Empat sosok dewa masih berbincang sampai detik ini. Mereka membahas sesuatu yang menurut mereka penting sangat penting.Mereka berbagi pendapat dalam persiapan menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi jika sosok dewa yang menjadi buruan mereka, datang dan mengusik ketenangan dunia dewa.Pyar!Tiba-tiba sebuah suara keras, terdengar dari arah halaman depan rumah. Keempat dewa tentu saja kaget mendengar suara tersebut. Tanpa pikir panjang salah satu dari mereka, bangkit dan beranjak keluar untuk mengecek keadaan."Apa ini?" gumam salah satu sosok dewa sembari memungut sesuatu yang tergeletak di atas rumput. Di sana, sosok dewa itu juga menyaksikan salah satu tempat tanaman hias yang terbuat dari tanah liat, nampak pecah dan tanahnya berserakan.Setelah memungut sesuatu yang dia temukan, Sosok dewa itu kembali beranjak masuk untuk menunjukan benda yang dia bawa. "Apa yang pecah, Zano?" tanya Nano begitu melihat Zano menghambiri ketiga dewa lainnya."Tempat tanaman yang ada di at
Jasuke menyeringai. Sosok dewa itu sama sekali tidak merasa gentar kala matanya menangkap sosok Dick, yang penampilannya jelas sangat berbeda. Bahkan dalam benak Jasuke, dia sudah tidak sabar untuk menaklukan dewa yang dia buru, sejak beberapa waktu yang lalu.Sebenarnya Jasuke bukan baru datang ke tempat itu. Dia sudah sejak beberapa waktu yang lalu, sampai di markas Naga merah. Jasuke dan dua dewa berwajah kembar memilih fokus mencari keberadaan Mato, yang kemungkinan berada di salah satu ruangan, setelah tadi mereka mendapat surat ancaman.Namun, kala mereka memasuki ruang utama markas tersebut, Jasuke dikejutkan dengan suara perdebatan. Jasuke pun penasaran dengan apa yang terjadi di sana. Dia dan dewa berwajah kembar, memilih mendekat ke ruang yang nampak ramai dengan persebut. Namun Betapa terkejutnya Jasuke kala dia mengetahui, siapa yang sedang berdebat di sana.Jasuke sempat terperangah melihat keadaan Dick yang jauh berbeda. Bahkan, dari penampilannya saja, Jasuke sudah me
"Apa yang terjadi? Kenapa ruangan menjadi gelap begini?" tanya Nano disela-sela dirinya sedang mencari keberadaan Mato. Sosok dewa itu nampak terkejut dengan perubahan keadaan yang berlangsung mendadak di depan matanya. Ruangan yang tadinya nampak cerah karena cahaya matahari yang menembus dari atap kaca, tiba-tiba menjadi gelap dengan keadaan langit yang sangat mendung. Perubahan cuaca secara signifikan tersebut tentu saja membuat dua dewa yang ada dalam satu ruangan merasa heran."Apa mungkin, ini pengaruah dari kekuatan jahat yang ada dalam tubuh Dick?" tanya Zano menyimpulkan segala yang dia pikirkan sejak perubahan susana itu terjadi."Wah, bisa jadi itu! Jangan-jangan saat ini, Dick sedang mengeluarkan kekuatannya?" Nano mendadak panik kala mengungkapkan dugaannya yang tidak sengaja terbesit dalam pikirannya. "Bagaimana ini? Kita lanjutkan mencari Mato apa membantu Jasuke terlebih dahulu?"Zano menggeleng. "Aku tidak tahu. Saat ini keduanya sangat penting," jawabnya. Nano pun
Dick terduduk dengan perasaan yang sangat kacau. Matanya menatap nanar ke arah cahaya merah yang mengandung kekuatan besar, yang baru saja dia miliki. Dick tidak menyangka, kekuatan yang sangat dia harapkan, hanya sekejap bersarang pada tubuhnya. Marah dan menyesal kini berbaur dalam benak sosok dewa itu. Dick menyesal bukan karena kesalahannya yang telah berbuat curang kepada rekan sesama dewa, tapi Dick menyesal, karena dia memilih terlebih dahulu datang ke markas naga merah demi menguasai kelompok tersebut.Dick berandai-andai, jika dia memilih untuk langsung menyerang dunia para dewa, mungkin nasibnya tidak seburuk ini. Dick masih memiliki kesempatan besar untuk membalaskan dendamnya. Bahkan, bisa saja dia berhasil mewujudkan keinginannya itu berkat kekuatan besar yang dia miliki.Namun sayang, harapan tinggal harapan. Dick sudah tidak bisa berkutik lagi karena saat ini dia sudah tidak berdaya sama sekali. Dick bahkan merasa kekuatan lain yang dia miliki juga ikutan lenyap bersam
