Beranda / Pendekar / Giok Langit / Bab 6 : Pertempuran di Desa Qinglan

Share

Bab 6 : Pertempuran di Desa Qinglan

Penulis: Adidan Ari
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-30 18:39:25

Desa Qinglang jadi gempar karena terkejut dengan kedatangan perwira Kai yang terlalu tiba-tiba. Dua puluh orang berpakaian prajurit lengkap dengan menunggang kuda-kuda gagah, itulah pasukan pimpinan Perwira Kai yang dibawa ke desa Qinglan.

Keadaan semakin gempar ketika perwira itu melukai seorang perempuan yang mereka semua tahu sebagai istri dari Lu Taihiap (Pendekar Lu). Beberapa pemuda mencoba untuk membela Mei Mei, tapi mereka hanya mendapat pukulan yang lebih keras dari bawahan perwira Kai.

Kini, keadaan kembali gempar karena kedatangan Yang Feng yang mengirimkan suara berisi tenaga dalam, membuat suaranya jadi lebih keras beberapa kali lipat.

“Siapa di sini yang dipanggil Perwira Kai?”

Ayam-ayam berkokok dan lari ketakutan. Babi, sapi, kambing, serta hewan-hewan ternak lain merunduk dengan ngeri setelah datang bentakan yang seolah turun dari langit. Tak lama kemudian terdengar ringkik kuda dari salah satu sisi desa, Yang Feng segera menoleh ke sumber suara untuk menemukan sekumpulan kuda sedang tertambat di pohon-pohon sana.

Kiranya itu adalah warung makan yang tak begitu besar tempat rombongan perwira Kai berhenti di sana. kedua puluh prajurit keluar dari tempat itu dipimpin oleh perwira Kai sendiri.

“Akulah orangnya,” jawab perwira Kai dengan pengerahan tenaga dalam pula untuk menunjukkan kemampuannya.

Yang Feng berjalan cepat menghampiri rombongan itu, sama sekali tak ada sikap takut pada setiap langkahnya. Long Wei dan Lu Kwan mengikuti.

Begitu dua kelompok saling berhadapan, orang-orang yang menonton segera tahu kalau sebentar lagi pasti akan terjadi hal buruk. Mereka tergopoh-gopoh masuk rumah untuk bersembunyi atau menjauh sejauh mungkin.

“Kalian para tentara kekaisaran yang seharusnya melindungi rakyat kecil, kenapa justru menindas kami?” ujar Yang Feng yang mukanya sudah memerah karena marah.

Perwira Kai menjawab dengan sikap seorang perwira, kepala sedikit mendongak. “Siapa yang kaumaksud?”

“Wanita yang sudah kausiksa dengan kejam tadi, itu adalah istri sahabatku!”

“Wanita tadi?” Kening perwira Kai mengerut, kemudian pandangannya jatuh kepada Lu Kwan dan menunjuknya. “Aku tahu dia itu istrinya.”

Yang Feng terbelalak dan menatap keduanya bergantian. Namun, ia segera menepis rasa kagetnya untuk kembali mengirim bentakan. “Kalau sudah tahu kenapa kau nekat? Apa kau tak tahu siapa dia? Dia adalah Lu Taihiap, pendekar budiman yang sudah memenggal kepala banyak orang jahat. Andai dunia tahu istrinya diperlakukan tidak adil, yakinlah tubuhmu akan diremukkan oleh para pendekar gagah yang membelanya.”

Akan tetapi, perwira Kai sama sekali tidak menunjukkan rasa takut. Sama sekali.

“Aku sudah membawanya, seperti perjanjian.”

Yang Feng dan Long Wei menoleh ke arah Lu Kwan yang mengatakan itu. Wajah mereka diliputi kebingungan yang tak bisa disembunyikan.

“Apa maksudnya?” Long Wei yang sejak tadi diam kini bersuara.

Wajah Lu Kwan tiba-tiba berubah keras. “Dia adalah Yang Feng, salah satu pemilik Giok Langit.”

“Keparat!” Yang Feng membentak. “Apa maksudmu, bocah?”

Terdengar suara-suara senjata dicabut dari tempatnya disusul teriakan membahana. “Tangkap mereka!” dan pedang perwira Kai membelah angin, menciptakan suara desing tajam menusuk telinga.

Yang Feng yang jadi sasaran memundurkan badan sampai punggungnya hampir menyentuh tanah, kemudian ia menendang lengan perwira Kai yang memegang pedang berbarengan tubuhnya melayang di udara.

