi, Mbak?" tanya sopir taksi.

Aku mengangguk menanggapi pertanyaannya. Dengan perasaan yang masih terasa sakit, menahan kecewa, dan amarah, aku berusaha untuk meredam semua rasa itu.

Aku harus kuat. Harus yakin bahwa bisa menghadapi semua ini sendiri. Di tengah pertarungan antara perasaan dan pikiran, aku mencoba berdamai dengan hati.

Setelah beberapa saat membelah jalanan, mobil Mas Yuda berhenti tepat di sebuah ruko tempat fitting pakaian pengantin. Dapat kuketahui dari papan nama yang tergantung di depan ruko tersebut. Mobil taksi yang kutumpangi juga ikut berhenti. Lagi-lagi, aku merepotkan sopir taksi tersebut.

"Pak, boleh, kan, saya menunggu sebentar lagi?" tanyaku memohon. Sopir taksi yang juga mengawasi sekitar butik, mengalihkan tatapannya ke arahku.

"Boleh, kok, Mbak," jawabnya singkat, meski begitu senyum sempat menghias di bibirnya.

Sebenernya aku ingin segera menyusul Mas Yuda masuk ke dalam butik. Tetapi aku tak seceroboh itu. Aku tak ingin apa yang sudah direncanakan akan sia-sia pada akhirnya.

Setelah menunggu cukup lama, Mas Yuda dengan perempuan selingkuhannya itu keluar. Mereka kemudian masuk ke dalam mobilnya dan segera berlalu pergi. Saat itu juga aku memanfaatkan kesempatan.

Usai membayar taksi yang kusewa, aku segera masuk ke dalam butik. Seorang wanita yang kukira pemilik butik, menyambutku ramah.

"Silakan dilihat koleksi kami, Mbak!" sapa ramah wanita yang sedang duduk di meja kasir.

Aku tersenyum menanggapinya.

Aku berkeliling melihat-lihat koleksi gaun yang dimiliki oleh butik tersebut. Sambil mencari sesuatu yang bisa membantu agar aku dapat informasi tentang pernikahan Mas Yuda.

Lantas pandanganku tertuju pada sepasang gaun pengantin yang terpampang di badan patung. Ada sebuah nama yang dapat terbaca olehku. "Yuda Atmaja dan Rasti Indah." Aku yakin bahwa gaun pengantin tersebut milik Mas Yuda dengan perempuannya.

Kuamati lebih dekat gaun pengantin Mas Yuda, kemudian wanita penjaga butik pun mendekati posisiku berdiri.

"Ini gaun pesanan orang, Mbak. Kami mendesainnya sesuai keinginan si pemesan," terangnya tanpa aku bertanya.

"Memerlukan budget berapa untuk mendapatkan gaun pengantin seperti ini, Mbak?" tanyaku menyelidik.

"Kurang lebih lima belas juta."

Jawaban yang kudapat sangat membuatku terkejut. Mataku terbelalak sempurna mengarah kepada wanita di sampingku.

Sungguh aku tak percaya. Dulu, saat aku dan Mas Yuda menikah, jangankan gaun, resepsi pernikahan yang meriah tak kudapat.

Aku menyadari, kala itu keadaan Mas Yuda belum sesukses sekarang. Kami menikah dengan uang pribadi kami. Sangat sederhana, asalkan sah menjadi sepasang suami istri. Kami bahagia.

"Ehm ... bagus sekali desainnya, Mbak," pujiku sambil meraba gaun pengantin yang tak pernah kupakai meski di hari pernikahanku dulu.

"Iya, Mbak. Pernikahannya sudah dekat, loh!" ucap wanita itu dengan senyuman semringah.

Kesempatan bagiku untuk bertanya kapan acara pernikahan Mas Yuda digelar. Ternyata tak sesulit yang kubayangkan untuk mendapatkan informasi tentang itu.

Tanggal pernikahan Mas Yuda dan Rasti sudah kudapat. Tinggal memikirkan langkah selanjutnya untuk mempermalukan perbuatan mereka semua. Suami yang berpura-pura baik, Ipar yang diam-diam menghanyutkan, tak lupa mertua yang kukira menyayangiku tulus tetapi jahat.

