Pipi Hanum masih bersemu merah saat dia keluar dari lift dan berjalan menuju bagian oprasional. Dia masuk dan menuturkan apa yang sudah diperintahkan sebelumnya.
“Permisi, saya Hanum dari tim 3 marketing. Saya ingin melaporkan bahwa salah satu komputer rusak dan butuh untuk diganti secepatnya.”
“Atas nama siapa komputernya?” tanya wanita berkacamata dengan tampang angkuh dan diperkirakan umurnya sekitar pertengahan tiga puluhan.
“Atas nama Titan.”
“Oke, nanti akan diantar oleh staff. Ada lagi?” tanya wanita itu tak sabar.
“Saya mau meminta kartu identitas sementara.”
Wanita itu menurunkan setengah kaca matanya, lalu mendongak dan menatap Hanum seolah Hanum ini adalah benalu yang harus segera disingkirkan detik itu juga. Sorot matanya juga seolah mengatakan bahwa dia membenci manusia-manusia ceroboh seperti Hanum.
“Ck!” decak wanita itu dengan wajah yang semakin menunjukan sikap ketidaksukaan terhadap Hanum yang ceroboh ini. “Atas nama?” tanya wanita itu singkat.
“Hanum Pelita dari tim 3 marketing,” jawab Hanum. Dia berbicara sangat lembut dan suaranya amat kecil. Dia takut dengan aura kuat yang terpancar dari wanita ini.
Hanum sudah berdiri cukup lama, sekitar sepuluh menit. Dia bahkan tidak dipersilahkan untuk duduk untuk menunggu. Hanum lebih terlihat seperti seorang siswa yang sedang dihukum berdiri oleh gurunya daripada seorang pekerja kantoran. Posturnya pun tegap dan kedua tangannya ia istirahatkan di belakang.
“Ini kartunya. Ini hanya berlaku untuk satu hari. Pastikan besok jangan sampai lupa untuk selalu membawa kartu identitas saat bekerja,” kata wanita itu dengan ketus.
“Baik, Terima kasih!” Hanum tersenyum manis. Dengan kartu ini dia bisa melaksanakan tugas lainnya dengan benar.
***
“Kalian sudah dengar kalau Kevin dari tim 1 marketing ternyata sudah punya pacar dan mau tunangan?”
“Kevin yang paling tampan itu?” seru wanita lainnya. Postur tubuh Kevin yang tingginya mencapai 180cm dan dengan fitur wajah yang terbilang paling tampan dalam jajaran laki-laki dari bagian pemasaran memang selalu menjadi pusat bahan obrolan. Hal sekecil apapun itu jika menyangkut Kevin, mereka akan mengobrol dengan sangat antusias.
Hanum yang saat ini sudah berada di ruang fotokopi menghentikan gerakan tangannya saat mendengar nama yang familiar disebut. Debaran jantungnya tiba-tiba meningkat. Dia merasa takut dengan apa yang akan ia dengar selanjutnya. Namun dia juga diam-diam tersenyum senang mengingat tadi dia bertemu dengan Kevin.
“Hei! Kamu ngalamun, gimana itu fotokopiannya berjatuhan!” tegur salah satu wanita yang berdiri di dekat mesin fotokopi dan sedang begosip dengan rekan lainnya.
“Maaf, Kak! Saya tidak konsentrasi.” Hanum buru-buru merapikan dokumen yang ia pegang. Mencoba untuk menstabilkan detak jantungnya yang berdetak cepat.
“Siapa ceweknya? Satu kantor?” lanjut mereka yang membuat Hanum juga penasaran. Bagaimana reaksi mereka jika mereka tahu kekasih Kevin ini sedang berdiri di depan mereka? Hanum membatin.
“Iya. Dari tim marketing juga.”
Brukk
Hanum tak sengaja menjatuhkan tutup mesin fotokopi dan menimbulkan suara yang cukup keras. Dan hal itu membuat tiga karyawan yang sedang bergosip tadi menoleh secara bersamaan dan menatap dengan penuh tanda tanya.
