"Dit, kalau udah gak betah ngeband sama kita, bilang aja. Gak usah kaya ngerendahin kita juga, kali," tegur Danu dengan nada gusar kepada Adit.
"Yang bilang udah gak betah siapa?Gue bilang kalau vocalisnya bukan gue, belum tentu keren. Kenyataannya gitu kok," sergah Adit sambil mengganti kaosnya yang basah oleh keringat.
"Udah ... udah, kita ditungguin pak Hendra dari label nih, yuk kita ke sana." Krisna mencairkan suasana yang agak panas.
Mereka bergegas menemui Hendra yang datang memenuhi undangan Krisna. Dia membawa rekan kerjanya, seorang produser ternama, Guntur.
Personil ADAM menyapa tamu undangan mereka sebelum ikut duduk bergabung di meja Hendra..
"Halo, Pak. Terima kasih sudah menyempatkan diri datang ke sini." Krisna tersenyum ramah dan hormat.
. "Ah ya, terima kasih juga sudah berkenan mengundang. Oya, kenalkan ... ini Pak Guntur, yang akan menjadi produser ADAM kalau kerjasama kita bisa terjalin," tutur Hendra seraya menunjuk Guntur dengan telapak tangannya yang terangkat.Krisna mengangguk sambil menyodorkan tangannya untuk menyalami Guntur. "Saya, Krisna, gitaris, ini, Adit, vokalis ... ini, Bayu, drumer ... ini Andra, keyboardis ... ini Danu, bassis," papar Krisna memperkenalkan personil satu per satu.
Perkenalan itu terinterupsi saat tiba-tiba seorang wanita cantik menghampiri Adit dan bertanya, "Dit, boleh minta waktunya sebentar?"
Adit menyeringai saat melihat wanita itu. Sesaat ia menimbang-nimbang, tinggal dengan tamu dari label itu atau ....
"Maaf, saya tinggal sebentar, ya." Adit seketika bangkit dari kursi yang baru saja ia duduki. Tangannya dengan santai merengkuh pinggang langsing wanita yang belum ia kenal itu.
"Ah, ya ... silakan, Dit," jawab Hendra, tapi sia-sia ia menjawab karena Adit sudah menjauh dari mereka dengan cepat.
Wanita itu membawa Adit ke sudut meja bar ia mempersilakan Adit untuk duduk di sampingnya, tanpa mempedulikan berpasang-pasang mata menatap lekat kepada mereka sambil berbisik-bisik.
"Oke, gue udah di sini, ada perlu apa? Eh, nama lo siapa?" tanya Adit dengan sikap santai sambil mencuri-curi pandang wajah yang cantik itu.
"Namaku, Tiara, biasa dipanggil Tia," jawab wanita itu sambil menuangkan minuman yang dipesannya ke dalam gelas.
Lelaki tampan itu tersenyum, tampak lesung pipit yang membuat Tiara terpesona.
"Hai, Dit! Gila lo keren banget malam ini. Eh, Alika mana?" Seorang teman menyapa, dia adalah temannya Alika.
"Hai, Jo. gak tahu, gue juga belum ketemu. Memangnya janjian mau ke sini?" Adit mengedarkan pandangan beberapa saat. Mencari Alika dengan sapuan manik coklatnya.
"Iya, janjian ketemu di sini. Ya udah gue cari dia dulu deh, bye, Dit," ujarnya seraya melirik Tiara dengan pandangan tidak suka.
Deg
Adit terhenyak, ia tidak tahu kalau kekasihnya akan datang ke sana malam itu."Bye, Jo," jawab Adit masih terkejut.
"Alika pacar kamu ya, Dit?" tanya Tiara. Ia sangat penasaran akal hal ini. Untuk itulah Tiara berani menghampiri Adit dan berhasil mengajak Adit duduk di pojokan ini.
"Bukan bukan, Alika cuma temen kok ... mau minum apa? Pesen gih." Adit mengalihkan pembicaraan sekaligus menenangkan resah yang tiba-tiba muncul.
"Oh, kirain ... aku sering loh ke sini, buat nonton kamu perform, tapi emang gak pernah lihat kamu sama cewe, sih," ucap Tiara, ada nada kelegaan pada suaranya.
