VOTE YA
Akhirnya Lily kembali bisa menginjak daratan setelah hampir dua minggu berada di perairan dan tidak melihat apapun kecuali laut. Yacht mewah mereka tidak bisa terlalu menepi di perairan dangkal, mereka turun mengunakan sekoci. Brandon mengajak Lily turun di salah satu resort gugusan kepulauan Polynesia. Sebuah pulau kecil yang bisa mereka huni sendiri tanpa kebisingan wisatawan lain.Ada sebuah resort yang nyaman dikelilingi kolam jernih dan pohon palem, berbagai buah tropis sudah di potong rapi di atas meja dengan penyusunan yang unik lengkap dengan menu sarapan dan minuman segar berisi irisan lemon.Dua orang anak buah kapal ikut turun untuk membawakan sebagian barang mereka di dalam koper kemudian segera kembali ke yacht. Selanjutnya akan ada petugas resort yang akan datang untuk melayani mereka. Brandon tinggal menelpon jika memerlukan apapun."Berapa lama kita akan tinggal di sini?" tanya Lily setelah Brandon membawanya masuk ke kamar mereka yang memiliki ranjang empuk dan nyaman.
"Lily!" Mara menyerahkan ponselnya pada Jared yang juga segera merampas benda tersebut. "Kau di mana?" Jared berdiri dari tempat duduknya, sudah tidak sabar ingin mendengar suara Lily."Aku baik-baik saja jangan cemas.""Kami semua mencemaskanmu!""Aku tahu keberadaan Anelies!"Jared langsung terhenti untuk mendengarkan keseriusan Lily."Anelies sedang berada di New York!""Dari mana kau tahu?""Aku mendengar pembicaraan Brandon dengan seseorang, kali ini aku coba menghubungi kalian dengan mencuri ponselnya.""Kau di mana?" Jared masih terkejut dengan informasi mengenai Anelies tapi juga kembali mencemaskan Lily."Aku baik-baik saja dan bisa mengatasinya, sekarang cepat temukan Anelies karena Brandon juga sedang merencanakan sesuatu untuk mereka."Lily juga sedang tidak punya banyak waktu untuk menjelaskan."Brandon berencana untuk menjebak kakek George dan akan membongkar semua kejahatannya di hadapan publik. Keluarga Loghan bisa ikut terseret dan aku tidak mau paman Jeremy ikut ber
Lily benar-benar ditinggalkan sendirian dan terkunci di dalam kamar. Brandon belum juga kembali sampai lewat tengah hari, entah dia pergi ke mana. Lily menduga Brandon kembali ke kapal dan meninggalkannya sendirian di pulau.Menjelang sore Hujan mulai turun di awali dengan angin ringan yang tiba-tiba menjadi deras disertai badai dan petir. Badainya seperti berpusar hingga membuat pohon-pohon palem ikut berputar ribut dan condong nyaris ambruk. Lily juga bisa melihat kilatan petir yang menjalar dari dinding kaca kamarnya yang masih terbuka, lama-lama Lily jadi takut karena ingat cuma sendirian di pulau kecil tersebut. Lily segera menutup semua tirai dan naik keatas ranjang untuk memeluk tubuhnya sendiri sambil terus berdoa untuk meredakan ketakutannya.Lily bukan hanya taku sendirian dan badai, dia juga takut pada kemarahan Brandon kali ini. Lily tahu Brandon sangat marah bukan hanya karena telah dikhianati tapi juga karena cara Lily mengkhianatinya. Ibarat dua orang anak manusia, mere
"Katakan padaku apa yang harus kulakukan agar kau mau bicara lagi denganku?" tanya Lily tiba-tiba.Sebenarnya Brandon juga terkejut Lily mau langsung bicara seperti itu karena tidak sesuai dengan gaya seorang Loghan yang biasa angkuh dan keras kepala."Duduki aku!"Brandon Lington masih menatap dingin pada wanitanya dengan kedua lengan kakunya yang terulur di masing-masing tepi jacuzzi. Nampak mengerikan untuk didekati tapi Lily sedang tidak punya pilihan dan juga tidak sanggup jika terus diperlakukan seperti ini. Harus ada yang lebih dulu nekat untuk mengakhiri perang dingin di antara dua orang yang sedang sama keras kepala.Perang dingin adalah masalah yang bisa menimpa pasangan manapun dan paling sering terjadi berulang-ulang karena pada dasarnya manusia tetap individu yang memiliki ego untuk dituruti meski kadang sudah tahu salahnya di mana.Lily berjalan mendekat, masih dengan pakaian tidurnya yang berbahan ringan dan setengah agak transparan."Lepas!" perintah Brandon begitu Lily
