hantu mba reni si pengendong bayi duduk di jok belakang mobil
Kejadian bermula ketika, seorang pria bernama Krisna yang bekerja sebagai sales disebuah perusahaan rokok terbesar di Indonesia baru saja mendapatkan bonus dari kantornya.Ia mendapatkan bonus karena berhasil mencapai target yang telah ditetapkan perusahaan.Berhubung bonus itu terbilang lumayan, ia pun berencana untuk membeli sebuah mobil.Krisna saat ini tengah memiliki seorang istri yang sedang hamil muda.Karena ingin memanjakan istri yang memang hamil muda, ia pun membeli sebuah mobil dengan harga yang pas di kantong.Dirinya berencana untuk membeli sebuah mobil dengan kondisi bekas, agar bisa lebih murah dan dapat dibayar dengan cash.Singkat cerita, Krisna menemukan mobil yang pas di hati dan budget, yakni mobil grand Livina berwarna abu-abu.Krisna membeli mobil tersebut dari seorang bapak-bapak yang sedang membutuhkan uang.Karena dirasa cocok dan pas, akhirnya Krisna bersepakat dengan bapak tersebut.AwaUang KematianAmprung terkapar tidak sadarkan diri di pinggir jalan. Ia bertelanjang badan dan hanya mengenakan celana levis selutut sehingga tato elang di dadanya dapat terlihat dengan jelas. Kulitnya berwarna sawo matang, rambutnya dicukur sesisir, perutnya buncit, ia terlihat kumal seperti tidak terurus.Satu dua mobil truk pengangkut pasir melintasi Amprung. Derum mobil itu tidak mengusiknya sama sekali. Dua buah botol bir kosong tergeletak di samping Amprung. Kedua kakinya nyeker, entah raib ke mana alas kakinya itu.Semalam memang menjadi malam yang panjang bagi Amprung. Dia kalah berjudi di pasar Kliwon dan dibuang begitu saja oleh sopir truk di pinggir jalan. Amprung memang seorang penjudi berat. Teman-temannya di pasar Kliwon itu adalah para pedagang kaki lima yang kalau malam ikut berjudi dengan Amprung.Nasib Amprung selalu buruk, ia lebih sering kalah ketimbang menang. Seperti tadi malam, usai menjual cabai hasil curian dari kebun tetangganya, Amprung
Nomor TogelAmprung menyimpan botol itu dengan sangat rapi. Ia membungkusnya dengan kain bekas kemudian dimasukkan ke dalam kardus. Ia menyimpannya di dalam lemari. Tidak ada seorang pun yang boleh membuka lemari itu. Zahra, anak perempuan Amprung, pun berkali-kali diingatkan oleh ibunya agar tidak membuka lemari tersebut.Tengah malam saat mereka sedang tidur, terdengar suara botol yang seperti diketuk. Tika terbangun. Suara itu bersumber dari dalam lemari. Pocong dari dalam botol memaksa ingin keluar. Tika mengguncang-guncangkan tubuh suaminya.“Pak, bangun!”“Ada apa?” Amprung terbangun masih dalam keadaan kantuk.“Dengar, Pak,” kata Tika.Amprung meruncingkan daun telinganya“Pocong?”“Iya, Pak.”Amprung segera turun dari tempat tidur. Ia lalu membuka lemari dan memeriksa keadaan botol. Di dalam botol tersebut menggumpal asap putih yang melayang tapi tenang. Botolnya bergetar
Bangkit Kembali“Iya kalian pasti menggunakan pesugihan!” sahut pengunjung pasar lainnya.Para pengunjung warteg yang menjerit kesakitan akhirnya dibawa satu persatu ke rumah sakit terdekat. Lain hal yang terjadi dengan Tika dan Amprung, mereka dilempari sampah dan batu, kiosnya diacak-acak. Uangnya dirampas lalu dibakar di depan mereka berdua.“Ampuni kami. Sungguh, kami tidak menggunakan pesugihan!” Amprung memeluk istrinya, melindunginya dari amukan warga.“Halah! Bohong kau!” sebuah kayu menghantam kepala Amprung. Ia terkapar dengan darah bercucuran.“Pak!” Tika menjerit sambil merangkul suaminya.Sebelum warga sempat membunuh mereka berdua, polisi datang berhamburan ke pasar Kliwon. Salah satu pimpinan polisi menembakkan senjata api ke udara untuk membubarkan kerumunan.Untung saja, Amprung dan Tika masih bisa diselamatkan. Dan yang terjadi selanjutnya sangat menyedihkan, warteg mereka ditutup pa
