Happy Reading
*****
Suara azan Asar berkumandang, Ismoyo beranjak dari kursi rodanya. Menuju kamar mandi, sementara sang istri masih bekerja di depan laptop. Mencatat satu per satu pesanan masuk dari minimarket. Untuk sementara waktu Yanti membantu menangani pesanan-pesanan dari toko online usaha suaminya.Tak tega melihat cara berjalan sang suami yang tertatih, Yanti mendekat. "Mas kenapa nggak minta tolong?"
"Aku takut ngganggu kamu, Sayang. Kerjaanmu jadi dobel karena aku sakit. Masak iya aku masih ngerepotin kamu dengan aktifitas kecil seperti ini," ucap Ismoyo.
Happy Reading*****Bulan terus berganti, perut Yanti kian terlihat membesar seiring kesehatan Ismoyo yang makin membaik. Keluarga mereka semakin hari juga semakin bahagia. Segala gangguan dalam rumah tangga bisa teratasi dengan baik.Perihal uang untuk melunasi kredit macet ke bank juga sudah diceritakan. Ismoyo juga sudah memulai bekerja sejak sebulan lalu. Minimarket online yang digagas oleh istrinya juga berjalan baik dengan hasil yang lebih maksimal. Usaha pasangan itu kian hari kian berkembang.Tentang Dania, dia sudah jauh lebih bertanggung jawab dan tertata dal
Happy Reading*****Bunyi gelas jatuh ke lantai membuat kedua orang itu menoleh. Bukannya membereskan pecahan kaca, perempuan itu malah berlari menjauhi dua orang yang berada di ruang tamu. Suara-suara sumbang beberapa hari tentang sang suami tak pernah dihiraukan, tetapi saat mendengar secara langsung mengapa bisa sesakit ini.Tangisan Ibu dua orang anak itu semakin menjadi saat melihat buah hatinya yang tertidur lelap. Wajah polos dengan segala keluguan sebagai penyemangat hidup. Tak terbayang jika mereka tahu kejadian hari ini."Ma, buka pintunya," teriak sang suami, "aku bisa jelasin semua."Perempuan dengan tinggi 155 sentimeter itu enggan menjawab dan beranjak membukakan pintu. Tangan kanannya menyusuri setiap inci wajah anak-anak satu per satu. Sesekali mengecup kening mereka."Kalian harus jadi kuat setelah ini, Nak. Bantu Mama menghadapi semua, hanya kalian harapan Mama," ucap sang perempuan pada dua buah hatinya.
Happy Reading*****Suara azan subuh sebagai penanda jika aktifitasnya akan segera dimulai. Yanti hendak turun dari ranjang, meskipun sang suami masih bergelung di balik selimut. Setiap hari aktifitas perempuan dengan dua anak itu, hanya berkutat pada pekerjaan rumah tangga. Dimulai dari matahari yang belum menyapa sang kekasih, bumi, hingga nanti menjelang perpindahan waktu."Mau ke mana, Ma?" tanya Basuki. Saat istrinya akan turun, tanpa rasa bersalah sama sekali. Semalam pun, lelaki itu langsung tidur di sebelah Yanti disertai aktifitas mereka sebagai suami-istri. Entah, terbuat dari apa pikiran dan hati Basuki. Sore, menyakiti hati sang istri hingga remuk bak butiran debu diterbangkan angin. Malam, dia sudah berubah manis dan sok mesra. Seolah semua masalah yang terjadi beberapa jam lalu itu tidak pernah ada. "Salat, Mas. Mau apa lagi, azan sudah manggil-manggil," jawab Yanti penuh kelembutan. Basuki membuka mata
Happy Reading*****Segala kesakitan dan pertanyaan masih tersimpan sampai saat ini. Alih-alih menanyakan pada sang suami, Yanti malah memikirkan bagaimana perasaan Basuki jika benda yang meruntuhkan hati itu ditanyakan pada jam kerja. Tentu fokus sang suami terpecah, jadi perempuan itu menangguhkan semua tanya hingga nanti si lelaki pulang. Berbagai macam pikiran mulai terbayang. Isi kepala Yanti mulai merangkum beberapa kejadian sebelum-sebelumnya. Bagaimana sang suami sangat tegas mengatakan bahwa dia akan segera menikah dengan perempuan yang dibawanya kemarin. Sikap Baasuki yang makin abai dan kasar pada keluarga, mungkin benda itulah sumber segalanya. Tugas mengurus rumah tetap perempuan itu lakukan walau hati dan pikirannya entah mengembara ke mana. Pekerjaan yang seharusnya selesai sebelum si bungsu datang, kini malah molor. Hingga Bagas pulang sekolah, masih banyak yang belum sempat tersentuh tangan. Baju ke