“Lawan mereka Wei Ji,” serunya. “Lawan, lawan! Pertahankan nyawamu!”

Long Wei merunduk untuk menghindari serangan golok yang mengarah leher disusul tubuhnya yang bergulingan karena tusukan pedang dari prajurit lain. Begitu bangkit, ia melihat dua orang itu sangat bernafsu untuk merobek perutnya. Tentu saja Long Wei tak bisa membiarkannya begitu saja, dia mencabut pedang pendek dan menebas.

Suara nyaring pertemuan dua senjata terjadi selama beberapa saat sebelum salah satu prajurit berteriak kesakitan karena pedang Long Wei berhasil melukai lehernya.

Di sisi lain, Yang Feng harus menghadapi serbuan empat orang sekaligus yang tak segan-segan mengayun senjata mengarah titik vital.

“Turuti perintah perwiramu, tolol!” ia mengemplang kepala seorang prajurit sampai bergulingan. “Dia menyuruh untuk menangkapku, bukan memenggalku—pergi kau!” dia menangkis serangan golok lain dengan tangan kosong. Golok itu patah seketika.

Sedangkan prajurit yang tersisa masih tak bergerak dan hanya berdiri mengamati.

Lu Kwan tampak saling berbisik dengan perwira Kai. Wajah Lu Kwan diliputi ketakutan sampai tampak pucat, sedangkan perwira Kai kelihatan senang karena terus menyeringai.

“Lu Kwan, apa yang kaulakukan?” Yang Feng menghindar dengan cara melompat tinggi. “Apa mereka mengancammu? Jujurlah!”

Long Wei berhasil menundukkan satu prajurit, sedangkan prajurit yang tersisa ini sungguh lihai. Kemampuannya jauh lebih tinggi dibandingkan prajurit yang tadi ia gores batang lehernya. Long Wei menduga prajurit ini lebih senior dari yang tadi.

Ketika pedang si prajurit terayun, Long Wei melihat lowongan di tulang rusuk sebelah kanan. Dia tak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Long Wei maju satu langkah lebih dekat dan menyusulkan tendangan kaki kanan secepat kilat. Seperti dugaan, prajurit itu menebas kaki kanannya. Namun, Long Wei menyeringai karena serangan itu hanyalah tipuan, sedangkan serangan yang mengandung tenaga sepenuhnya adalah pukulan tangan kiri mengarah tulang rusuk.

Kraaakk

“Aaaarrrgghhh!” Prajurit itu memekik kesakitan.

Long Wei menekan leher lawan sampai sebatas pinggang, lalu sraaattt, putuslah kepala itu.

Melihat kematian kawannya, tiga prajurit lain menerjang Long Wei yang tampak semakin girang.

“Datanglah! Akan kuputus kepala kalian seperti miliknya!” Ia menyongsong lawan-lawannya.

Percakapan rahasia antara Lu Kwan dan perwira Kai tampaknya sudah usai. Perwira itu tersenyum makin lebar. “Pendekar Tapak Baja Yang Feng, kusarankan agar kau menyerah dan memberikan Giok Langit itu padaku. Kaisar sangat membutuhkannya.”

Yang Feng menggertakkan gigi. “Aku bersumpah akan melindunginya dengan nyawaku! Lebih baik mati daripada melihat kaisar lalim itu menyentuh giok ini!”

“Kau yang memaksa!” perwira Kai masih menyeringai. “Bunuh saja mereka!” dan sisa-sisa prajurit yang tadi tidak menyerbu kini ikut menyerang.

“Ah, bajingan! Akan kuingat ini, Lu Taihiap!” Yang Feng memelototi Lu Kwan yang membuang muka. “Akan kuingat! Wei Ji, kita mundur.”

Sebenarnya, Yang Feng bisa saja keluar dari pertempuran ini setelah menghabisi mereka semua. Dia adalah pendekar besar dari timur yang berjuluk Tapak Baja, tidak mungkin pengeroyokan dua puluh prajurit ditambah satu perwira itu mampu merepotkannya.

Akan tetapi, kakek ini tak mau ambil risiko. Di sana ada Long Wei yang harus ia lindungi, sedangkan pembawa Giok Langit adalah Long Wei pula. Jika dia terus mengamuk, akan sulit bertarung sambil melindungi Long Wei. Karena itulah Yang Feng memilih mundur.