"Oya? Kok gue baru lihat lo ya? Secantik lo begini, yaa kali gak kelihatan, he he he," timpal Adit menggoda sambil terkekeh pelan.
Sementara itu, Krisna dan kawan-kawan tetap lanjut dengan tamu yang sengaja diundangnya itu.
"Maaf, Pak, Adit terlalu banyak fans. Kita lanjut tanpa dia atau gimana ya enaknya, Pak?" tanyaKrisna sedikit bingung dan gugup.
"Oh, tidak masalah, Kris, namanya juga rockstar he he. Kita lanjut sambil menunggu Adit kembali," jawab Hendra yang merasa kurang dihargai oleh Adit.
"Baiklah kalau begitu, Pak. Begini, Kami tertarik kerjasama dengan label, tapi ada permintaan Adit mengenai kontrak kerjasamanya yaitu, dia ingin pihak kami yang mengeluarkan kontraknya, apa itu bisa, Pak?" Krisna merasa malu hati nengucapkannya.
"Adit yang membuat kontrak kerjasamanya, gitu? Ya tidak bisa toh, label punya standar prosedur sendiri dan tidak ada yang keberatan dengan masalah kontrak selama ini," jawab Hendra merasa aneh dengan permintaan itu.
"Iya, Pak. Saya paham." Krisna terdiam, ia sadar bahwa hal itu tidak mungkin, lalu ia melirik ke arah di mana Adit berada, berusaha memberikan kode dan isyarat supaya anak itu kembali untuk bicara dengan pihak label.
Namun, Adit bergeming. Tidak menghiraukan Krisna dan lainnya. Ia memilih untuk tetap bersama gadis cantik itu.
"Elo sendirian?" tanya Adit, hatinya mulai tergoda oleh wanita cantik itu.
"Iya, sendiri, kenapa gitu?" Tiara balas bertanya.
"Pulang kemana? Nanti gue anter pulang ya?" tanyanya sambil tersenyum hingga lesung pipit di pipinya muncul.
"Dit, gabung dululah sama orang label, lo gimana deh maen pergi gitu aja." Krisna tiba-tiba datang menepuk bahu Adit.
"Lo urus dululah Kris, gak lihat gue lagi sibuk?" bisik Adit di telinga Krisna
"Yee, yang mau kontrak dari lo kan elo sendiri Dit. Kan elo yang harus jelasin semuanya, gimana sih?" Krisna mulai kesal kepada Adit.
"Aduh, Kris! ngurusin gini doang harus gue ...," ucap Adit sengaja dibuat kencang suaranya. "Sebentar ya, Tia. Ntar gue balik sini," pamit Adit dengan nada kesal.
Adit berdiri dari kursi bar yang tinggi, lalu beranjak meninggalkan Krisna yang terbengong-bengong menuju mejanya Hendra.
"Gimana, gimana? tanya Adit sedikit tergesa-gesa sambil menghempaskan bokongnya pada kursi yang tadi ia tinggalkan.
"Mengenai kontrak, Mas Adit, Kami sudah mempersiapkan draftnya, Mas dan teman-teman silakan pelajari dulu isi kontraknya, kalau ada yang kurang atau tidak setuju, kita akan bicarakan dan mencari jalan tengah," papar Hendra dengan nada tegas.
"Kalau begitu, saya tunggu draft kontraknya melalui email, kami akan pelajari dulu dan dalam dua atau tiga hari, setelah itu kami hubungi Bapak," jawab Adit cepat-cepat.
"Baik, besok akan dikirim draft kontrak oleh sekretaris kantor," sahut Hendra sambil mengangguk.
"Kalau begitu, saya tinggal lagi, Pak. Permisi." Adit berdiri dan menyodorkan tanggannya untuk bersalaman dengan Hendra dan Guntur, lalu berbalik, melangkah menuju meja bar bagian pojok.
Hendra dan Guntur segera berpamitan kepada Krisna dan kawan-kawan. Dari sorot matanya terbaca kalau dia agak kecewa dengan sikap Adit kepada mereka yang terkesan menyepelekan.