Setelah terjadi percakapan yang cukup panjang dengan kedua rekan dewanya, saat ini Jasuke memilih duduk menyendiri, merenungi semua nasehat yang menghampiri dirinya. Saran dan nasehat dari dua dewa berwajah kembar, cukup membantunya untuk merenung agar Jasuke bisa mengambil pilihan yang tepat.Jasuke duduk termenung sembari menatap langit. Pikirannya menerawang pada semua hal yang telah dia lalui. Jasuke membandingkan dirinya sendiri, kala dirinya masih bertugas menjadi dewa dengan saat dia menjalani kehidupan layaknya manusia.Cukup lama sosok dewa itu merenung di halaman rumahnya. Bahkan dia merasa bosan kala jalan pikirannya terasa buntu karena sama sekali tidak menemukan solusi yang tepat menurutnya. Jasuke pun kembali berpikir untuk mengalihkan dilema yang bergelayut dalam benaknya."Apa sebaiknya aku pergi ke rumah Lavena saja ya?" gumamnya kala teringat satu nama wanita yang akan menjadi tempat terakhir Jasuke untuk menanam benih. "Benar, sebaiknya aku ke sana. Mungkin saja
"Mato! To!" Mendengar namanya dipanggil sang atasan, anak muda itu berkerut bingung. Bukankah tugasnya sudah selesai?Tak butuh waktu lama, ia pun menghadap. "Bapak memanggilku?" "Ini Kano ke mana? Disuruh nganter makanan ke rumah saya, malah sampai sekarang tidak kelihatan anaknya," sungut pria berperut buncit dengan wajah yang terlihat sangat kesal."Maaf, saya nggak tahu, Pak." Mato menjawab dengan wajah yang terlihat sedikit bingung. "Ya udah, kamu aja yang ngantar ini ke rumah saya, sekalian kamu istirahat di rumah saja. Ke sininya besok sekalian." Mato segera mengangguk. Dengan sangat terpaksa Mato menerima perintah bosnya. Biar bagaimanapun, dia tidak enak jika menolak perintah sang atasan. Hanya saja, hujan masih mengguyur begitu deras meski waktu sudah menunjukan pukul sebelas malam ketika ia hendak melaksanakan tugas terakhirnya. Mato pun segera mengenakan mantel untuk bersiap pergi ke rumah sang bos dan melajukan motornya dengan pelan.Diperhatikannya jalanan sudah te
Dengan tatapan penuh tanda tanya, Jasuke memasuki ruangan khusus, dimana ruangan tersebut biasa dijadikan tempat berkumpulnya para dewa tertinggi dengan Mahadewa sebagai pemimpinnya. Apa yang Jasuke lihat saat ini berbanding terbalik dengan apa yang ada dalam pikiran Jasuke sejak dirinya dipanggil untuk menghadap Mahadewa.Sepanjang kaki melangkah menuju ruangan yang cukup luas tersebut, Jasuke sudah membayangkan dirinya akan disambut dengan meriah oleh para dewa tertinggi, karena telah sukses melaksanakan tugas terakhirnya. Sebagaimana yang Jasuke ketahui, setiap ada dewa yang akan naik ketingkat yang lebih tinggi, maka, akan banyak dewa yang menyambutnya, terutama para dewa tertinggi di setiap bagian tugas mereka.Namun yang saat ini Jasuke saksikan,sungguh berbeda jauh dari dugaannya. Disana hanya ada Mahadewa yang menatapnya dengan tatapan dingin, serta salah satu dewa tertinggi lainnya, yang bertugas mengatur usia makhluk hidup. Dewa itu sudah berada ditingkatan yang paling tingg
"Tidak!" pekik dua dewa pencabut nyawa secara bersamaan, begitu mereka mendengar hukuman yang harus mereka terima atas perbuatan mereka. Meski hukuman yang diterima berbeda versi, tapi dua dewa itu merasa keberatan dengan hukuman yang harus mereka jalani. Yang pasti mereka tidak menyangka akan mendapatkan hukuman yang tidak pernah mereka duga."Saya tidak terima, Mahadewa, ini tidak adil," protes Dewa kematian yang kedua tangannya terikat rantai. Dia menatap Mahadewa dengan segala rasa amarah yang terlihat berkobar dari bola matanya. "Kami sama-sama melakukan kesalahan, tapi kenapa hukuman kami berbeda? Harusnya kami mendapat hukuman yang sama? Karena kami melakukan kesalahan yang sama juga."Jasuke terperangah mendengar alasan yang diutarakan rekan sesama pencabut nyawa. Dia tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Bagaimana mungkin rekannya dengan lantang, mengatakan rasa keberatannya tentang hukuman yang berbeda. "Sudah pasti, hukuman kalian akan berbeda, karena kesalah