Tahun 2021Tiga bulan hampir selesai. Masa probation di kantor baru hampir terlewati. Alhamdulillah. Lancar. Butuh ektra tenaga menyelesaikan pekerjaan, karena masih beradaptasi dengan alur pekerjaan di tempat baru.Setelah melewati probation, aku akan melanjutkan kontrak kerjaku di lokasi kantor berikutnya. Alasan terbesar kenapa aku kembali bekerja waktu penuh. Aku akan ditempatkan di kantor cabang Kota Bogor. Akhirnya mobilitas yang sebelumnya menjadi momok hampir di setiap minggu malam akan ku tinggalkan. Aku memang belum tau, kapan situasi akan normal kembali. Dalam seminggu, aku hanya dua hari ke kantor di Jakarta. PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) yang digunakan untuk mengatasi Pandemik Covid19 masih diberlakukan.Aku kebagian masuk kantor Selasa dan Jum'at. Hari jum'at, Tian sering menjemputku ke kantor, walau tidak jarang dia harus berangkat dari Bogor ke Jakarta untuk menjemput. Sungguh tidak sekalipun aku pernah memintanya sejak kami di fase hubungan yang b
Menemui Sabtu, setelah melewati hari-hari kerja, rasanya..., nikmat sekali. Aku keluar dari kamar hampir mendekati jam 10 pagi.Di rumah hanya terlihat Ibu dan Kay. Ibu masih mengaduk adonan bakwan sayur di baskom berukuran sedang. Kay focus dengan tablet dan games run away yang sedang dimainkannya.Setelah meneguk seperempat air putih, aku mengambil selemar roti di atas meja makan, cukup mengolesinya dengan mentega hingga rata. Selembar roti sudah habis ku makan hanya beberapa detik saja.Aku duduk di samping Kay, melihatnya yang belum berhenti bermain game."Sudah main dari kapan?""Baru!""5 menit lagi selesai ya!""Aagghhh....," gerutu Kay."5 menit lagi, abis itu kita main futsal di lapangan depan. Mau ga?""Iyaa..," jawab Kay mengiyakan dengan nada malas.Walau begitu, Kay menepatinya. Kami akhirnya pergi ke lapangan futsal yang dituju. Sampai di sana, sebetulnya yang aku lakukan hanya mengawasi Kay bermain dengan anak-anak lain. Ada enam anak lainnya di sekitar lapangan basket.
Tahun 2020. Perkenalan.Kurvaku menurun lagi. Mungkin hampir berjumpa pesimis. Saat ada keinginan lari agar segera tiba di tujuan, aku ragu. Apa masih bisa?"Luka akan sembuh." Itu kalimat yang kudengar.Iya. Lukaku juga. Bukannya sudah membaik sejak lama? atau masih ada luka yang terlalu dalam dan sulit pulih.Jujur saja, aku ingin bilang, pikiranku kosong, tapi sebenarnya tidak. Seperti selama aku hidup dan terjaga, atau dalam lamunan sekalipun. Lalu kosong itu di mana?Hatiku?Kenapa?Dalam hal ini aku bilang pada diri sendiri, sabar jika belum ada jawaban.Aku.Di bumi ini, di sebuah kota, di kamarku, bersama waktu berteman ke kanan.Perkenalkan! Ini tentangku. Bagian ini aku. Bukan dia, mereka, siapapun, atau kucing kesayanganku. Cukup aku kali ini. Diriku sendiri mencoba berkomunikasi, atau lebih tepatnya bercerita.Hari ini, dua hari s
Lahir, tumbuh, layu, setelah itu perjalan kembali ke sana. Keabadian."Pak! Anaknya perempuan."Angka kelahiran di Indonesia bertambah. di Hari Rabu bulan ke dua. Tahun 1992.Kelahiranku. Apa sudah tercatat di Badan Pusat Statistik? Kapan ya dicatatnya?Aku hampir kehilangan semua memori di awal 90an. Beberapa potongan kenangan masih tersimpan walau bukan ingatan utuh.Dahulu aku masih terbayang pagi yang sangat sejuk. Udara bersih. Tinggal di sebuah perumahan untuk karyawan BUMN di kawasan Puncak, Bogor. Hampir setiap hari bermain di sekitar kebun teh. Memetik buahnya yang kecil untuk main masak-masakan.Di sana, aku juga mulai bersekolah. Setiap pagi aku melewati lapangan sepak bola untuk sampai ke sekolah dasar. Begitupun saat pulang. Sesampainya di kelas, kaos kaki berenda yang kupakai banyak tersangkut rumput liar dan ilalang yang kusebut domdoman.Aku anak perempuan yang hampir tidak pernah lupa mengikat ram
