Beranda / Romansa / Garwa, Satu Hati Sampai Nanti / 7. Derita Yang Membahagiakan

Share

7. Derita Yang Membahagiakan

Penulis: pramudining
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-04 09:06:50

Happy Reading

*****

Setelah mengucap kata talak, Basuki pergi begitu saja dengan Ilyana yang sudah menunggu di depan kafe itu. Arya, suami Naina masih melongo menatap Yanti dan istrinya bergantian. Merasa iba dengan perempuan yang sudah dijatuhi talak suaminya, lelaki itu menyodorkan jus yang mereka pesan.

"Minumlah, Mbak. Maaf kalau buat suamimu salah paham. Aku nggak nyangka bakalan gini akhirnya," ucap Arya tulus dengan wajah penuh penyesalan.

"Aku yang harus minta maaf, Mas," ucap Yanti pada Arya, "Nai, kamu tahu sekarang, 'kan? Gimana kelakuan suamiku."

"Sabar, Say," ucap Naina. Dia kemudian merengkuh sang sahabat ke dalam pelukan dan salah satu tangannya mengelus-elus rambut. "Aku nggak pernah nyangka, Basuki bisa melakukannya. Dulu, kalian adalah pasangan idaman di sekolah."

"Waktu bisa merubah seseorang, Nai," balas Yanti dengan sesenggukan. "Ini alasanku ingin bekerja seperti ceritaku kemarin."

Naina mengangguk paham, terenyuh dengan keadaan sahabatnya. Masa indah pacaran memang tak menjamin selamanya akan bahagia saat pernikahan terjadi. Itu yang terlihat oleh perempuan berhijab pada rumah tangga Yanti dan Basuki.

"Iya. Aku paham sekarang, Yan. Semampunya kami akan membantu."

*****

Waktu terus berlalu sejak Yanti memutuskan untuk bekerja. Terhitung seminggu sudah, perempuan dengan berat badan 45 kg itu menjalani masa percobaan di minimarket sahabat Arya. Selama kurun waktu itu pula Basuki tidak pernah pulang. Entah di mana lelaki itu menginap setiap hari. Sekedar memberi kabar dan nafkah untuk kebutuhan sehari-hari anak-anak saja, lelaki itu sudah tidak melakukannya.

Apakah Basuki sudah menikah dengan Ilyana, Yanti juga belum mendapat kabar. Jika memang mereka sudah menghalalkan hibungan, harusnya sebagai istri yang sudah dijatuhi talak dia mendapat surat gugatan cerai. Namun, semua itu tidak terjadi.

Beruntung perempuan itu masih punya sisa uang belanja bulan lalu yang diberikan Basuki. Bahan-bahan kebutuhan dapur dan lainnya juga masih ada. Setidaknya, Yanti masih bisa mencukupi kebutuhannya sampai nanti mendapatkan gaji sendiri.

Selesai berhias, Yanti berpamitan pada Bagas yang sedang mengerjakan tugas sekolah sambil menonton televisi. Ketiadaan Basuki beberapa hari sama sekali tidak berpengaruh pada anak-anak. Malah mereka cenderung lebih bahagia dan tenang menjalani aktifitas sekolah. Tak ada lagi kekerasan fisik dan verbal yang selalu mereka lihat setiap hari.

"Baik-baik di rumah, ya, Nak. Mama pulang jam sembilan, malam ini. Setelah salat Isya, jangan lupa langsung tidur. Oke," nasihat Yanti pada si bungsu.

"Beres, Ma," jawabnya sambil menggerakkan tangan memberi hormat. Yanti tersenyum, sudah lama sekali dia tak melihat kebahagiaan sang putra.

"Oh, ya. Hampir lupa," kata Yanti sambil menepuk kening.

"Ada apa, Ma?"

"Bilang Kakak. Pulang sekolah nanti makanan yang di meja angetin dulu. Makan malam kalau lauk habis minta tolong Kakak untuk menggoreng telur yang di kulkas."

"Siap laksanakan." Sekali lagi, Bagas memberi hormat. Tak urang hal itu membuat mamanya gemas. Sebelum berangkat, Yanti menciumi pipi si bungsu dan mengacak rambutnya.

