Tidak ada yang mudah untuk dilalui Karina dalam hidupnya. Meski telah menyembunyikan identitas, tetap saja ada masalah yang datang.Rumah begitu sepi malam ini, Azka tidak banyak bicara menceritakan harinya di sekolah.Ia sibuk mengatur alat sekolahnya untuk besok. Karina jadi ingin tahu.“Kenapa kamu bawa yang baru? Kamu sudah punya yang lama kan?” tanya Karina saat melihat Azka memasukkan segala alat baru sekolah ke dalam tasnya. “Aku mau pakai yang ini!”“Tapi Azka. Itu bukan punya kamu!”“Kalau bukan punya aku, kenapa dikirim ke rumah ini. Jelas-jelas semua hadiah yang dikirim ke sini atas nama Azka, Bu!”“Tapi ibu nggak tau siapa yang mengirim itu!”“Maaf Bu, Azka yakin yang ngirim pasti orang baik. Sudah berhari-hari semua hadiah ini ada disini. Dan tidak ada yang datang untuk meminta. Itu artinya semuanya memang milikku, milik Azka dan Azka mau bawa ke sekolah. Siapa tau yang ngirim hadiah bakal seneng kalau dipakai Azka gunakan alat sekolah baru ini!”Karina hanya bisa diam. K
"Karin, tunggu. Kita bisa kan jalan di luar sebagai teman. Aku ingin lebih dekat dengan kamu!" ungkap Arga yang secara brutal terus saja mencari celah untuk bisa dekat dengan Karina. Ia bahkan menahan perempuan itu untuk tidak pulang dulu sebelum mengiyakan keinginannya untuk jalan berdua.Karina melepas tangan Arga yang memegang lengannya. "Pak, dilihat orang. Pak Arga nggak malu. Pak Arga tau kan kita udah digosipkan lho. Dan saya tidak suka.""Gosip, aku nggak tau. Yang aku tau, aku mulai suka sama kamu Karin."Arga mengatakan itu begitu saja di tengah keramaian orang-orang yang berlalu lalang untuk pulang. Karina merasa bodoh. Ia seperti sedang bermain drama. "Pak, jangan begini. Pak Arga nggak malu apa!""Enggak!"Orang yang lewat seperti mendapat tontonan gratis. Sebagian mencuri kesempatan merekam momen itu. "Maaf, tapi saya harus pulang."“Aku anterin ya!”“Please Pak, berhenti. Jangan ikuti saya lagi!” pinta Karina. Ia sontak sedikit meninggikan nada bicaranya hingga menari
Jonathan merasa sangat tidak sabar untuk mencari tahu, siapa pelaku di balik motor Karina yang jadi sangat kotor itu. Tentu, Jonathan sangat menaruh dendam. Orang-orang yang tega membully Karina, tidak tahu saja kalau Karina itu istrinya. Sampai di ruangan pengecekan, ada petugas yang membantu memutar rekaman cctv siang tadi. Tepatnya saat pukul dua siang. Mayoritas karyawan memang banyak yang sudah masuk. Namun, ada beberapa yang sedang istirahat. “Nah itu dia. Ah mereka tega sekali membuang air got ke motornya Karin, dan hampir lima timba yang mereka tumpahkan. Juga sampah itu, ah menjijikkan sekali sikap mereka.” Jonathan merasa ngeri, bagaimana bisa karyawan perempuan di perusahaannya memiliki tabi’at begitu buruk.“Cepat cari tau datanya!” pinta Kenneth. Ia pun ikut memprihatinkan. Rasanya sayang sekali, padahal sama-sama perempuan. Tapi, tega sekali membully.Jonathan sudah mendapatkan apa yang dirinya mau. Ia juga meminta hasil rekaman untuk dikirim ke laptopnya. “Oh iya,
Jonathan masih terbayang-bayang dengan ucapan terima kasih dari Karina. Ia bisa melihat senyum cantik itu lagi, bagai matahari yang terbit di pagi hari, terlihat sangat indah.“Gimana ini, aku pengen ketemu Karin, aku mau dia. Sama Azka juga. Aku kangen kalian!” Jonathan menjatuhkan kepalanya di atas meja kantor, lalu memejamkan sepasang matanya.Terlintas lagi kenangan bersama dengan Karina. ia rindu masa itu. “Nggak bisa begini. Aku harus kasih tau Karina, kalau aku masih cinta sama dia.”Jonathan segera bangun, dan keluar dari ruangan. Ia melihat jam di pergelangan tangan masih ada waktu untuk mencari Karina. Kebetulan Karina pulang agak sore. Sengaja menunggu di depan pintu masuk proses. Jonathan merasa Karina mungkin sebentar lagi akan keluar. Benar saja, tidak butuh waktu lama. Karina muncul di depan pintu keluar. Ia masih harus absen pulang di mesin finger milik perusahaan di dekat pintu tadi. Jonathan berencana akan mengajak Karina bicara sebentar. Lalu memberitahu pelan-p