Hanum yang ditatap seperti itu langsung meminta maaf kembali dan dengan cepat memberesi dokumen-dokumen yang sudah di fotokopi. Hanum masih berdiri di posisinya. Dia masih ingin mendengar kelanjutan obrolan mereka. Apa hubungannya dengan Kevin sudah di ketahui? Bertunangan? Apa Kevin akan segera melamarnya?
Hanum terkekeh kecil. Dia tidak pernah menyangka kalau kekasihnya akan membuat kejutan besar seperti ini. Hanum yang baru tiga hari bekerja belum pernah sekalipun bertemu Kevin selain pertemuan tidak sengaja tadi di lift. Mereka sama-sama bekerja di bagian marketing, hanya berbeda tim saja. Hanum berada di tim 3 marketing dan Kevin berada di tim 1 marketing.
Selama menjalani hubungan ini, mereka sudah semakin jarang bertemu dan itu membuat Hanum sedikit khawatir akan hubungannya. Tapi dia mendengar kabar mengejutkan ini? Apa benar Kevin akan segera melamarnya untuk bertunangan? Ingin sekali dia mengkonfirmasi langsung, tapi tidak mungkin karena kalau berita ini adalah sebauah kejutan yang tidak boleh dia ketahui dulu, maka nanti Hanum akan merusak rencana kejutan Kevin.
Hanum tidak ingin terlalu memikirkan masalah ini. Sekarang tugasnya sudah selesai, dia harus segera pergi ke ruang rapat. Hanum memberesi berkas dan memastikan kalau lembar fotokopiannya tidak tertukar dan tidak terbalik. Setelah memastikan semua benar, dia kembali ke kantornya yang berada di lantai 25.
“Gimana? Udah semua?” tanya Riyan langsung.
Hanum mengangguk sebagai jawaban. “Udah, tinggal ngecek PPT aja nih. Yang lainnya ke mana?” tanya Hanum saat dia melihat hanya ada dirinya dan Riyan di kantor.
“Senior yang perempuan semua ke kamar mandi. Kamu nggak ikut ke kamar mandi juga?”
“Haa? Ngapain?” tanya Hanum bingung.
“Dandan, lah! Kamu tidak dengar tadi Kak Titan bilang apa? Nanti bakal ada Direktur langsung yang ikut rapat.”
“Terus apa hubungannya?” tanya Hanum lagi masih tak paham dengan maksud Titan.
“Hanum! IQ mu berapa sih? Gimana kamu bisa lolos masuk kerja di perusahaan ini coba? Jangan-jangan kamu curang, ya?” tuduh Riyan yang sudah merasa lelah hanya mengobrol dengan Hanum.
“Enak saja! Aku ini orang yang jujur.” Hanum melanjutkan, “Jadi kenapa? Apa hubungannya sama kedatangan direktur?”
“Kamu sudah tahu direktur kita belum sih? Dia itu direktur termuda yang paling sukses di usia 29 tahunan. Orangnya gagah dan rupawan. Masih single, dan para karyawan di perusahaan ini tuh berlomba-lomba mencoba menarik perhatian Si Pak Bos ini. Akan tetapi meskipun bos kita tampan, temperamennya itu berbanding terbalik sama ketampanannya. Orangya strict. Kita harus selalu bisa menyamai semua yang bisa dia lakukan. Orangnya galak intinya. Sampai sini paham?” cerocos Riyan Panjang lebar.
“Oh! Jadi begitu.” Hanum mengangguk paham.
“Terus yang cowok ke mana?”
“Kak Titan sama Kak Geo kayaknya udah ada di ruang rapat deh.”
Tim 3 marketing terdiri dari 8 orang, diantaranya ; Stefani, Diva, Jasmine, Titan, Azila, Geo, Riyan dan Hanum.
Ponsel Hanum dan ponsel Riyan bergetar secara bersamaan. Itu adalah pesan yang mengharuskan mereka segera pergi ke ruang rapat karena direktur sudah berada di dalam ruangan.
