"Nggak mungkin secepat itu, aku harus bisa berbicara dengannya terlebih dahulu. Dia bukan tipikal laki-laki posesif seperti kamu, tapi dia sudah aku anggap sebagai seseorang yang sangat berharga," sepertinya Nisa salah berbicara. Dia menggigit bibir juga memejamkan matanya. Takut salah berbicara.Leon mengeratkan giginya, "Hah, masih saja kamu membahasnya. Sudah aku katakan, putuskan hubunganmu dengan dia!" intonasi suaranya sedikit berteriak, dia benar-benar marah mendengar ucapan dari Nisa."Kalau begitu, biarkan aku pulang dan berbicara dengannya. Aku harus bertemu dengannya agar dia nggak mencemaskan aku lagi," pastikan momen saat Nisa meminta izin tepat dan tidak mungkin ditolak oleh Leon."Aku akan ikut denganmu," huh rasanya Nisa ingin sekali mendorong tubuh Leon dan menghantamkan kepalanya ke tembok. Laki-laki itu keras kepala, benar-benar ingin membuat Nisa dalam kesulitan."Yang benar saja, bagaimana aku bisa menyelesaikan masalahku dengan cepat kalau kamu adalah biang dari
"Kamu nggak bisa bilang begitu dong Leon, Raka, Awww!"Nisa kembali menjerit saat lehernya digigit oleh Leon."Leon, apa-apaan sih? Kamu kayak vampire aja?" gerutu Nisa, dia benar-benar kesal dengan tingkah Leon yang kekanakan."Aku sudah bilang, jangan sebut nama laki laki lain dihadapanku. Aku nggak suka. Yang harus kamu tahu, aku adalah kekasihmu. Semasa kuliah kita berpacaran dan kamu harus segera mengingat. Dia hanya beberapa tahun saja bersamamu, sedangkan aku adalah calon masa depan kamu. Setelah bersama denganku, kamu nggak akan aku izinkan untuk memikirkan atau berhubungan dengan laki-laki lainnya," tegas Leon.Dia benar-benar tidak suka kalau hati juga pikiran Nisa memikirkan lelaki lain."Aku benar-benar nggak ingat apapun. Tolong, ahh Leon, kamu mau ngapain lagi umm hentikan Leon ahhh!" Nisa sedang berbicara, tapi setan merah menggila itu malah kembali memainkan tangannya di belahan bibir Nisa yang mudah sekali terpancing dan basah."Kita lakukan sekali lagi sayang, umm,
Nisa terdiam saat mendengar pertanyaan dari Raka. Napasnya seolah berhenti mendadak. Dia juga tidak boleh membuat Raka makin terluka dengan kenyataan yang harus dia ketahui.Nisa juga tidak boleh membohongi Raka. Saat ini detik ini, mereka bertemu memang untuk membicarakan masalah itu."Emm, sebentar ya, aku ganti baju dulu," yakin Nisa juga tidak nyaman dengan baju yang dipakainya. Apalagi bau dari baju itu sudah tercium aroma khas tubuh dari Leon. Mungkin aroma itu menyengat hingga tercium oleh hidung Raka.Bukan Nisa ingin menghindari pertanyaan Raka, tapi dia harus mengatur perkataan yang tepat agar tidak membuat Raka makin terluka.Tanpa banyak bicara Raka mengikuti Nisa ke kamarnya."Raka, kamu tunggu saja di luar. Aku nggak akan lama kok," Nisa berbalik, dia tetap nggak nyaman kalau Raka mengikutinya."Ada apa? Kenapa aku nggak boleh melihat apa yang pacar aku lakukan? Kamu kan hanya berganti baju. Kita ini sudah berhubungan hampir 4 tahun Nisa, tapi sepertinya kamu nggak perna
"Raka, aku mohon, ini bukan permainan saling membakar atau membalas. Aku mohon, Raka, aku tahu kamu pasti mengerti keadaanku kan? Uhm?" Nisa mencoba berbicara meski dia tidak yakin apakah bisa merubah keputusan menggebu Raka saat ini."Buka semua, biarkan aku melihatnya juga. Tukar bajunya sekarang dihadapanku kalau kamu memang benar-benar pernah menganggap aku sebagai seseorang yang berarti," tantang Raka, dia masih belum mau mengalah dan menuntut Nisa untuk berganti baju di hadapannya.Raka ingin melihat apapun yang belum dia lihat. Dia menahan semua dan mencoba mengerti keadaan Nisa selama 5 tahun itu."Nggak gitu dong, Raka, kamu kan tahu, aku nggak mungkin melakukan itu," hampir saja suara Nisa tidak dapat terdengar, dia malu dan merasa bersalah dengan keadaannya saat ini."Kenapa? Kenapa hanya aku yang nggak boleh melihat juga menikmati nya? Kita ini pacaran kan, Nisa? Atau kamu hanya benar benar menjadikan aku sebagai pelarian dan kamu hanya merasa nggak enak saja dengan apa