Malam itu aku lagi di sebuah club malam di Bilangan Jakarta selatan. Aku pergi bersama teman-temanku. Kita buka botol dan jam 1 malam udah pada mabok dan ilang-ilangan karena saat itu aku gak minum karena aku lagi semangat keliling tempat itu. Kali aja dapet cowok lucu buat bungkusan.Terus aku kenalan sama cowok ini sebut aja dia Adi (nama samaran) yang bawa aku ke sofanya dan berbincanglah aku sambal minum wine manja bareng teman-temannya juga. Sampe aku kenalan sama kak Bianka. Dia ini tipikal cewek-cewek kisaran 20 tahunan sosialita Jakarta yang pake barang branded dari ujung kepala hingga kaki.Singkat cerita, aku pulang ke rumah malam itu. Aku tidak berpikir apa pun saat itu dari si Adi tapi aku tukaran Instagram sama kak Bianka. Selang beberapa waktu ya hubunganku sama kak Bianka cuman sebatas balas membalas story aja gitu. Sampe tiba-tiba gak ada angin gak ada hujan dia ngajak aku lunch di salah satu restoran di PI.Ya memang normal-normal aja sih, kita juga c
Setelah aku diblock yaudah aku cuek aja tetap menjalani hidup seperti biasa tapi semenjak itu aku mulai merasakan gangguan gaib seperti ketindihan.Setiap aku mau tidur selalu ada gangguan bising seperti suara baling-baling mesin entahlah apa itu. Selain itu juga aku kerap mendengar suara orang-orang seperti sedang mengobrol di dekatku sehingga aku tidak bisa tidur.Badan sering terasa lemas karena sulit tidur dan sekalinya tidur malah digangguin entahlah apa itu karena aku gak percaya gituan. Gangguan lainnya sering terjadi juga seperti shower kamar mandi yang sering menyala sendiri.Di tempat umum aku sering juga menemukan lipan ukuran yang tak lazim, serta ada juga pernah menemukan kalajengking yang entah darimana.Belum lagi gangguan financial gue yang terasa sangat sulit tak seperti sebelum mengenal kak Bianka itu. Mencari freelance sangat sulit untung saja aku sedikit terbantu oleh pacar LDR ku yang sering bantuin keuanganku.Singkat cerita aku berusaha menenangkan
Malam itu, sedang asik-asiknya makan malam seperti biasa, kebetulan hanya aku berdua dengan Ibu, suara telepon berbunyi.“Fed angkat dulu teleponnya, takutnya ayah kamu itu yang telepon,” suruh ibu.“Iyah bu,” jawabku dan segera berjalan ke arah telepon, yang tidak jauh dari meja makan itu.“Hallo Bu, ini kang Idim,” dengan nada yang terdengar gemetar.“Kang Idim ini Fedi, ada apa kang?,”"Eh Nak Fedi, Akang mau bicara sama Ibu, ada ibunya?" ucap Kang Idim.“Ada sebentar kang, aku panggil dulu, tunggu yah sebentar,” ucapku dengan heran, kenapa kang Idim tumbenan telepon.Tidak lama, langsung aku bilang ke Ibu bahwa yang telepon kang Idim dengan nada gemetar, Ibu langsung beranjak dari duduknya dengan wajah yang kaget juga. Aku langsung mengikuti langkah ibu, karena penasaran.“Iya Dim ada apa?,” tanya Ibu.Setelah pertayaan itu, Ibu tidak bicara lagi, hanya tetesan ai
“Kak mana kunci rumahnya?,” tanya Mella.“Eh kamu lagi, di tas kakak di bagian depan, ambil sana sama kamu," ucapku sambil memberikan kunci mobil.Baru beberapa langkah Mella menjauh dari rumah berjalan menuju mobil, aku seperti mendengar suara sepatu orang yang berjalan di dalam rumah. Deg!, langsung aku kaget.Siapa yang di dalam rumah, apa kang Idim menginap di dalam? Tapi gordeng jendala masih tertutup, aku tidak bisa melihatnya.“Kang... Kang... Akang di dalam ini aku Fedi,” teriakku.“Ya gimana akang ada di dalam kan kuncinya ini baru aku bawa,”Deg! Suara Mella mengagetkan aku, beneran aku sangat dibuat kanget!.“Ah kamu lagi, kaget kakak ini,” ucapku dengan nada yang masih penuh keheranan.“Lah emang benerkan kuncinya ini, lagian harus teriak-teriak aneh, kenapa sih?,” ucap Mella.“Gapapa Mel, mana sini, yuk kita buka,” ajakku.Saat aku mau membuka
Pikiranku fokus pada yang Mella bilang soal “Nenek menangis” entah kenapa hal itu yg paling kuat aku pikirkan, setelah kejadian melukis pohon beringin itu.“Gubrakkk...”Kaget sekali suara itu kencang, aku bahkan sadar tidak sadar mendengar suara itu. Aku buka mata, mencari hp aku lihat jam 1:30 dini hari.“Tumben aku ketiduran, biasanya mata ini susah diajak tidur,” ucapku dalam hati.“Gubrakkk...”Suara itu lagi, mata masih mengantuk, aku berjalan menuju dapur, dalam keadaan lemas bangun dari tidur dengan sedikit sadar aku melihat perempuan berbalik badan.Rambutnya terurai, aku pikir itu Mella karena perawakanya percis dengan Mella. Tidak aku lanjutkan mendekat, hanya melihat dari pintu dapur saja, beberapa detik.“Paling dia laper mau bikin mie, atau manasin air buat bikin susu,” ucapku dalam hati.Karena memang kebiasaan dia di rumah seperti itu, aku lanjutkan tiduran karena sang