Perwira Kai tidak berniat membiarkan mereka pergi dengan mudah. Dia langsung naik kuda dan menghalangi jalan kabur Yang Feng. Kakek itu menggeram marah lalu mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya sehingga ia melayang bagai burung raksasa.

“Minggir!” sambil membentak, ia melakukan gerakan pukulan tapak mengarah muka perwira Kai.

Karena jarak mereka terlalu dekat, ditambah kelihaian perwira Kai jauh di bawah Yang Feng, dia terlambat untuk bereaksi. Pedangnya sudah menebas hendak menahan serangan, tapi tapak itu datang terlalu cepat. Akibatnya serangan Yang Feng masih berhasil menghantam dadanya.

Perwira itu memekik kesakitan lalu jatuh dari kuda.

Usaha perwira Kai tidaklah sia-sia karena kini Yang Feng dan Long Wei sudah terkepung lagi. Ketika Yang Feng memutuskan hendak mengerahkan ilmu silat tingkat tingginya untuk mempercepat pertarungan, tiba-tiba terdengar lengking tinggi yang amat nyaring.

“Cang Er ….” Long Wei bergumam tanpa sadar saat wanita cantik berambut hitam panjang itu menebas tubuh dua prajurit dari belakang.

“Kakek Yang, kakak Long, cepat!”

Sejenak Yang Feng melongo, merasa sedikit curiga kalau gadis itu membantu ayahnya yang berkhianat. Akan tetapi ia melihat Long Wei sudah berlari lebih dulu maka tak ada pilihan selain ikut.

“Cepat pergi keluar dari desa. Aku akan menahan tentara-tentara ini,” kata Cang Er tanpa memandang mereka berdua.

“Jangan bodoh, anak baik. Kau akan menghadapi serbuan prajurit-prajurit itu?”

Dari samping mukanya, Long Wei dapat melihat Cang Er tersenyum tipis. “Ini penebusan untuk pengkhianatan ayahku.” Dia lalu memandang sedih ayahnya yang melihat dari jauh dengan mata terbelalak. “Dia berhutang penjelasan padaku. Sekarang cepat pergi.” Cang Er telah memutar pedangnya karena prajurit-prajurit itu sudah menyerbu dengan ganas.

Yang Feng dan Long Wei saling pandang sejenak. “Giok Langit harganya lebih dari apa pun,” ucap Yang Feng. “Pergilah, aku akan membantu Cang Er.”

“Tapi ….”

“Cepatlah, aku bisa atasi mereka!”

Setelah ragu sejenak, Long Wei tidak ada pilihan lain selain pergi dari sini. Dia adalah pemegang Giok Langit, ia sadar itu dan dia harus melindunginya.

“Aku akan kembali,” katanya singkat sebelum pergi menuju gerbang desa Qinglan.

Yang Feng mampu bernapas lega melihat pemuda itu menurutinya. Ia lantas berbalik untuk menghadapi serbuan para prajurit sekaligus membantu Cang Er.

“Jangan nekat, Er Ji!” Lu Kwan melompat tinggi, sungguh luar biasa ilmu meringankan tubuhnya.

Dia mengayunkan golok untuk menangkis serangan prajurit yang tadi menekan anaknya, bunga api berpijar.

Cang Er mundur dengan waspada, menentang pandang ayahnya tanpa rasa takut. “Kenapa ayah mengkhianati mereka?”

“Kita tak akan bisa melawan kekaisaran dan keluarga kita diancam, kau tahu itu.”

“Begitukah sikap Lu Taihiap?” Cang Er meraung murka. “Lalu kenapa? Seorang pendekar besar harus takut mati?”

“Cang Er!” Lu Kwan membentak penuh kemarahan. “Turuti kata ayahmu, jangan menyerang!”

“Aku menuruti pesanmu.” Cang Er menggigit bibir, menahan setitik air mata yang hampir turun. “Demi kebenaran, aku tak takut mati. Itulah sifat pendekar!” dan Cang Er berbalik menyerang ayahnya.

Lu Kwan merasa sedih sekali karena diserang oleh putri satu-satunya seperti itu. “Kau tak tahu mana benar mana salah,” desisnya. “Ini kulakukan demi kau dan ibumu!” Lu Kwan menebas, sangat kuat sampai membuat tangan Cang Er gemetar.

Yang Feng yang tadi sibuk menghadapi pengeroyokan prajurit lain, melihat hal itu, cepat melesat ke depan Cang Er menjadi penghalang antara Lu Kwan dan anaknya.