Setelah membaca pesan itu, baik Hanum maupun Riyan langsung berdiri panik. Mereka bahkan belum menyiapkan dan meletakan materi yang akan di bahas di atas meja rapat, tapi malah bos sudah berada di sana dan tim belum berkumpul semua. Akan jadi apa tim 3 marketing di mata direktur? Hal inipun berlaku bagi tim 1 dan 2 marketing. Mereka semua masih belum bersiap-siap karena masih ada kira-kira 15 menit sebelum rapat di mulai. Mereka semua berlari panik menuju lantai 26 tempat pertemuan akan diadakan.
Hanum orang pertama yang sampai di lantai 26, dengan berlari menaiki tangga dia tidak bisa menahan kecepatannya dan menabrak seseorang di pintu masuk. Dia mendongak dan mulutnya ternganga lebar dan matanya langsung membulat sempurna.
“Kamu!”
Tapi bukan Hanum namanya jika dia menyerah begitu saja. Dia kembali mencoba membujuk Ariana.“Dengarkan kami dulu, Kak-““Saya bilang pergi! Dengar tidak, sih?”“Saya akan membantu Kak Ariana untuk mencari kalungnya!” ucap Hanum cepat dalam sekali hembusan napas.“Kalung?”Hanum menganggukan kepalanya seperti ayam yang sedang mematuki makanannya.“Kau mendengar perkataanku tadi?”Hanum kembali menganggukan kepalanya tidak sadar bahwa pertanyaannya adalah sebuah jebakan. Ariana bangkit dan perlahan berjalan ke arah Hanum. Sedangkan Hanum hanya berdiri di tempatnya tidak tahu apa yang akan Ariana lakukan.Ariana mendekat ke arah Hanum dan membisikan kata, “Rahasiakan kejadian barusan. Atau kamu akan mendapat masalah jika menyebarkannya. Apa kamu juga ikut melihatnya?” Kini Ariana beralih ke Riyan. Riyan juga menganggukan kepalanya membenarkan perkataan Ariana.“Aku tidak takut dengan ancaman seperti ini. Jadi, daripada membuang-buang waktu untuk menyebarkan perlakuanku barusan. Mending
“Natapnya biasa aja kali,” protes Hanum saat melihat Riyan tak kunjung menyudahi ekspesi kagetnya serta mulutnya yang masih ternganga lebar.“Ini serius?” Riyan masih tidak percaya. Pasalnya, image yang dibangun perusahaan selama ini adalah Ariana yang sangat anggun dan murah senyum serta baik hati.“Serius! Coba aja tuh lihat sendiri.”“Mana?” Yang Riyan lihat adalah sosok Ariana yang sedang duduk dengan nyaman sambil bersedekap.“Ariana lagi duduk?” tanya Riyan lagi.“Bukan! Coba lihat ekspresinya.”“Tidak kelihatan. Mataku kan minus.”Hanum menepuk dahinya cukup keras hingga meninggalkan bekas merah, “Ya Tuhan. Pantesan.”“Ayo samperin,” ajak Riyan yang kini mulai berdiri dan bersiap untuk menghampiri Ariana. Tapi sebelum sempat melangkah, kakinya tertahan oleh suara keras yang ia dengar dari arah Ariana.“Belum ketemu juga? Gimana sih? Pokoknya harus dicari sampai ketemu!” tanya Ariana dengan nada tinggi.“Lapor Ariana, semua set dan staff sudah selesai menyiapkan keperluan pemotr
“Aww!”Hanum tersandung properti yang menghalangi jalan. Sebenarnya yang Hanum lewati itu bukan jalan luas, melainkan tempat seperti gudang yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan alat-alat syuting. Areanya cukup berdebu dan setiap kali Hanum menginjakan kakinya, pasti akan menimbulkan kepulan debu yang berterbrangan.Logika Hanum mengatakan bahwa jika Ariana tidak terlihat di set pemotretan, maka satu-satunya tempat yang menjadi tujuan adalah ruangan make up Ariana. Berhubung Hanum tidak hapal dan tidak tahu letak ruangannya, jadilah dia acak berjalan. Dia berniat akan bertanya pada seseorang jika dia bertemu salah satu kru pemotretan nanti.PLAKK!Hanum tidak percaya dengan apa yang barusan ia lihat dan dengar. Dia terus berdiri di tempatnya saat ini dan tidak bisa berkata-kata.“Sudah berapa kali aku bilang kalau kalung itu sangat penting. Kenapa hilang?” teriak Ariana pada salah satu asisten yang bertugas mendampingi Ariana.Barusan ia menampar wajah salah satu asistennya. Arian