Hal itu membuat Krisna merasa tidak enak sehingga krisna mengalami kegugupan. Ia juga bingung bagaimana memperbaiki dampak dari sikap Adit agar kekhawatirannya tidak terlalu besar. Bisa saja Hendra memutuskan tidak bekerja sama dengan ADAM. Band bagus dengan attitude personil yang bagus, banyak.
Krisna dan temannya berdiri mengantar kepergian Hendra dan Guntur dengan pandangan mata mereka sampai keduanya menghilang di balik pintu luar cafe.
"Ayo ke studio sebelum bubaran, tapi mampir warteg sari dulu ya," ajak Krisna, dibalas anggukan setuju teman-temannya.
Krisna melirik Adit melalui sudut matanya, ia mendengus kasar, dirinya masih bersabar menghadapi Adit entah sampai kapan. Sekelebat bayangan tertangkap Krisna dan seketika ia terkesiap melihat sosok itu.
"Alika?!" seru tertahan Krisna, sambil melirik Adit kembali lalu melirik Alika yang sedang melangkah dengan santai menuju meja bar.
Krisna bergegas pergi, meninggalkan cafe menyusul teman-temannya dengan jantung berdebar.___to be continue
Hari itu Adit terbangun di pagi hari, ia melihat ke arah jam dinding, pukul tujuh pagi, "sial, hari ini ikut papa ke kantor," batin Adit merasa kesal, mau tidak mau Adit harus mengikuti perintah Dimas jika masih ingin menikmati fasilitas milik Ayahnya itu, setidaknya sampai ia sukses di musik dan bisa menghasilkan uang sendiri. Adit merasa, sebentar lagi band Adam akan melejit mengalahkan band-band tenar lainnya, khayalannya sudah setinggi langit, ia bahkan sangat percaya diri akan berhasil. Adit segera bersiap untuk berangkat ke kantor, ia tidak ingin berlama lama disana, seribu alasan akan ia cari untuk segera pergi dari perusahaan Dimas. Setelah selesai mandi, telepon genggam Adit berbunyi, ia meraih benda pipih yang berada di dekatnya, dan melihat siapa yang menghubunginya, ternyata Dimas. "Halo," sapa Adit yang masih mengenakan handuknya. "Adit, sudah siap? Papa tunggu di kantor, ya," ucap Dimas memastikan anaknya datang. "Ok, Pa." Adit menutup t
Bel sekolah berbunyi, kegiatan belajar mengajar sudah usai. Seperti biasa, Adit dan Krisna mampir dulu ke studio band sekolah untuk bermain musik, mempunyai hobby yang sama membuat Krisna dan Adit cocok berteman."Sebentar lagi ada festival besar untuk tingkat pelajar antar sekolah, Dit. Mau ikutan gak?" Krisna terlihat antusias seraya memegang gitarnya."Ayo, siapa takut? Cari pemain yang lainnya gih, gue males nyariin," jawab Adit yang tingkat kepercayaan dirinya tinggi sekali saat berhubungan dengan musik."Gue suka gaya lo. Ok, gue cari, ya. Lo tinggal nyanyi aja pokoknya," ujar Krisna semangat.(Jreng jreng) Krisna memainkan intro lagu Nirvana yang berjudul Come As You Are, dengan fasih Adit langsung bersenandung menyanyikan lagu itu. "Come as you are, as you were. As I want you to be. As a friend, as a friend. As an old enemy," suara Adit begitu syahdu terdengar, sangat bagus, suara berat yang jantan membuat Ia terlihat memukau. Seketika perasaannya
