Share

Pelindung

Penulis: Trins
last update Terakhir Diperbarui: 2021-03-20 15:51:12

Putih abu-abu.

Lambang osis berganti warna. Rok yang aku kenakan juga. Seragamku berubah ke putih abu-abu. Lokasi sekolah jadi lumayan jauh dari rumah.

Berangkat sekolah. Aku ke luar rumah menuju pekarangan. Ternyata Ad sudah berdiri di sana.

"Ad!"

Dia menoleh. Tanpa banyak bicara, kami berjalan kaki ke luar kompleks. Tak lama, angkot biru berhenti, menawari untuk naik. Seperti sebelumnya, kami berangkat sekolah bersama. Kali ini butuh waktu sekitar 30-45 menit untuk sampai. Kami juga perlu dua kali naik angkot. Selama di angkot, mataku sering terpejam untuk beberapa saat. Aku masih mengantuk.

Udara dinging mulai menghangat. Matahari makin nampak. Angkot ke dua yang kami naiki sudah berhenti. Ad menepuk bahuku.

"Ayo turun!"

Dia menawariku untuk membawakan tas.

"Ga usah."

"Lo pucet banget. Sakit?"

"Nggak. Lagi period."

Wajahnya bingung.

"Period perempuan. Datang bulan maksudnya."

Ngangguk-ngaguk.

"Bawa obat?"

"Udah gue minum abis sarapan."

Setelah berjalan lagi hampir lima menit, kami sampai depan gerbang sekolah. Segerombolan siswa di parkiran dengan sengaja bersiul.

"Pacaran mulu nih!" Ledek mereka.

"Mending gue Ay. Bisa anter jemput, daripada jalan kali mulu."

Aku melirik sinis. Salah seorang di antara mereka sengaja berkata begitu. Orang itu sering sekali cari gara-gara dengan Ad. Sebetulnya aku tidak tau inti permasalan antara keduanya. Malah saat awal masuk SMA, aku tau Ad pernah berteman dengannya. Lalu, pertemanan mereka renggang. Ad hanya bilang, dia tidak suka dengan kebiasaan orang itu.

Saat mereka berjalan melewati Aku dan Ad, orang itu kembali mengatakan hal yang menggangu.

"Kalau udah bosen, kabarin gue aja Ay. Ok!" 

Ad refleks menarik kerah bajunya.

"JAGA SIKAP LO!"

Aku lantas memegang satu bahu Ad, mengisyaratkan untuk menghentikan perselisihan. Orang itu pergi dengan senyum picik.

"Lo jangan gitu lagilah," saranku. "Orang kayak gitu emang ngarepnya diladenin."

"Iya maaf."

"Nggak perlu minta maaf ke gue sih. Lagian lo jadi begini juga biar gue nggak diganggu. Maaf ya Ad."

"Ke kelas aja yuk! Ada tugas Matematika. Emang lo udah ngerjain?" Tanya Ad.

"Udah, tapi belum selesai," kataku sambil nyengir.

Aku berjalan kembali dengan Ad menuju kelas 10 (2). Kami memulai aktiviras belajar mengajar seperti biasa di dalam kelas. Di SMA, aku tidak satu sekolah lagi dengan Nabilah. Hanya beberapa orang yang ku kenal saat SMP meneruskan di sekolah ini, di antaranya hanya Ad yang paling ku kenal.

Jarak sekolah memang cukup jauh dari rumah kami. Waktu 30-45 menit itu jika selama perjalanan lancar. Tapi jika musim libur atau akan masuk akhir pekan, waktu yang ditempuh bisa lebih lama, apabila saat perjalanan pulang.

Di kelas ini, aku punya teman baik lainnya.

"Ay, emang selama kalian temenan nggak pernah gitu sekalipun ada perasaan gimana. Suka atau cemburu pas Ad lebih deket sama orang lain?" tanya Ralina.

"Pernah nggak yah?" Aku mengingat.

"Ya.., kan temenan udah dari kecil. Berangkat sama pulang sekolah juga bareng. Masa sih nggak ada Ay?"

