Share

Bab 6

      Satu minggu berlalu, akhirnya rombongan ayah dan anak akhirnya sampai di Bandara Komodo setelah 2 jam terbang, mereka sampai tepat pukul 1 siang. Cuaca cukup panas karena matahari tengah bersemangat memancarkan sinarnya, mereka sampai setengah berlari memasuki bandara dan tak lupa sunglasses yang bertengger di wajah mereka.

      Ketika menunggu koper keluar dari konveyor, netra Narthana menjelajahi isi bandara yang tidak terlalu ramai. Tiba-tiba ia melihat sesuatu, ada sosok perempuan yang amat dikenalinya—Elia. Gadis itu sepertinya juga baru mendarat, namun ia sudah mendapatkan kopernya.

       Disampingnya ada seorang laki-laki yang tengah mendorong troli

yang berisi barang-barang dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya merangkul pundak Elia. Meski kini gadis itu memakai masker dan hoodie, namun Narthana masih bisa mengenalinya.

“Kak? Lihat apa sih? Kok kayaknya kaget begitu,” Jivan mendekati Narthana yang terpaku di tempatnya.

“Nggak, yuk,” Narthana mengambil kopernya yang ternyata sudah ada di tangan Jivan.

       30 menit berlalu, van yang mereka tumpangi sampai di hotel. Keenan mengurusi administrasi untuk check-in.

“Gue sekamar sama lo,” Keenan mengangsurkan card key-nya ke tangan Sena.

“Gue sama bang Johnny kalau gitu?” Satya mengulurkan tangannya dan lalu mengambilnya.

“Iya, Narthana sama Revian, ya. Terus Arusha sama Jivan,” Keenan membagi kunci ke anak-anaknya.

       Mereka menuju kamar masing-masing, ternyata Satya & Johnny diberikan kamar paling spesial yang langsung berhadapan dengan pemandangan laut, sementara Keenan memilihkan kamar dirinya dan Sena dengan pemandangan bukit.

“Anjir, papa lo keren banget, Sha. Ini langsung lihat laut,” Jivan langsung heboh kala memasuki kamar, kakinya langsung melangkah ke balkon utama.

       Angin sepoi-sepoi menyapa wajah mereka, Arusha mengabadikan beberapa momen.

“Foto-foto ayo,” Arusha tak menyia-nyiakan momen, ia mengambil beberapa foto bareng dengan Jivan.

“Eh iya, jangan lupa nanti makan malam jam 7,”

“Iya, mau gue duluan atau lo yang mandi?” tanya Arusha.

“Lo aja, gue masih mau menikmati. Hehe,” Jivan tersenyum kecil.

       Sementara suasana di kamar Narthana &Revian begitu hening, tadinya Revian ingin menikmati suasana, namun ia menyadari kalau air muka Narthana begitu berbeda dari biasanya.

“Lo kenapa? Lagi ada masalah?” tanya Revian.

“Nggak apa-apa,”

“Jangan bohong sama gue,”

“Gue mau tidur aja, capek,” Narthana menghempaskan dirinya ke kasur dan lalu tak lama ia benar-benar tertidur.

***

        Saat sore menjelang, anak-anak memutuskan untuk berenang di infinity pool. Mata mereka benar-benar dimanjakan dengan pemandangan, belum lagi sinar matahari sore yang terasa begitu hangat.

“Loh kok cuma bertiga? Narthana kemana?” Satya heran kala hanya melihat Revian, Arusha dan Jivan yang berada di kolam renang.

“Tadi udah aku ajakin, Om. Tapi dia nggak mau,” sahut Revian.

“Papa sama yang lain nggak ikut renang?” tanya Jivan.

“Nggak, Van. Kita mau ke sauna, kalian hati-hati. Jangan sampai ngebahayain,” peringat Sena.

“Siap, Om !!!” Revian sebagai yang tertua disitu merasa bertanggung jawab.

        Keempat lelaki itu pun meninggalkan anak-anak mereka dan menuju area sauna. Mereka memasuki sebuah ruangan yang cukup besar.

