Share

3. Suatu keinginan

Pagi menjelang siang ini rumah Pak Supri orang tua Nayla kedatangan tamu, Pak Yanto dan istrinya Bu Ni'mah orang tua dari pemuda yang pernah menabrak Pak Supri waktu itu kembali berkunjung. 

Awalnya sepasang suami istri itu hanya  bertanggung jawab atas kesalahan tidak sengaja putranya, yang saat itu mengalami rem blong waktu pulang dari tempat wisata perbukitan di desa tempat tinggal keluarga Nayla. Akan tetapi semakin kesini hubungan antar orang tua dari pemuda itu dengan keluarga Pak Supri makin terlihat akrab dan semakin dekat.

Mungkin kedekatan antar pasangan suami istri itu karena sering berkunjung untuk melihat perkembangan kesembuhan Pak Supri, maka dari itu,  makin ke sini hubungan mereka semakin terlihat seperti saudara. 

"Sudah beberapa kali kesini cah ayu kok ndak pernah kelihatan kemana ya Dik?"

"Cah ayu?" ulang bu Hartatik. "Emm ... maksud Mbakyu Nayla? Ia kerja Mbakyu," terang ibu Nayla. 

"Kerja? Wes ndak sekolah tho?(sudah tidak sekolah ya?) kerjane dimana? Kok tiap kesini ndak pernah lihat, jauh yo?"

"Sekolahnya sudah lulus, kerjanya di toko Mbakyu, ikut tetangga."

"Emm ... pantesan saben mprene ko ora katon (pantesan tiap ke sini kok tidak kelihatan), ko' ndak jadi melanjutkan kenopo?"(kok tidak jadi melanjutkan kenapa?) Terlihat sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman yang mengartikan sesuatu. 

Bu Hartatik tidak langsung menjawab, malah teringat  kembali saat Nayla bersikeras menolak tawaran Hardi, yang saat itu sedang membujuknya agar mengiyakan tawaran adik lelakinya untuk melanjutkan sekolah. 

 Flash back 2 tahun lalu.

"Mbak, Ela tadi pas kutanyai bilangnya kok ndak jadi melanjutkan? Kenapa?" tanya Hardi. 

Hembusan nafas pelan tapi sedikit kasar bu Hartatik yang dilanjut istigfar mengisyaratkan ada sesuatu yang disembunyikan.

Sekali lagi bu Hartatik  menghembuskan nafas pelan sebelum menjawab pertanyaan adiknya."Ela tidak jadi melanjutkan, katanya tak ingin jadi tambah beban, bilangnya kemarin ndak papa sampai kelas 9 masih ada adik-adik yang sangat memerlukan, kasihan liat Mbak kerja ini itu. Ditambah lagi jika melihat bapaknya, belum tau kapan akan bisa kembali pulih."

Hardi ikut menghembuskan nafas pelan, dirinya tahu seperti apa sifat keponakannya. Pasti Nayla punya suatu alasan yang kuat kenapa memutuskan tidak jadi melanjutkan. Ia sangat ingin membantu, tapi karena Nayla sudah memutuskan untuk tidak jadi melanjutkan.

Diantara tiga  bersaudara yaitu Hartatik, Hidayah dan dirinya Nayla hanya terbiasa padanya, bagainama tidak, sedari kecil Nayla memang sangat dekat dengannya dan dari kedekatan itu jadi dirinya tahu sifat ponakannya. Sangat berbeda lagi dengan Mbak keduanya yang  memang sewaktu Nayla masih bayi sudah jauh dari keluarga karena mendapat pendamping yang sedikit jauh dari tempat tinggalnya, maka dari itu Nayla jadi tidak terlalu terbiasa. 

Meski Nayla anak yang selalu nurut, tapi Hardi sangat mengerti  dan paham jika ponakannya itu sudah berani mengutarakan apa yang telah jadi keputusan serta keinginannya tidak akan ada yang bisa mencegahnya. Ya, walaupun masih usia remaja pola pikir Nayla sudah melebihi usianya. Sudah berani menolak tawarannya serta sudah mengutarakan apa yang menjadi keputusannya pada kedua orang tuanya berarti Nayla sudah memikirkannya secara matang serta siap menanggung apa yang sudah jadi keputusan.

Hembusan nafas pelan dan panjang mengakhiri flash back waktu itu. "Nayla ada alasan tersendiri Mbakyu," ucapnya diiringi sedikit senyuman teepaksa. 

"Kapan cah ayu pulang? Mbak sudah kangen sekali rasanya," tanya bu Ni'mah selanjutnya.  

Belum sempat bu Hartatik menjawab terdengar ada ucapan salam dari luar, obrolan kedua perempuan itu pun berhenti.

"Assalamu'alaikum." Ucapan salam dari luar. 

"W*'alaikumsalam," jawab kedua perempuan itu.

Ternyata Naufal, adik sulung Nayla sudah pulang sekolah. Tidak lama setelahnya Pak Supri serta Pak Yanto pulang dari kebun.

****

"Kapan Nduk libur? tadi siang Budhe Ni'mah bilang, sudah kangen sama Nduk (panggilan untuk nak)," ucap Bu Hartatik.

"Budhe berkunjung lagi?"

"Iya, beliau nanyain Nduk, terus nanya dimana? Ibuk bilang kalau Nduk kerja terus nanya lagi, kapan Nduk akan  pulang kata Budhe sudah kangen sekali sama Nduk," lanjut ibu Nayla. 