Azka butuh sosok ayah, anak laki-laki itu kadang terlihat sangat kuat dan pemberani. Juga paling memiliki tubuh yang begitu bagus dengan tinggi lebih dari teman seusianya dan tatapan mata yang tajam. Berbeda dengan anak kebanyakan, memang Azka adalah tipe anak cerewet juga banyak bertanya seperti anak-anak yang lain. Namun, dalam berbicara, Azka memiliki pilihan kata yang sungguh luar biasa dan sesuai realita. Tidak takut memberikan pendapat, meski harus mengatakan kejelekan temannya sendiri. Karena itu sesuai kenyataan. Bagi Azka sendiri, berbohong hanya akan menimbulkan masalah baru. Karena itu, ia tidak akan berkata hal palsu untuk menjaga perasaan orang lain, terutama teman sekolahnya.Karina sangat memahami perilaku dan sikap tersebut. Itu sangat mirip dengan Jonathan.Di masa lalu, Jonathan pun dengan lantang mengatakan kalau dirinya ingin bertanggung jawab atas kehamilan Karina. Ia tidak akan lari dan tetap berusaha meyakinkan dunia. Kalau Karina yang sederhana adalah memang
“Jadi, gimana? Apa acara kencan ini tidak jadi saja. Aku rasa, saat kamu bersamaku itu hanya akan buang waktu kamu ‘kan” Jonathan menatap datar. Pandangannya hanya lurus ke depan. Ia bahkan tidak menoleh sedikitpun pada Laura yang sudah berusaha maksimal untuk penampilannya hari ini.“Kamu kurang waras Jo! Gimana bisa aku udah susah payah luangkan waktu buat kamu. Kamu malah pengen kencan kita nggak jadi.” Laura merasa tak habis pikir. Ia pun menatap sopir yang sudah sangat siap untuk disuruh. “Heh sopir, udah jalan aja sekarang! Kamu udah dikasih tau belum kalau Tante Kirana udah pesen resto buat aku makan sama Jo hari ini?”Kenneth mendengar itu hanya bisa membatin. Cara bicara Laura sungguh terasa tidak ramah. Wanita itu bahkan memanggil dirinya sopir seakan dirinya hanya sebatas sopir. Padahal Kenneth adalah suruhan luar biasa dan bisa dibilang pengawal, juga tangan kanan Jonathan. “Kok diam aja sih. Heh sopir, kamu dengerin aku bicara nggak!”“Iya! Denger Nona!”“Ya udah jalan!
Siang dengan matahari tersenyum cerah, perlahan mendung hitam mengikis dari arah selatan. Jonathan berdiri di tepi jendela ruangannya yang terbuka, menatap pemandangan langit siang itu. “Minggu-minggu ini memang sepertinya akan hujan ringan Pak!” ucap Kenneth. Ia mendekati sang bos sambil membuka tutup lembaran kertas di tangannya.“Pantas sejak kemarin selalu mendung.”“Ehm … Pak!”“Iya!”“Apa pak Jo setelah makan siang akan mengecek pembangunan tempat penimbunan bahan seperti kemarin?”Jonathan berpikir sejenak, sebenarnya kemarin ia hanya ingin menemui Azka. Bukan untuk mengecek pembangunan itu. “Sepertinya siang ini aku mau turun ke proses saja. Mungkin lusa aku akan kunjungan luar lagi."“Baik Pak!” jawab Kenneth. “Kalau begitu akan saya siapkan perlengkapannya!”Tiba-tiba, belum sampai Kenneth meletakkan kertas yang diceknya tadi. Arga masuk begitu saja ke dalam ruangan Jonathan. Membuat Kenneth dan Jonathan terkejut dan merasa kalau Arga tidak sopan.“Tidak punya attitude ya
Makanan kesukaan Azka ada di depan mata. Ini sama persis dengan makanan yang diterimanya beberapa waktu lalu dari Om baik. Azka hanya sesekali bergumam, mengatakan ini adalah makanan yang sama dengan pemberian om baik pada ibunya. Komposisi dan rasanya sama persis. Azka setelah mencicipi makanan tersebut. Kemudian menatap Karina."Apa ibu berjumpa dengan om baik? Kok bisa makanannya sama seperti ini!""Enggak, ibu cuma bertemu dengan bos ibu di kantor.""Oh!" jawab Azka singkat. Ia lanjutkan lagi makannya dengan ekspresi begitu menikmati.Karina masih bingung. Kebetulan yang keterlaluan. Ia dengan mudah sore ini dapat tumpangan dari Jonathan. Sedangkan selama ini, dirinya tahu kalau siapapun jarang ada yang dapat bantuan sedemikian rupa. Terpaku sendiri di meja dapur, dengan mata kosong karena memikirkan semua hal. Termasuk mie goreng Jawa yang penuh sayuran pemberian Jonathan. Makanan itu memang favorit Azka. Juga sama dengan makanan yang didapat dari Om baik. Mungkinkah kalau o