Diperlukan waktu tak sampai lima belas menit, perempuan berkulit sawo matang itu tiba di minimarket. Rekan kerja yang sif pagi sudah bersiap-siap untuk menyerahkan tugasnya pada Yanti, dia mulai menata dan menghitung uang hasil penjualan dari mulai bertugas. Perempuan berusia tiga puluh lima tahun itu memang diterima sebagai kasir di minimarket.

"Mbak Yan, ntar kalau bos datang terus lagi ndak ada kerjaan mending bersihin apa gitu. Soalnya Pak Bos suka rewel kalau lihat anak buahnya nganggur," nasihat teman Yanti.

"Pak Gaza maksudmu? Bukannya setiap hari dia ngecek kerjaan kita?" tanya Yanti bingung.

"Bukan. Big bos nanti yang mau datang. Pemilik minimarket ini."

"Siapa?"

"Lho, Mbak Yanti belum tahu?"

"Nggak pernah tahu." Disertai gelengan kepala.

"Namanya Pak Ismoyo. Katanya, sih lagi proses menduda," jelas partner Yanti.

"Ish. Ada-ada aja kamu." Mereka berdua tertawa.

*****

Di rumah, dua buah hati Yanti tengah kebingungan dengan sikap papanya yang mengusir mereka. Basuki memberi waktu pada Chalya dan Bagas sampai Mama mereka pulang kerja. Di mana hati nurani lelaki yang berstatus ayah itu? Tega mengusir anak kandung sendiri demi wanita yang akan dinikahi.

Tersedu Chalya membereskan pakaiannya demikian juga Bagas. Namun, si adik lebih tegar. Bocah kecil dengan tatanan rambut belah pinggir itu, menyikapi dengan santai. Mungkin karena dia masih belum begitu mengerti keadaan yang dialami keluarganya.

"Kita mau ke mana, Kak?" tanya Bagas masih belum mengerti.

"Nunggu Mama, ya, Dik. Beliau pasti tahu kita harus ke mana," kata Chalya yang masih sesenggukan.

"Oke, deh. Kak, Adik ngantuk. Tidur dulu boleh nggak?"

"Jangan tidur, Dik. Setengah jam lagi Mama udah pulang. Kalau kamu tidur siapa yang mau nggendong pas kita keluar rumah."

"Sebentar aja, Kak. Adik ngantuk banget." Berkali-kali Bagas menguap.

Bocah itu memang tak terbiasa tidur lebih dari jam setengah delapan malam. Yanti membiasakan anak-anak lekas beristirahat setelah melaksanakan salat Isya. Suara ketukan pintur terdengar, tanpa menunggu Chalya membukakan, Basuki sudah masuk ke kamar si bungsu.

"Mamamu pulang jam berapa? Perempuan punya keluarga kok kerja sampai malam gini. Jangan-jangan dia kelayapan," tuduh Basuki seenaknya.

Chalya menajamkan mata pada lelaki yang dulu sangat dia hormati. Ingin marah, tapi dia memikirkan adiknya.

"Jam sembilan, bentar lagi juga pulang. Mama itu nggak kayak Papa yang suka ngaret kalau pulang kerja."

"Jaga omonganmu. Papa kerja buat kalian kalau pulangnya telat itu artinya lembur. Ngerti?"

"Lembur kerjaan apa lembur sama selingkuhan?" Chalya semakin berani menjawab perkataan papanya.

"Jangan durhaka sama orang tua." Basuki keluar kamar dengan membanting pintu.

"Papa marah lagi, Kak?" tanya Bagas yang indera penglihatannya sudah mulai meredup, ngantuk.

"Adik tidur aja. Kakak beresin barang-barangmu. Ntar Mama datang, Kakak bangunin," putus Chalya kasihan melihat adiknya.

Lebih setengah jam berlalu dan suara motor terdengar. Chalya yakin itu mamanya. Setengah berlari dia menghampiri Yanti, membukakan pintu sambil menangis.

"Kakak kenapa? Mama pulang kok malah nangis," tanya Yanti.