Hanum dan Riyan kembali mengunjungi kantor agensi Ariana. Kali ini mereka langsung menghubungi manajer Ariana di lobi. Tak lama kemudian manajer Ariana datang dengan tampang kecutnya. Sepertinya manajer Ariana sedang dalam suasana hati yang tidak mengenakan dan hal itu membuat Hanum sedikit ragu. Dia takut akan membuat misi kali ini kembali gagal.“Jadi bagaimana? Apa direktur kalian setuju untuk bertemu dengan Ariana,” tanya Lala langsung tanpa basa-basi. Dan mereka masih berdiri di lobi kantor membuat mereka dilihat oleh orang-orang yang lewat. Mereka bahkan tidak disuruh untuk duduk di suatu ruangan. Sikap ini sedikit membuat Hanum kecewa terhadap perlakuan dari karyawan agensi Ariana ini.“Eum … jadi begini … tujuan kami datang adalah untuk menegosiasikan persyaratannya kembali.” Hanum berbicara langsung pada intinya.Hanum melihat perubahan wajah Lala yang sudah terlihat seolah tidak senang dengan kedatangan mereka menjadi tambah terlihat dingin.“Kalau begitu kalian bisa pergi d
“Azila, kamu ada masalah apa, sih sama kita berdua? Kayaknya kok sinis banget. Ini tuh tugas bersama. Bukan cuma aku dan Riyan,” jawab Hanum yang membuat suasana tambah runyam.“Tapi kan ini kemarin ditugaskan ke kamu,” jawab Azila dengan tampang tidak berdosanya.“Ini tugas bersama. Kemarin kita serahkan ke Hanum dan Riyan karena kami pikir pekerjaan ini mudah. Tapi ternyata malah diluar dugaan. Begitu sulit. Malah kalau sebenarnya ini harus dikerjakan sama senior,” kata Stefani yang langsung membuat Azila bungkam seribu Bahasa.“Tapi kan-““Sudah. Jangan dibahas. Sekarang kita fokus memikirkan jalan keluarnya bersama-sama,” kata Geo memotong pembicaraan Azila. Dia harus melakukan ini supaya tidak ada lagi pertengkaran di dalam tim tiga marketing. “Jalan satu-satunya ya kita minta tolong sama Pak Abian,” kata Riyan sesuai fakta tapi membuat rekan-rekannya diam dan tidak tahu harus merespon seperti apa. Memang benar mereka harus meminta bantuan pada Abian, itu memang syarat yang Aria
“Apa benar-benar tidak bisa dilakukan dalam waktu sembilan hari?”Jelas tidak! Ingin rasanya orang-orang di divisi marketing berteriak dan memaki Abian. Mereka ingin Abian sendiri mencoba merampungkan proyek di waktu yang sangat singkat ini.“Tidak, Pak. Kami memerlukan waktu setidaknya satu bulan paling cepat.” Bagi divisi marketing, Kevin ini sudah seperti pahlawan yang melawan penjahat terberat bagi mereka.“Baiklah. Saya beri kalian waktu satu bulan yang berarti ini sama saja dengan bukan proyek hadiah ulang tahun ibuku.” Abian memutuskan untuk mengikuti apa kata para bawahannya. Padahal, jika itu dirinya, dia yakin bisa menyelesaikan dalam waktu sembilan hari. Jelas, mereka berbeda level dalam bekerja dan ketepatan waktu. Abian ini seperti tidak menyadari kalau dirinya itu berbeda dengan para karyawannya yang jelas tidak memiliki relasi seluas Abian yang dapat mempermudah segala urusan dan pekerjaannya. Abian nampak kecewa, namun pertemuan rutin tahunan itu selesai dengan tambah