“Urusanmu denganku,” desisnya tajam menatap Lu Kwan. “Cang Er, kauhadapi mereka. Kebanyakan sudah terluka, itu tak akan terlalu sulit untukmu.” Walau sedikit khawatir karena ia mampu melihat ilmu Cang Er berlum terlalu matang, tapi apa boleh buat.

Bilah golok hampir menyentuh punggung Yang Feng, tapi pemegangnya langsung meregang nyawa setelah mendapat tusukan dari Cang Er. Gadis itu segera mengamuk menghadapi terjangan sisa prajurit.

“Kau terluka, aku sudah tahu sejak awal,” ucap Lu Kwan yang tidak membuat Yang Feng terkejut. “Kekuatanmu menurun jauh sekali. Kau tak akan bisa melawanku saat ini.”

“Ini bukan soal menang kalah.” Yang Feng bersiap dengan kuda-kuda. “Ini tentang pengkhianatan dan kehormatan seorang pendekar.”

Lu Kwan nampak murung. “Kau harus memaafkanku.” Ia bersiap pula. “Aku akan membunuhmu, kakek Yang.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Giok Langit   Bab 78 : Kabar Duka

    Tanpa melakukan pengumuman atau apa pun, para biksu itu segera tertarik ketika murid kepala mereka keluar dari tenda membawa senjata. Mereka rata-rata sudah berumur tiga puluh tahun lebih, tapi Tian Ju sendiri mungkin masih dua puluh lima tahun, hal ini menandakan bahwa tingkat kepandaian Tian Ju sudah melebihi mereka sehingga pantas disebut sebagai murid kepala.Mereka mencari tanah lapang yang letaknya tidak terlalu jauh dari sana. Begitu berdiri saling berhadapan, dua lusin biksu Taring Naga sudah berdiri menonton di pinggir dengan tatapan penasaran.“Pakai senjatamu, Saudara Long, jangan sungkan-sungkan.” Tian Ju tersenyum.Pemuda itu lantas memutar tongkat bajanya yang berat lalu melintangkannya di depan dada. Kemudian dengan memegang tongkat menggunakan dua tangan, ia arahkan salah satu ujungnya ke tubuh Long Wei sedang tubuhnya sendiri agak membungkuk.Dalam pandangan Long Wei, kuda-kuda itu amat sempurna dan hampir tidak bercelah sama sekali.Karena lawan menggunakan senjata,

  • Giok Langit   Bab 77 : Desa Kuang

    Selama perjalanan, kepala Long Wei selalu dipenuhi dengan dua mayat pria di rumah yang ia masuki ketika terjadi kekacauan panen raya tersebut. Sudah berkali-kali ia menghubung-hubungkan antara dua mayat itu dengan sastrawan yang dipanggil Tuan Lo.Kejadian tiga minggu lalu di rumah itu masih diingatnya sejelas baru terjadi kemarin. Long Wei yakin sekali dua orang yang mati itu adalah dua orang pendekar karena di dekat mereka tergeletak pula senjata pedang dan golok. Namun yang jadi pertanyaan, siapa pihak baiknya di sini? Tuan Lo ataukah dua pendekar itu?“Ah, semakin dipikir semakin memusingkan,” gumamnya sedikit putus asa. “Jika memang dua pendekar itu adalah pihak benar, maka yang dipanggil Tuan Lo itu tentu orang berbahaya.” Pikirannya kembali diputar, ia mengingat kembali bahwa Tuan Lo pergi bersama perwira kekaisaran. “Tunggu, bukankah yang datang itu seorang perwira? Dari golongan mana dia?”Sambil terus memikirkan hal ini, tanpa terasa Long Wei sudah tiba di kaki bukit tempat

  • Giok Langit   Bab 76 : Selesai

    Serangan palu raksasa Jit Kauw semakin cepat dan kuat. Memang dia adalah seorang yang luar biasa, dengan tubuh besarnya bukan tidak mungkin palu raksasa itu bergerak dengan cepat.Melihat kematian Shi, Han Rui jadi semakin kewalahan. Ia sejak tadi tak berani langsung menangkis palu raksasa itu, hanya menghindar dan sesekali balas menyerang ketika ada lowongan. Kini pikirannya jadi kurang fokus sehingga ketika ada kesempatan menyerang, Han Rui tidak sadar dan terus menghindar.“Kenapa hanya main mundur? Lakukan perlawanan!” ejek Jit Kauw yang masih terus memperhebat serangannya.Angin keras terdengar cukup mengerikan setiap kali palu itu terayun. Han Rui makin lama makin repot juga menghadapi desakan itu. Ditambah setelah kekalahan Shi, semangat orang-orang itu berkurang drastis sehingga mereka bertempur tidak sehebat tadi. Ini membuat beberapa anak buah Jit Kauw berhasil lolos dan melakukan serangan dari titik-titik buta.“Kuanggap ini sebagai kekalahanku, kau memang hebat Palu Raksas