Happy Reading*****Setengah badannya tampak di cermin sangat kusam. Kerutan-kerutan halus mulai tampak di ujung dan bawah mata. Usia Yanti memang tidak muda lagi, tetapi saat perempuan lain dengan perawatan tubuh dan wajah yang rutin masih terlihat cantik, dia justru sebaliknya. Lusuh, kusam dan tak terawat, apalagi kulitnya yang cenderung lebih gelap dari perempuan-perempuan bermusim tropis, semakin menambah kesan jelek padanya. Selama ini dia tak memperhatikan penampilan. Berusaha sebaik mungkin merawat anak dan suami, tetapi justru sekarang hal itulah yang memicu perselingkuhan Basuki. Yanti mengelap setitik air yang jatuh di pipi. Menambahkan bedak tabur agar mata sembabnya tak terlihat. Cukup sudah kesedihan itu, dia segera berdiri dan keluar kamar."Ayo, Kak. Mama sudah siap," ucap Yanti di depan kamar si sulung. Sore ini mereka harus ke rumah orang tua Basuki. Ibu mertuanya mengadakan haul meninggal sang suami, begitu informasi
Happy Reading*****"Temui aku di kafe sembilan enam, dekat rumahmu. Sekarang nggak pake lama!" pinta Ilyana di telepon. "Maaf, aku masih banyak kerjaan," jawab Yanti ramah. "Halah, kerjaan cuma ngurus rumah aja sok. Jangan buat aku marah, deh. Aku bisa laporin ke Mas Basuki biar kamu tahu rasa.""Setengah jam lagi, itu kalau kamu mau. Kalau nggak, ya, sudah." Yanti menjawab santai. "Oke, jangan molor kayak karet." Ilyana menutup panggilannya. Yanti menatap layar ponsel tak percaya. Ada angin apa sehingga Ilyana meminta bertemu. Jika untuk memaki-maki, rasanya tidak mungkin. Bukankah yang bersalah adalah perempuan itu. Perempuan muda itu yang hadir di tengah rumah tangga antara dirinya dan Basuki. Semoga hati dan pikirannya sudah terbuka untuk tidak mengganggu hubungan rumah tanggaku. Doa Yanti dalam hati. Kurang dari setengah jam, perempuan dengan tinggi sekitar 155
Happy Reading*****Ketika kesakitan masih melanda jiwa dan raga, Yanti tetap melaksanakan kewajibannya mengurus sang suami. Perempuan itu segera menyiapkan makan siang untuk Basuki dan Bagas yang baru pulang. Ketika akan memanggil mereka berdua, suara teriakan seorang perempuan terdengar.Yanti mengenalnya, pemilik suara itu tak lain adalah sang ibu mertua. Kehebohan apalagi yang akan terjadi setelah ini, pikiran perempuan berambut hampir sepinggang itu mulai bertanya-tanya. Siksaan demi siksaan sudah dia alami dari pagi dan sekarang teriakan mertuanya merupakan tanda siksaan yang kesekian kali di hari ini."Kamu nggak tahu diri banget, Yan!" teriak p
Happy Reading*****Setelah mengucap kata talak, Basuki pergi begitu saja dengan Ilyana yang sudah menunggu di depan kafe itu. Arya, suami Naina masih melongo menatap Yanti dan istrinya bergantian. Merasa iba dengan perempuan yang sudah dijatuhi talak suaminya, lelaki itu menyodorkan jus yang mereka pesan."Minumlah, Mbak. Maaf kalau buat suamimu salah paham. Aku nggak nyangka bakalan gini akhirnya," ucap Arya tulus dengan wajah penuh penyesalan."Aku yang harus minta maaf, Mas," ucap Yanti pada Arya, "Nai, kamu tahu sekarang, 'kan? Gimana kelakuan suamiku.""Sabar, Say," ucap Naina. Dia kemudian merengkuh sang sahabat ke dalam pelukan dan salah satu tangannya mengelus-elus rambut. "