Di halaman belakang rumah, Reina dan Widya menghindari konflik antara Dimas dan Adit. Sesungguhnya Widya ingin semua baik baik saja. Namun, ia sendiri tidak berdaya karena takut penyakit jantungnya kambuh. Sementara, Reina merasa iba kepada Adit, ternyata sifat keras sang Ayah masih sama seperti dulu. Melihat mantan kekasihnya yang menunduk malu, ia tidak tahan. Ingin rasanya memeluk lelaki itu untuk menenangkan diri bahwa ia tidak perlu merasa malu atau tidak enak hati. Hanya saja itu tidak mungkin dilakukannya. "Sekali lagi Tante minta maaf ya, Rei," ucap Widya tidak enak hati. "Gak apa-apa, Tan, kan aku juga dari dulu sering lihat pertengkaran mereka," jawab Reina seraya memegang tangan Widya. "Iya, kamu anak baik, selalu mengerti kondisi Adit." Widya tersenyum penuh rasa syukur bisa mengenal Reina. Sementara di ruang tamu, Adit dan Dimas masih saling membisu, Dimas terlihat sangat kesal dengan anak semata wayangnya itu dan Adit, masi
Adit mendatangi rumah orang tuanya, berharap mereka tidak ada di sana, sebenarnya ia merasa malas bertemu Dimas karena pasti mendesaknya untuk mengikuti keinginannya. Namun, di sisi lain, ia harus menyampaikan pesan bahwa Reina akan datang bertamu.Ia terdiam sejenak di depan pintu rumah. 'semoga papa gak ada' batin Adit. Ia membuka pintu dan melangkah masuk, melihat ke arah ruang tamu yang sepi, hatinya mulai tenang karena sepertinya hanya ada mbak Sum disana."Loh, kok kamu datang gak kasih kabar, Nak?" Widya menuruni tangga dan terkejut melihat putranya telah berada di ruang keluarga."Ya, Ma. Hm, Reina mau ke sini," jawab Adit sambil melirik-lirik ke sekitar ruangan mencari Dimas."Reina? Aduh ... sudah lama sekali mama gak dengar kabar anak itu, jam berapa Reina mau datang?" Widya terlihat antusias sambil menepuk bahu Adit."Sore kayaknya, Ma." Adit melangkah ke halaman belakang dan duduk di bangku kayu, tempat biasa ia dan W
Adit dan Reina sudah berada di sebuah restoran di dalam mall, mereka terlihat sangat senang dengan pertemuan itu. Bagaimana tidak, empat tahun lamanya tidak saling tahu kabar masing masing, akhirnya bisa terwujud hari ini karena Reina memutuskan untuk stay di Jakarta setelah menyelesaikan tesisnya."So, gimana kabar kamu, Dit? Wow... long time no see, ya." Reina tersenyum lebar, keceriaan menyelimuti wajahnya."Aku baik-baik aja ... gini-gini ajalah, kamu tuh yang apa kabar? Kok tahu-tahu udah sampai aja di Jakarta." Adit tersipu malu menahan rasa rindunya."Ha ha ha ... kaget ya aku datang? Surprise! Gak banyak yang tahu aku balik ke Indo kok, cuma orang tuaku dan kamu." Reina tertawa.Reina memang suka dengan kejutan-kejutan yang ia buat untuk Adit, pernah suatu hari, sewaktu Adit dan Reina masih menjalin hubungan jarak jauh, Adit merasakan rindu yang hebat di enam bulan setelah Reina pergi keluar negeri, Adit meminta Reina untuk pulang ke I
Teringat saat itu di hari minggu, masa rehat dari kegiatan belajar, seorang lelaki muda memetik gitar dengan santai di ruang tamu keluarga. Tiba-tiba keasikannya terganggu, ia mendengar suara gaduh dari pembicaraan kedua orang tuanya di dalam kamar.Tidak lama kemudian, ia melihat sang ayah, Dimas keluar dari kamarnya membanting pintu dengan keras. Wajah lelaki itu tampak merah dan berlalu dengan geram."Ada apa sih, Pa?" Adit terkejut mendengar bunyi pintu terbanting keras, lalu ia meletakkan gitar yang dipegangnya di atas meja.Dimas melewati putranya yang sedang berdiri menatap dirinya, ia berjalan ke arah luar dan meninggalkan rumah tanpa berkata apa-apa. Pemuda itu merasa khawatir pada ibunya. Ia melangkah ke arah kamar Dimas, mengetuknya dengan perlahan sambil memanggil, "Ma ....?" Adit ingin memastikan keadaan ibunya.Samar-samar ia mendengar suara isak tangis dari balik pintu kamar. Adit membuka pintu itu dan melongokkan kepalanya ke dalam ruangan