Seperti yang Ralina bilang, beberapa orang di dalam kelas juga sering mengira aku dan Ad pacaran. Bukan hanya anak rese tadi pagi yang meledek, terkadang teman-teman di dalam kelas juga. Mereka mungkin heran aja, apalagi aku dan Ad sering sekali bersama.

"Hhm..," aku menimbang kembali jawaban untuk pertanyaan Ralina. Sebenarnya...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Grow Up Love   Pesan

    Menemui Sabtu, setelah melewati hari-hari kerja, rasanya..., nikmat sekali. Aku keluar dari kamar hampir mendekati jam 10 pagi.Di rumah hanya terlihat Ibu dan Kay. Ibu masih mengaduk adonan bakwan sayur di baskom berukuran sedang. Kay focus dengan tablet dan games run away yang sedang dimainkannya.Setelah meneguk seperempat air putih, aku mengambil selemar roti di atas meja makan, cukup mengolesinya dengan mentega hingga rata. Selembar roti sudah habis ku makan hanya beberapa detik saja.Aku duduk di samping Kay, melihatnya yang belum berhenti bermain game."Sudah main dari kapan?""Baru!""5 menit lagi selesai ya!""Aagghhh....," gerutu Kay."5 menit lagi, abis itu kita main futsal di lapangan depan. Mau ga?""Iyaa..," jawab Kay mengiyakan dengan nada malas.Walau begitu, Kay menepatinya. Kami akhirnya pergi ke lapangan futsal yang dituju. Sampai di sana, sebetulnya yang aku lakukan hanya mengawasi Kay bermain dengan anak-anak lain. Ada enam anak lainnya di sekitar lapangan. Kisaran

  • Grow Up Love   Probation, Semakin Terbiasa?

    Tahun 2021Tiga bulan hampir selesai. Masa probation di kantor baru hampir terlewati. Alhamdulillah. Lancar. Butuh ektra tenaga menyelesaikan pekerjaan, karena masih beradaptasi dengan alur pekerjaan di tempat baru.Setelah melewati probation, aku akan melanjutkan kontrak kerjaku di lokasi kantor berikutnya. Alasan terbesar kenapa aku kembali bekerja waktu penuh. Aku akan ditempatkan di kantor cabang Kota Bogor. Akhirnya mobilitas yang sebelumnya menjadi momok hampir di setiap minggu malam akan ku tinggalkan. Aku memang belum tau, kapan situasi akan normal kembali. Dalam seminggu, aku hanya dua hari ke kantor di Jakarta. PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) yang digunakan untuk mengatasi Pandemik Covid19 masih diberlakukan.Aku kebagian masuk kantor Selasa dan Jum'at. Hari jum'at, Tian sering menjemputku ke kantor, walau tidak jarang dia harus berangkat dari Bogor ke Jakarta untuk menjemput. Sungguh tidak sekalipun aku pernah memintanya sejak kami di fase hubungan yang b

  • Grow Up Love   Impiannya

    Selesai mengerjakan beberapa tulisan jam dua dini hari, aku terbaring mengingat Tian. Ada saja hal yang membuatku ingin menertawakan kekonyolannya yang tidak disengaja. Seperti salah tingkahnya ketika bertemu Ibu.Aku masih belum mengantuk walau sudah hampir setengah jam berbaring di kasur. Random saja, aku ambil satu album yang tersimpan di antara tumpukan buku di dalam rak. Album ketika aku SMA. Tidak banyak foto tercetak. Maklum lebih banyak foto yang tersimpan di HP yang aku gunakan saat itu. Sebagian softfile sudah ku pindahkan ke dalam hardisk.Aku sengaja memuka album dari belakang. Foto yang ingin ku lihat saat moment liburan ke Bandung dan perpisahan SMA. Kenangan yang membuatku merasa hangat di malam itu. Tanganku terhenti di lembaran ke tiga. Sengaja berhenti, karena foto-foto yang ada di halaman berikutnya. Aku memang tidak pernah membuang kenangannya. Hampir semua masih tersimpan, termasuk buku-buku miliknya yang ada di atas mejaku. Tapi aku masih merasa berat, jika melih