💔💔💔

Untuk menenangkan pikiran, aku singgah ke sebuah kafe. Jarak kafe dengan rumah sebenarnya tidak terlalu jauh. Tetapi entah kenapa aku jadi malas pulang.

Baru saja aku duduk di kursi yang terletak di pojokan, aku melihat sosoi lelaki yang kukenal. Ia duduk seorang diri. Ya, lelaki itu Mas Yuda. Padahal tadi ia sedang bersama perempuan. Lantas di mana sekarang perempuan yang bersamanya?

Terbersit ide untuk mengerjai Mas Yuda. Biasanya saat jam kantor, sangat sulit jika harus izin untuk keluar. Kalau tidak ada kepentingan mendesak maka atasan tak akan memberinya izin. Tak lagi mengulur waktu, segera kuhampiri Mas Yuda.

Kutepuk pelan bahu Mas Yuda. Seketika ia menoleh. Mas Yuda tanpa terkejut melihat keberadaanku.

"Mas, ngapain di sini, tumben kamu keluar saat jam kerja?" tanyaku pura-pura tidak tahu.

"Ehm ... eh, itu, a-anu ... aku baru aja selesai rapat ketemu klien."

Tampak sekali kegugupan Mas Yuda. Ia juga salah tingkah. Dapat kupastikan, pasti ia saat itu sedang bersama Rasti. Tetapi, tak kutemukan keberadaan wanita jal*ng itu.

"Kenapa, Mas, kok, sepertinya gugup?" tanyaku, saat aku sudah duduk di kursi berhadapan dengan Mas Yuda.

Wajah Mas Yuda saat itu tidak bisa kugambarkan. Ada sesuatu yang menggelitik, ingin tertawa lepas melihat ketakutannya. Tetapi ada juga rasa kecewa, marah bertarung menjadi satu.

"Eh, nggak papa, kok. Ris, kita pulang, yuk! Kebetulan aku udah selesai."

Mas Yuda bangkit, kemudian menarik tanganku agar mengikutinya. Terpaksa aku manut dengan ajakannya. Padahal ingin sekali aku memergoki wanita bernama Rasti sedang melihatku berduaan dengan Mas Yuda. Bukan bermaksud apa-apa, aku hanya ingin mempermalukan mereka di muka umum.

Di perjalanan kami saling diam. Tak ada percakapan, suasana di dalam mobil sangat sepi. Hanya suara klakson kendaraan yang melintas meramaikan keadaan.

"Oiya, Ris. Minggu depan aku ada kerja di luar kota. Nggak papa, kan, kalau kamu sendirian di rumah?"

Tiba-tiba Mas Yuda bersuara. Ia meminta izin kepadaku untuk menjalankan tugas di luar kota. Padahal aku tahu bahwa sesungguhnya bukanlah tugas yang mengharuskan ia meninggalkanku sendiri. Melainkan ia akan melangsungkan pernikahan.

Aku hanya mengangguk sambil menatap lekat wajah Mas Yuda yang sibuk mengemudi. Mungkin ia sadar jika aku memperhatikannya. Mas Yuda kembali kelihatan salah tingkah. Tak enak dengan tatapanku.

"Kenapa, Ris? Ada yang salah?" tanya Mas Yuda. Matanya tak berani menatapku. Ia mungkin takut kebusukan yang ia tutupi akan terbongkar.

Aku tersenyum sinis, lalu membuang muka. Menatap tajam ke depan. Meskipun tanpa Mas Yuda bertingkah demikian, semua kebohongan yang ia simpan aku sudah mengetahuinya. Hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk mempermalukan Mas Yuda dan keluarganya.

Tunggu saja, Mas. Aku akan jadi tamu di hari pernikahanmu dengan perempuan yang dibanggakan oleh keluargamu. Bukan hanya itu, aku juga akan memberikan kejutan sebagai hadiah di hari bahagiamu.

Next ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status