“Narthana kenapa? Tumben dia nggak ikut sama yang lain, padahal pas sebelum berangkat dia antusias

juga,” ujar Johnny.

“Nggak tahu gue, Bang. Kasihan gue jadinya sama Revian, dia kan sekamar terus lagi liburan gini dia mesti hadapi Narthana yang tiba-tiba moodnya jelek,”

“Santai anak gue mah, Sat,” Johnny menggelengkan kepalanya.

“Sekretaris lo nggak diajak?” tanya Sena.

“Lo nanyain Devina mulu deh, Sen. Kayaknya lo deh yang naksir dia,” tanggap Keenan.

“Ih, nanya doang gue,” Sena mengerucutkan bibirnya.

“Udah-udah. Jangan debat disini, diem aja mending,” Johnny menengahi.

“Gue mau cek Narthana dulu kalau gitu,” Satya yang sejak ucapan Revian tadi didengarnya merasa tak tenang, ia beranjak dari duduknya.

***

“Nat, Papa depan kamarmu. Buka pintunya,” Satya menghubungi Narthana kala sampai di depan pintu kamarnya.

        Tak lama, pintu itu sudah terbuka. Narthana langsung berbalik kembali masuk sebelum Satya bisa melihat kondisinya. Anak itu kembali bergelung dibalik selimut, ia biarkan televisi menyala dengan volume minimum agar kamarnya tidak terlalu sepi.

“Kamu kenapa? Tadi kata Revian nggak mau ikut renang? Lagi ada masalah? Atau berantem sama salah satu dari mereka?” Satya duduk di tepian ranjang.

“Nggak kok, Pa. Aku oke,”

“Cerita dong sama Papa, biar kamu lebih lega. Terus Papa nggak enak juga sama yang lain, Om Keenan udah aturin loh,” Satya mengelus surai hitam milik Narthana.

       Narthana bangun dari tidurnya dan setengah terduduk, ia menghembuskan nafas panjang.

“Tadi di bandara, aku lihat ada perempuan mirip Elia,”

“Elia yang kerja di Sadajiwa? Terus?”

“Iya, Pa. Aku kalau kesana suka ngobrol sama dia, asik orangnya. Meski aku lebih muda dari dia, tapi dia nggak anggap aku anak kecil. Tadi, aku lihat dia ternyata ambil flight sama kayak kita, dia kayaknya mau liburan juga,”

“Sama cowok?” tebak Satya.

“Iya, Pa. Mana cowoknya ngerangkul Elia,”

“Kamu suka Elia?” tembak Satya lagi.

        Narthana diam.

“Boleh, kok. Hak kamu suka dia, jangan minder juga karena kamu lebih muda dari dia, perasaan nggak bergantung dari itu. Tapi kamu harus tahu posisi, ya? Kamu sama Elia belum terikat hubungan apa-apa, terserah Elia mau pergi atau liburan sama siapa. Kalau kamu suka, usahakan. Tapi, kalau dia nolak jangan memaksa. Oke?” Satya tersenyum tenang.

“Iya, Pa. Aku paham, maaf kalau mood jelekku

aku bikin yang lain nggak nyaman,”

“Nggak apa-apa, sekarang kamu mandi ya. Atau kalau masih mau, susul berenang teman-temanmu yang lain, abis itu kita makan malam bareng. Oke?”

        Narthana mengangguk. Sepeninggal Satya, ia mengecek ponselnya dan sama sekali belum ada balasan dari Elia. Akhirnya ia memutuskan untuk menyusul teman-temannya untuk berenang.

Sementara di Jakarta...

       Setelah ditinggal liburan oleh papa dan adiknya, Elenio memutuskan untuk mengajak Alastair—salah satu sahabatnya untuk menginap di unit dan itu pun bertepatan dengan deadline project mereka yang harus diselesaikan minggu ini.

“Si Rasen nih, Lagi banyak tugas gini, malah ngabur liburan sama Elia,” Alastair misuh-misuh sambil menghadap laptopnya.