George membawa Anelies keluar melalui tangga darurat kemudian berlari melalui gang sempit yang agak licin karena sedang turun hujan. Hujan di akhir musim gugur membuat tubuh Anelies yang cuma memakai sweater tipis mulai menggigil. Begitu sampai di tepi boulevard George segera menghentikan taksi yang sedang melintas. Mobil kuning yang dikendarai seorang pria Meksiko itu segera berhenti, George buru-buru membawa Anelies masuk."Bandara!" perintah George.Taksi mereka mulai berjalan dan George segera mengaktifkan kamera tersembunyi yang tadi sengaja dia tinggalkan di kamar hotel untuk mengetahui siapa yang sedang memburunya. George melihat Jared dan seorang pemuda yang sama sekali tidak dia kenal masuk melalui pintu balkon."Siapa mereka, kenapa mereka ingin menyakitimu?" tanya Anelies saat ikut menyaksikan rekaman video yang terkoneksi dengan ponsel George."Terlalu banyak orang jahat di dunia ini, karena itu kita harus selalu hati-hati dan jangan pernah percaya dengan siapapun dari mere
Lily kembali terbangun dengan rasa lemas yang belum mau terlepas dari sum-sum tulangnya. Tubuhnya masih telanjang terlilit gumpalan selimut yang sudah ikut kusut. Lily beringsut menggesekkan pinggulnya sendiri yang tidak nyaman di dalam selimut karena masih agak lembab dan berdenyut agak perih. Nampaknya Brandon sudah membuatnya sedikit lecet. Lily segera berguling untuk berbaring telentang, mendekap dada dan memperhatikan langit-langit kamarnya yang tidak terlalu tinggi. Dia sendirian, entah apa Brandon kembali meninggalkannya. Lily menoleh ke luar. Cuaca sangat cerah meski seharusnya sudah hampir sore.Lily turun dari tempat tidurnya dengan menyeret selimut yang membungkus tubuh polosnya. Lily melihat Brandon sedang duduk di tepi kolam sambil menelpon seseorang. Lily masih ingat jelas bagaimana tadi mereka telah bercinta dan malah membuat Brandon marah.Brandon Lington benar-benar bukan pria yang mudah menemukan seseorang untuk dapat dia percaya, dan sudah berulang kali dia justru d
Lily memiliki phobia terhadap darah dalam kondisi syok, seperti melihat sayatan yang berdarah atau dalam kondisi yang tidak semestinya."Brandon!" teriak Lily dengan nyaring.Brandon langsung berlari ke dalam kamar, melihat Lily yang masih memperhatikan tangannya."Darah ..." gumam mulutnya yang melemah sebelum tiba-tiba memucat dan pingsan. "Lily!" Brandon seketika panik apa lagi ketika menyibak selimut Lily dan melihat darah segar yang merembas sudah merembas ke seprai. "Oh, Tuhan ...!"Brandon segera mengangkat tubuh Lily dan menghubungi anak buah kapal. Brandon membawa Lily ke rumah sakit terdekat mengunakan helikopter untuk segera mendapat pertolongan karena Lily juga masih lemas pingsan di sepanjang perjalanan sama sekali tidak sadar.Lily sudah kehabisan banyak darah dan semakin pucat. Brandon merasa benar-benar bisa ikut mati jika sampai terjadi sesuatu pada Lily.*****Hampir satu jam berlalu, Brandon terus menunggu dalam kerisauan. Lily masih ditangani tim medis dan belum a
Begitu keluar dari bilik toilet, Brandon langsung terduduk di sofa sambil meremas wajahnya sediri dengan telapak tangan. Geby, Jeremy, dan Lily juga langsung memperhatikan meski Brandon tidak bicara apa-apa."Kenapa denganmu?" Geby yang bertanya.Tengkuk Brandon masih berkeringat dingin dengan kontraksi mual di perutnya yang sangat tidak enak. Brandon juga masih belum menjawab apa-apa sampai Geby berjalan mendekatinya."Kau sakit?" Geby keheranan melihat dahi Brandon yang makin berkeringat dingin. "Kami akan panggilkan perawat?" Geby menawarkan."Tidak perlu!" tolak Brandon yang baru mau bicara. "Aku hanya mual."Geby langsung menoleh Lily dan Jeremy bergantian."Minumlah sesuatu!" perintah Lily tapi Brandon terlihat menggeleng. Tiba-tiba Brandon kembali beranjak berdiri untuk buru-buru masuk ke bilik toilet dan menutup pintu. Brandon benar-benar muntah seperti pria payah dan mulai khawatir jika dirinya akan kembali mengalami penyakit aneh. Brandon memang masih sama sekali tidak sadar