Pintu dibuka Nisa perlahan. Sebelum membukanya, Nisa menoleh ke arah Raka dan dia menarik nafasnya sedikit panjang. Dia pasti bisa langsung membayangkan kemarahan Leon. Raka bisa tahu kalau gadis itu sedang mengalami masa yang sulit.Namun, dia hanya berharap ada bagian dari dirinya yang tetap ikut andil dalam setiap kesedihannya. Raka benar-benar tulus pada gadis itu dan ingin selalu berada disisinya.“Aznii, apa kamu tuli. Ini sudah lebih dari dua jam. Apa saja yang kamu lakukan, hah? Teleponku tidak kamu angkat dan aku disini sudah hampir satu jam menunggumu. Cepat keluar!” teriak Leon terdengar cukup keras saat pintu benar benar dibuka.Nisa membeku di depan pintu dan Raka menggenggam erat tangannya. Sedetik tidak ada yang bisa mereka perbuat ketika sang Leon berbicara, bahkan Raka sempat menatap tajam ke arahnya.“Kamu benar-benar mengabaikan panggilanku? Apa kamu benar-benar sedang menikmati waktumu, Aznii?” Sekali lagi Leon memaki. Leon semakin emosi karena Nisa mengabaikannya
Bruk! Meski lemparan Leon tidak cukup keras, namun itu membuat Nisa terkejut. Leon membanting pintu mobilnya dan segera menutup rapat pintunya.“Le-Leon, tunggu dulu. Jangan marah lagi. Kita sudah bicarakan ini, aku mau di rumahku dulu kan? Bukannya kamu mau mempertimbangkan itu?” Nisa mendesak, dia benar-benar tidak ingin kembali ke rumah Leon. Baginya itu terasa seperti dalam penjara.“Jangan harap. Kamu pikir, aku bodoh, huh, kamu hanya ingin bermain-main dengannya kan? Kamu ingin dua-duaan sama laki-laki culun itu kan?” amuk Leon, matanya memerah dan giginya menahan geram. Sepertinya kalau bukan Nisa yang di depannya sekarang, Leon akan menghajarnya habis-habisan.“Nggak seperti itu, Leon, aku mohon dengarkan aku. Aku bisakah, argh!” Nisa menjerit saat tubuhnya diangkat ke pangkuan Leon. Dia seperti serigala yang kelaparan dan siap memangsa Nisa.“Katakan, apa yang kamu lakukan? Dua jam lebih, hah?” Leon memegang kedua pipi Nisa dan menginterogasi. Tatapan benar-benar seperti seri
“Ni–Nisa? Eh, Azni,” kata Aldo sedikit terbata. Dia benar-benar tidak menyangka akan bertemu Nisa di kediaman Leon.Raut wajah Nisa sedikit berubah saat melihat Aldo. Sedikit tersenyum dan memang terlihat berbeda saat bertemu dengan Aldo. Dan, Leon menyadari itu.“Elo?” tunjuk Leon dengan alis yang berkerut di keningnya.“Ups, sorry, Le, gue belum sempat cerita. Gue dan Nisa udah pernah ketemu,” jelas Aldo, dia tahu, saat ini bukan yang tepat untuk menjelaskan. Masalah itu, Aldo tidak mungkin gegabah.“Ketemu? Kapan? Dimana?” Leon sudah menaikan kembali nada suaranya, dia menatap Nisa dan Aldo secara bergantian.“Aku nggak sengaja ketemu Aldo beberapa hari lalu,” ungkap Nisa dengan nada biasa saja, seolah tidak ada yang dia sembunyikan. Yang membuat Leon tercengang adalah Nisa tidak melupakan Aldo.“Kamu bisa mengingat Aldo, Nisa?” Kini Leon dengan tatapan tidak percaya berkata, dia benar-benar kehabisan kata saat tahu Nisa mengingat Aldo.“Mana mungkin aku lupa, Aldo adalah cinta per
“Apa yang sakit, Azni? Apa yang sebenarnya terjadi padamu?” Aldo menyerobot lebih dulu sebelum Leon berbicara, mulutnya sudah gatal untuk berbicara.Nisa masih menatap Aldo, dia sendiri masih belum yakin untuk bercerita. Karena memang benar adanya dalam ingatan Nisa tidak ada Leon.“Lo jangan mancing gue lagi, Al, Lo tau kan, dari dulu Lo selalu aja jadi penghalang gue. Jauh sedikit, jangan pegang pegang,” Leon mengamuk, dia menepis jauh tangan Aldo yang akan memegang tangan Nisa.“Gue lagi nggak cari gara-gara sama elo, Leon, gue cuma mau bicara sama Azni. Kalo dia masih belum mau cerita sama elo, mungkin aja sama gue dia mau cerita,” Aldo mendengus, dia sebenarnya sedikit keki karena Leon menepis tangannya. Matanya membulat kesal.“Yaudah, kalo gitu jangan pegang pegang dan jauhan Lo!” Kata Leon, dia benar-benar tidak ingin kalau Nisa berdekatan beberapa centi dari Aldo.“Cih, Lo banyak bacot, Leon. Dari dulu cuma kebanyakan teori,” celetuk Aldo.“Huh, Lo nggak ingat, Leon, dulu kal