“Biarin aja, lagian dia udah setor bahannya ke gue. Tinggal diolah, dia udah lama nggak jalan sama Elia,”

“Heran gue mah, nggak pacaran tapi berasa kayak pacaran,” Alastair belum berhenti mengeluh.

“Lo tahu sendiri gimana ceritanya, Air. Udah daripada lo bacot mulu, kerjain aja. Gue mau masak buat lo,”

“Asiiikkk..dimasakin,” air muka Alastair seketika berubah.

“Gue tuan rumah yang baik, ada tamu tuh dijamu. Emang lo, gue ke rumah malah gue yang disuruh masak,”

“Wah, lo dendam sama gue ternyata,” Alastair melemparkan boneka berbentuk moomin yang ada di ruang keluarga.

“Punya Revian itu, nanti kalau kotor gue bilang gara-gara lo,” Elenio tertawa kecil dan lalu mengambil langkah seribu menuju dapur.

         Ia, Alastair dan Rasendria memang sudah bersahabat lama, sejak mereka duduk di tingkat 1 perkuliahan. Mereka menghuni jurusan yang sama—Teknik Industri, meski karakter ketiganya berbeda tapi mereka saling melengkapi.

         Elenio dinobatkan sebagai si kalem dan dewasa, yang bisa menghadapi masalah dengan kepala dingin. Nio—biasa ia disapa, adalah mesin advice paling realistis, jadi kalau sedang patah hati berat dan butuh dukungan untuk meredakan kesedihan, dia akan jadi tempat paling menyebalkan.

         Sementara Alastair, si paling tampan diantara yang tampan. Wajahnya disebut begitu mirip Jaehyun—member boyrgroup NCT, namun ternyata dibalik semua kesempurnaannya Tuhan memberi satu hal baginya. Dia jayus, humor Alastair kadang sulit dipahami oleh Elenio dan Rasendria, mereka lebih sering tertawa karena mengomentari betapa kunonya

humor Alastair.

          Nah yang terakhir, dia Rasendria. Si cowok asli Surabaya yang tercampur dengan darah Chinese dari leluhurnya, itu kenapa teman-temannya menjulukinya koko-koko chindo, ia paling pintar diantara 3 sekawan ini. Ia aktif di BEM sebagai divisi humas, kemampuan bicaranya adalah yang terbaik sehingga pernah mewakili kampus di juara Debat Nasional.

          Kalau kekurangan Alastair adalah candaannya yang kelewat jadul, maka Rasendria adalah Elia—gadis yang berasal dari jurusan Sastra Inggris, yang sudah dicintainya sejak SMA. Namun, Rasendria tak pernah benar-benar memiliki Elia, gadis itu takut akan komitmen karena trauma masa lalunya.

         Entah sudah berapa perempuan ditolak Rasendria karena adanya Elia, padahal Alastair dan Elenio sering memberitahu kalau sebaiknya Rasen mencari yang lebih pasti. Tapi, Rasen tetap pada pendiriannya.

          Oh, kalau soal percintaan Elenio, dia jarang berpacaran. Sepertinya bisa dihitung jari, pacaran terakhirnya usai 1,5 tahun lalu. Nio menjalin hubungan dengan Dhira, rekannya di BEM yang menghuni jurusan Hukum. Mereka putus karena Nio tak tahan dengan sifat pencemburu yang dimiliki Dhira.

          Dan kembali ke malam ini, Elenio membuatkan Alastair seporsi mac 'n cheese

juga kentang goreng yang melimpah, tak lupa ia membawakan soda.

“Nah, makan nih sepuasnya. Tapi tugas kita mesti selesai 40% malam ini,” ujar Elenio.

“Begini dong, kan aman. Ayooo !!!” Alastair tertawa.

“Tapi awas, kejunya jangan kena laptop gue,” peringat Elenio.

“Oke, siap bos,” Alastair berlagak hormat.

***

Visual notes :

1. Alastair Pramesta (NCT Jaehyun)

2. Rasendria Dinendra (NCT Winwin)

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status