  • Giok Langit   Bab 75 : Tumbang

    Pertempuran baru saja dimulai ketika empat orang langsung menggempur Cang Er tanpa ampun. Gadis itu agak terkejut juga karena orang-orang yang ia anggap sebagai bandit ini ternyata tak hanya terdiri dari kaum lelaki, banyak juga wanitanya. Juga pakaian mereka jauh lebih layak dan rapi daripada anak buah Jit Kauw. Jadi kalau sekilas pandang, saat ini pihak Jit Kauw lah yang jadi bandit dan pihak Shi yang jadi pahlawan kebenaran.“Keparat!”Pedang Cang Er menebas dalam gerakan lambat berdasarkan ilmu Pedang Pembelah Langit. Gerakan yang lambat namun penuh tenaga ini jelas dipandang ringan oleh empat orang itu yang belum mengetahui sama sekali. Maka mereka dengan berani menangkis serangan Cang Er.Traang ... traang ....Dua pedang yang bertemu dengan pedang Cang Er langsung patah menjadi dua. Sementara itu, Cang Er tak berniat menghentikan serangan sama sekali. Maka dari itulah dalam waktu singkat, dua kepala manusia melayang bersamaan dengan putusnya nyawa.Cang Er melanjutkan serangan

  • Giok Langit   Bab 74 : Tak Dapat Dihindari

    Sekeluarnya dari rumah kepala desa, mereka menuju bangunan tempat bermalam untuk berunding.“Kita akan masuk?” Cang Er bertanya ragu. “Tidak mungkin, kan?”“Tentu saja tidak mungkin. Itu amat berbahaya. Musuh pasti sudah tahu isi dari ruang rahasia itu seperti apa, sedangkan kita sama sekali buta. Tindakan itu bisa dibilang bunuh diri,” sahut Liang Kun cepat. “Saudara Jit, bagaimana menurutmu?”Lelaki itu berpikir keras selama beberapa saat. “Satu-satunya cara, sepertinya harus kita sendiri yang berjaga diam-diam di ruang itu.”“Berarti memang tidak ada cara lain, ya ....” Ekspresi Liang Kun berubah sedikit tegang. “Kalau kita menanti di dalam, tak ada jaminan musuh akan datang lagi malam ini. Juga kita tidak tahu apakah Poan Ci dalam keadaan selamat ataukah sudah mati?”“Soal itu ....” Jit Kauw menundukkan kepala dalam-dalam lalu terdengar helaan napas berat. “Aku sungguh tak mengerti. Kita benar-benar tak berdaya akan diri Poan Ci, satu-satunya cara adalah membuat sisa anak-anak itu

  • Giok Langit   Bab 73 : Bohong

    Malam lewat dengan penuh kekhawatiran yang tak terjawab. Setelah selesai berbincang dengan Cang Er, Jit Kauw langsung mengubah formasi penjagaan. Kini formasi diperketat di sekitar wilayah rumah kepala desa. Lusinan pria berpakaian kasar dan bersenjata berbagai macam tampak mengerikan saat mereka berdiri di tempat masing-masing dengan mata mencorong.Melihat ini saja orang akan bisa langsung menyimpulkan bahwa orang bodoh saja yang berani nekat menerobos masuk.Namun, namanya masa depan tak ada yang tahu. Esok hari saat baru terang tanah, Cang Er, Liang Kun dan Jit Kauw dikejutkan oleh laporan salah seorang penjaga dengan muka pucat.“Pagi tadi baru disadari bahwa jumlah anak di rumah kepala desa sudah berkurang satu. Kini total ada dua puluh empat orang, seorang anak lelaki hilang entah ke mana.”Jit Kauw tak bisa menahan kemarahan lagi. Meja di depannya ia pukul keras hingga pecah jadi beberapa bagian. Mata lelaki itu melebar seakan hampir keluar, urat-urat nadi menonjol keluar dari

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status