Letih setelah bekerja tak lagi dihiraukan, perempuan itu merangkul putrinya. Mengelus-elus punggung dan mengajaknya masuk. Sampai di ruang tamu, Basuki sudah berdiri dengan tangan terlipat di depan dada.

"Kerjaan apa sampai semalam ini? Kelayapan aja kamu."

"Oh. Jadi kamu penyebab Kakak nangis," ucap Yanti, "aku sudah bukan istrimu lagi, 'kan?  Jadi kamu nggak berhak ngatur dan menanyakan apa pun lagi tentang hidupku."

"Bagus kalau kamu sadar sudah bukan istriku lagi. Jadi, silakan keluar dari rumah ini!" kata Basuki keras.

Yanti memundurkan langkah, tega Basuki mengusir dirinya. Jika lelaki itu mengklaim bahwa rumah itu miliknya, apa dia tidak sadar bahwa tanah itu milik orang yang sekarang diusir. Yanti tersenyum miris mengingat semua.

"Aku akan pergi dari rumah ini, tapi ijinkan anak-anak ikut."

"Ya harus kamu bawa. Mereka 'kan anak-anakmu. Aku nggak mau dibikin ribet dengan segala urusan mereka berdua."

Ucapan Basuki menjadi kebahagian tersendiri bagi perempuan dua anak itu. "Bagus. Jangan lupa kirimkan juga surat perceraian kita. Aku nggak mau perempuan itu menemui dan mengganggu kehidupanku dan anak-anak."

Masih dengan kelelahan yang mendera, Yanti membereskan semua pakaian. Tak ada perabotan satu pun yang dia bawa kecuali anak-anak dan baju-baju. Dia menyuruh Chalya membangunkan Bagas, sementara dirinya sibuk menaruh koper mereka di motor.

"Kakak bonceng Adik bisa, 'kan?  Koper kalian sudah Mama taruh di motor. Malam ini kita pulang ke rumah Eyang."

Entah apa yang menyebabkan Yanti bahagia sekalipun Basuki telah mengusirnya. Kehidupan baru tanpa suami akan segera dimulai sejak malam ini juga. Yanti menaikkan garis bibirnya, meskipun air mata sempat menetes tadi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Garwa, Satu Hati Sampai Nanti   42. Buah Hati

    Happy Reading*****Bulan terus berganti, perut Yanti kian terlihat membesar seiring kesehatan Ismoyo yang makin membaik. Keluarga mereka semakin hari juga semakin bahagia. Segala gangguan dalam rumah tangga bisa teratasi dengan baik.Perihal uang untuk melunasi kredit macet ke bank juga sudah diceritakan. Ismoyo juga sudah memulai bekerja sejak sebulan lalu. Minimarket online yang digagas oleh istrinya juga berjalan baik dengan hasil yang lebih maksimal. Usaha pasangan itu kian hari kian berkembang.Tentang Dania, dia sudah jauh lebih bertanggung jawab dan tertata dal

  • Garwa, Satu Hati Sampai Nanti   41. Dasar Sableng

    Happy Reading*****Suara azan Asar berkumandang, Ismoyo beranjak dari kursi rodanya. Menuju kamar mandi, sementara sang istri masih bekerja di depan laptop. Mencatat satu per satu pesanan masuk dari minimarket. Untuk sementara waktu Yanti membantu menangani pesanan-pesanan dari toko online usaha suaminya.Tak tega melihat cara berjalan sang suami yang tertatih, Yanti mendekat. "Mas kenapa nggak minta tolong?""Aku takut ngganggu kamu, Sayang. Kerjaanmu jadi dobel karena aku sakit. Masak iya aku masih ngerepotin kamu dengan aktifitas kecil seperti ini," ucap Ismoyo.