"Embak Ela kapan liburnya? libur nanti Mbak pulang 'kan?  belikan mainan lagi ya? kemarin mobil-mobilanku dipinjam teman terus rodanya copot terus aku benerin lagi, tapi sudah ndak bisa." Naufal ikut bersuara. 

"Hayoo, Ofal sendiri yang ngerusakin apa pas dipinjam teman? pasti mainnya ndak pelan-pelan trus asal nabrak, iya 'kan?" 

"Hehehe i-ya, ma-afin Ofal ya?" meski hanya lewat telfon suara tapi Naufal terlihat sedikit takut, mungkin khawatir kalau Nayla akan memarahinya. 

"Kalau Mbak belikan janji lho, mainnya  ndak boleh asal-asalan kalau lagi main. Kalau Mbak Novi mau tak belikan apa kalau Mbak pulang?"

"Aku juga ditawarin? Beliin jam tangan kaya' punyamu aja deh Mbak, boleh kan?" ucapnya terdengar sedikit ada rayuan. 

"Iya, nanti Mbak belikan, belajar yang rajin ya terus ini 'kan sudah setengah sepuluh lebih sudah waktunya tidur, adik buruan tidur ya! Kalau kemalaman pasti  besok telat bangunnya."

"Ok, siap Mbak," jawab keduanya kompak. 

"Yaudah tutup aja telfonnya Nduk, sudah malam, Nduk juga jangan kemalaman tidurnya."

"Baiklah, salam buat Bapak ya Buk,  Nduk tunggu dari tadi ndak pulang-pulang. Oh ya, hampir lupa, aku pulangnya hari sabtu."

Setelah mengucapkan salam serta mengakhiri panggilan telfon dari Nayla bu Hartatik segera menyusul Novi juga Naufal yang sudah mau tudur. 

****

Sementara di suatu rumah ada satu keluarga sedang  berkumpul di ruang tengah rumahnya, sembari menonton televisi setelah selesai makan malam. 

"Pak, ternyata cah Ayu sudah lulus sekolah lho," ucap bu Ni'mah memulai obrolan. 

"Bapak sudah tahu dari 3 bulan lalu Bune," jawab pak Yanto. 

Bu Ni'mah langsung tersenyum penuh arti, entah apa yang ia fikirkan. Di dalam keplanya ada ssesuatu yang ia inginkan lalu matanya berkedip mengisyaratkan sesuatu pada suaminya. 

"Mas, Ibuk kenalin sama cah ayu mau ya?" Bu Ni'mah bukan hanya bertanya ,tapi juga minta persetujuan pada anaknya.

Sementara yang ditanya justru asyik melihat layar handphone, tidak mendenar pertanyaan yang barusan terucap dari ibunya. 

"Mas! Diajak ngomong orang tua kok malah meneng wae (diam saja)," protes bu Ni'mah pada Agus Riyanto anak tertuanya.

"Oh, Ibuk tadi nanya ke Mas?" Sembari menoleh pada adiknya yang juga asyik main handphone.

"Makane tho Nang (panggilan Nak untuk laki-laki) kalau lagi kumpul bareng seperti ini, hapenya leren (berhenti), kalau diajak ngobrol biar nyambung." Pura-pura kesal. 

"Njih buk, ngapuntene (maafin) Mas. Ibuk wau tanglet nopo? (Ibuk tadi tanya apa?)" ucapnya dengan menunduk, sudah jadi kebiasaannya kalau orang tuanya sedang ngomel, selalu saja menunduk. 

"Mas, mau ndak kalau Ibuk kenalin sama cah ayu?"

"Cah ayu?" menautkan kedua alis tidak mengerti, belum mengerti cah ayu yang ibunya maksud karena terakhir 5 bulan lalu ibunya ngotot ingin mengenalkannya dengan anak temannya. 

"Ya, cah ayu, ya 'kan Pak? Anaknya ayu (cantik), rajin, baik, sopan pokok e ayu lah mas, nanti kalau Mas sudah lihat pasti langsung suka," terang Bu Ni'mah dengan bangga, dalam pikirannya pasti anak bujang tertuanya akan langsung suka jika sudah bertemu dengan Nayla. 

Agus hanya tersenyum melihat antusias Ibunya yang menceritakan tentang cah ayu.

Agus ini anak pertama Bu Ni'mah yang sudah dua kali dilangkahi adik-adiknya nenikah. Berkali-kali juga dikenalkan dengan anak teman-teman bu Ni'mah, sesama pedagang di pasar, tapi tetap saja belum ada yang cocok menurutnya, entah perempuan yang seperti apa lagi yang dia cari. Orang tuanya sudah hampir putus asa mencarikan barangkali  Si Sulung ini tidak dapat mencari pendamping hidup. 

Siang tadi saat ngobrol dengan Pak Supri juga Bu Hartatik yang mengatakan kalau Nayla, putri sulungnya sudah lulus sekolah, suatu ide muncul dalam benaknya 'bagaimana kalau anak bujangnya itu dijodohkan saja sama Nayla.' Tadi sepasang pasutri itu sudah berdiskusi dan keduanya yakin pasti Si Sulung  tidak akan menolak. 

Sejak pertama melihat Nayla tidak hanya Dimas Nugraha (si penyiar) saja yang langsung jatuh cinta pada pandangan pertama, tapi sepasang suami istri itu juga. Pertama kali melihat Nayla yang selalu saja mengawali sapaan ke semua orang dengan senyuman manisnya lansung membuat sepasang suami istri itu suka dan kini ada keinginan untuk menjodohkan abak tertuanya dengan Nayla. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status