  • Grow Up Love   Bulan Sabit

    Kejadian semalam saat Tian membuat pengakuan, masih sulitku percaya. Aku dan Tian? Saat terbangun, aku yakinkan diri sendiri. Aku bisa memulai kembali. Seperti tidak ada alasan untuk menolak. Tian yang tetap ada untukku. Kelak aku memang tidak tau, tapi aku merasa lebih tenang untuk kembali percaya pada suatu hubungan, karena Tian. Notif chat dari Tian hampir tidak pernah absen sejak dulu, muncul di layar hp-ku di pagi hari. Sekedar share menu sarapannya dekat kantor ditambah review mengerupai food vlogger, memberitahu cuaca hari itu seperti g****e weather, tiba-tiba melontarkan tebak-tebakan, atau sekedar merekomendasikan lagu baru yang didengar. Tanpa aku sadari, membuka isi chat dari Tian di pagi hari jadi rutinitas yang tidak pernah aku lewati. Kali ini dia mengirimkan voice note yang membuatku tertawa geli. Dia berkali-kali bilang masih tidak percaya kejadian semalam. Dengan excited dia bilang terimakasih dan memintaku untuk tidak berubah pikiran. Katanya, dia tidak mau membuat

  • Grow Up Love   Pengakuan

    Sepuluh tahun setelah Ad berkata ingin pergi, sebetulnya aku pernah dua kali bertemu dengannya. Bukan di reuni sekolah, melainkan di Yogjakarta saat liburan semester perkuliahan. Aku, Nabilah, Ralina, janjian bertemu Tian dan beberapa teman lainnya di sana untuk liburan. Di masa perkuliahan kami, aku dan Nabilah masuk ke perguruan tinggi negeri sesuai yang kami harapkan di Institut Pertanian Bogor. Sedangkan Ralina, tidak jadi kuliah di Bandung, tapi karena itu aku, Nabilah, dan Ralina bisa bertemu di kampus yang sama. Sedangkan Tian, akhirnya kuliah di Yogjakarta. Karena itu juga Yogjakarta tempat yang kami pilih untuk menghabiskan liburan di semester dua. Tepatnya setahun setelah menyandang status Mahasiswa. Awalnya aku sempat curiga apa ada salah satu yang mengabari Ad untuk bertemu. Kecurigaanku paling besar tertuju pada Tian. Tiba-tiba saja Ad muncul saat acara makan malam di sekitar Malioboro. Apa mungkin Tian yang mengabarinya? Karena Ad dan Tian sama-sama kuliah di Yogjakart

  • Grow Up Love   Kisah remaja

    Matahari bersama dengan awan mendung pagi itu. Aku berjalan beriringan dengan Ad, menyusuri kebun teh yang biasa kami tempuh hanya dengan berjalan kaki. Tidak seperti kami yang baru memulai hari, para pemetik teh sudah memikul keranjangnya masing-masing. Suara aliran irigrasi jadi latar suara menamani aktivitas di pagi hari.Tidak ada senyum merekah yang mudah kutemui dari wajahnya setiap kali dia datang ke rumahku mengajak pergi sekolah bersama. Bukan aku tidak tahu apa penyebabnya, aku hanya masih menghindari ketidaksiapan akan kemungkinan yang tidak aku harapkan.Jika kisah kami akan segera usai, apa mungkin kami adalah pasangan yang menyerah pada jarak atau ada hal lainnya?"Kita udah setengah jam jalan kaki. Kalau nggak ada yang mau dibicarain, aku mau pulang," kataku menahan ragu."Duduk di sana dulu," Ad menunjuk kursi kayu panjang yang biasa digunakan pemetik daun teh istirahat sejenak.Di sisi lain, aku juga sangat ingin mendengar keputusan Ad."Minggu depan, aku pindah," kat

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status