  • Garwa, Satu Hati Sampai Nanti   40. Wonder Women

    *****Pagi-pagi sekali, Yanti sudah disibukkan dengan pekerjaan. Baik itu pekerjaan rumah sampai perkerjaan di toko miliknya. Selesai mengurus sang suami dia pamit berangkat kerja."Mas, nanti sebelum makan siang aku dah pulang. Njenengan di rumah ditemani sama Mbok Asri, nggeh. Aku cuma mau cek stok dan ngirim barang orderan toko online," pamit Yanti pada Ismoyo yang tengah berjemur di halaman samping rumah. Ada ruang hijau di sebelah garasi mobil mereka. Sengaja dibuat untuk tempat bermain anak-anak, begitu pikir Ismoyo dahulu. Tak disangka halaman yang tak seberapa luasnya itu kini bisa dimanfaat sebagai tempat terapi baginya.Sejak di rawat di rumah sakit, dokter menyarankan agar dia sering-sering berjalan-jalan tanpa alas kaki. Hal itu dilakukan untuk memperlancar peredaran darah. Be

  • Garwa, Satu Hati Sampai Nanti   39. Kejutan

    Happy Reading*****Bias kemerahan mulai tampak di langit kabupaten dengan sejuta mistis yang sangat terkenal. Keluarga kecil Ismoyo berkumpul semua di teras atas tempat favorit Mbok Asri. Bukan pesta, tetapi sebuah ungkapan rasa syukur dari Rukayah karena kedua buah hatinya kembali rukun. Mereka mengadakan acara makan malam sederhana.Acara dimulai dari menikmati senja disertai obrolan ringan sambil menunggu masakan yang masih diolah. Ketika azan magrib berkumandang, keluarga itu melaksanakan kewajiban terlebih dahulu baru menikmati hidangan. Naina dan keluarganya juga masih di rumah Ismoyo.Karpet motif abstrak warna dasar hitam sudah digelar dengan ra

  • Garwa, Satu Hati Sampai Nanti   38. Sigarane Nyowo (separuh jiwa)

    Happy Reading*****Ketika akad nikah telah diucap, menandakan bahwa seorang lelaki dan perempuan telah menemukan sigaraning nyawa atau lebih sering disebut garwa. Maka, saat itu juga baik suami ataupun istri harus bisa menerima dengan segenap rasa syukur bagaimanapun sosok dan kondisi pasangannya. Tidak layak bagi keduanya saling mencela dan mencari-cari kesalahan pasangan karena keduanya adalah satu kesatuan yang utuh sebagai belahan jiwa.Seorang suami istri harus berada dalam satu pihak dalam menyikapi setiap proses fase kehidupan. Jika ada masalah yang timbul di kemudian hari, keduanya harus bisa menyelesaikan dan saling mendekat satu sama lain. Jangan ada sekat atau sesuatu yang disembunyikan agar rumah tangga yang sakinah, mawaddah warohmah senantiasa tercipta.Sigaraning nyawa menyiratkan adanya keseimbangan antara suami istri. Saling melengkapi, memberi dan menguatkan. Jika sudah seperti itu seakan istri tidak bisa hidup tanpa sua

  • Garwa, Satu Hati Sampai Nanti   37. Widyani

    Happy Reading *****Suara pecahan kaca dari meja yang dilempari asbak terdengar begitu nyaring. Suami Widya marah karena merasa dikhianati oleh istrinya. Sebuah video percakapan perempuan itu dengan Dania yang mengatakan keinginannya untuk kembali pada Ismoyo terekam. Siapa lagi kalau bukan Yanti yang mengirimkan.Rekaman video itu didapat masih dari CCTV kantor Pak Asrul ketika mereka berniat mengibuli Ismoyo. Atas bantuan Rukayah, Yanti mendapat nomor ponsel lelaki itu. Semua tipu muslihat Widya telah terendus kini."Berani kamu ninggalin aku?" kata lelaki yang bernama Anton."Bukan gitu, Mas. Aku cuma mau menguasai harta Ismoyo aja, nggak lebih, kok. Usahamu hampir koit, lalu aku makan apa kalau terus-terusan ngandelin kamu." Widya membuat alasan."Halah! Itu cuma akal-akalanmu aja. Cuma masalah makan aku masih bisa mencukupinya. Dulu aja, kamu bilang dia mandul nggak bisa muasin. Sekarang?" Anton meninggalkan istrinya keluar. Men

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status