Kenalan lagi.Di hari ini aku masih bisa melangkah, ada kekuatan bukan hanya dari diri sendiri. Ada penggerak dari tanggung jawab dan pembuktian eksistensi pribadi.Gimana kalau kulanjutkan perkenalannya?Salam kenal! Panggil saja Ayri.Sebelum melanjutkan cerita, aku ingin bilang maaf, jika nanti ada bagian-bagian yang terpotong. Karena bagiku, walau pernah bertemu, pernah mengenal, pernah saling sapa, atau miliki suatu hubungan. Ada bagian dalam hidup yang tidak bisa sepenuhnya aku ceritakan. Seberapa sering aku mencoba dan terus mencoba, tetap tidak bisa ku utarakan. Akhirnya, hanya akan jadi cerita antara aku dan Sang Maha Pencipta yang tau seutuhnya. Semoga kamu bisa mengerti.Jadi malam ini aku sempat cari musik relaksasi di mobile app. Aku tulis keyword nature sound untuk menemani tidur. Aku akui, yang betulan itu memang jauh lebih baik. Lebih terasa ketulusannya. Aku dengar suara hujan di luar rumah. Lagi. Suda
Ad.Sebelum aku menceritakan tentangnya. Begitu saja ada satu helaian nafas. Seorang yang ku kenal lebih rumit dari pelajaran Matematika. Pelajaran dengan nilai terendahku.Mungkin seperti memahami pelajaran Matematika di bangku sekolah ataupun kuliah. Memahami Ad, mengharuskanku menghadapi remedial tidak hanya sekali. Hampir tidak pernah berhasil memahaminya hanya dengan satu kali proses berpikir.Adil Budi Winata.Abjad nama yang sering ada di list absensi atas. Tapi, sepertinya tidak menjadi tekanan untuknya. Jika guru memanggil kami sesuai urutan absensi untuk menjawab soal, kebanyakan dijawab dengan benar dan tenang.Tidak selalu akur berteman dengannya. Aku lebih akur dengan teman-teman perempuanku daripada Ad. Apalagi jika dia bersekongkol untuk jahil. Pertengkaran kami tidak bisa dihindarkan.Saat itu, sudah memasuki Tahun 2000an. Era millennium sebutannya. Mungkin dari situ, kata Millennial muncul
Jatuh cinta dan patah hati.Bukan Ad. Remaja yang pertama kali buatku gugup, bahkan bicaraku terbata-bata saat dengannya. Tidak mampu menatap matanya terlalu lama saat bicara. Seniorku. Satu tahun di atasku.Awalnya aku tidak mengerti, apa yg aku rasakan kala itu. Ketertarikan sudah datang sejak awal melihatnya di sekolah. Lalu, mengenal pribadinya yang sangat ramah membuatku tambah tertarik.Saat sama-sama menjadi panitia masa orientasi siswa, aku dan senior itu mulai memiliki sedikit progress. Istilah yang masih ada hingga kini adalah PDKT (pendekatan). Aku sangat berharap padanya. Mungkin setelah memendam selama setahun, cinta pertamaku bisa menjadi pacar pertamaku. Walau banyak yang bilang, di masa itu yang ada hanyalah cinta monyet. Perasaan suka yang muncul, namun gampang hilang dan terlupa. Nyatanya, aku juga masih mengingat kisah ini. Kisah tentang cinta dan patah hati pertamaku.Di lorong kelas sebelum mengikuti latihan ba
Kenangan bersama.Karena semalaman insomniaku kumat. Aku baru bisa tidur setelah sholat subuh. Terbangun jam sepuluh lewat. Masih mengumpulkan energi sebelum bangun dari tempat tidur. Mata terbuka lalu terpejam lagi. Beberapa kali hingga benar-benar siap bangun.Saat melihat ke arah kiri. Di sebelah tempat tidur, kedua mata bulat memperhatikan. Bau yang khas membuatku beberapa kali menciuminya, hingga dia kesal dan turun dari tempat tidur.Di depan pintu mencoba membukanya sambil menarik-narik gagang pintu dengan tangan bulatnya yang berbulu. Motifnya belang. Namanya Elang. Kucingku."Lang..! Laper? Tunggu bentar yah," kataku.Elang berjalan sambil mengeong ke arah tempat makannya. Aku mengambil toples berisi dry food khusus untuk kucing penderita gangguan ginjal. Hanya sedikit yang di makan. Aku lanjut memberinya wet food dicampur vitamin.Aku dengar suara ibu membukakan pintu untuk tamu. Tamu dengan suara yang aku kenal.