Sudah hampir empat jam Marigold menunggu dengan super-super jengkel, kedatangan tuan milyader di apartemen lamanya. Kepala Marigold yang sudah mengeluarkan tanduk kejengkelan, membanting marah pintu apartemennya, lalu berjalan mondar-mandir tidak sabar di lobi apartemennya. Marigold sudahh tidak tahan lagi menunggu Max yang benar-benar seperti karet molor."Sebenarnya ada dimana bosmu itu, hah?! Kenapa dia lama sekali datangnya? Tuan milyader tidak mungkin tersesat kan?! GPS yang dimiliki Tuan Max pasti yang paling canggih sedunia. Lagian, kenapa kamu tidak datang bersamanya?" sembur Marigold marah pada Martin yang duduk tenang sambil membaca koran di sofa lobi. Marigold berkacak pinggang, memandang kesal pada asisten pribadi Tuan Max itu. Bukan suami tampannya yang datang, eh... malah asisten julid nya yang nongol. Bikin bete saja!"Tuan Max menyuruhku datang lebih dahulu untuk membawa koper dan keperluannya selama menginap di kampung halaman anda, Nyonya Marigold. Tuan Max bilang ak
"Marigold, apa itu kamu?""Ya ma. Ini aku. Aku baru saja sampai," jawab Marigold yang berjalan dengan menabrak bahu Adam yang menghalangi langkahnya. "Adam, sebaiknya kamu cepat pulang sebelum digrebek satpam," desisnya dengan melotot."Lho nak Adam masih ada disini?" Mama Marigold memandang heran pada tamu pria yang berdiri di depan pagar rumahnya."Iya tante," jawab Adam seraya tersenyum sopan. "Tadi kebetulan saya ketemu Marigold di jalan, jadi mau sekalian mampir lagi."Mama Marigold mengangguk paham. "Kalau begitu, masuklah sebentar. Mumpung sudah ketemu Marigold, nak Adam bisa ngomong sekalian maksud kedatangannya."Dengan senyum mengembang, Adam menoleh ke arah Marigold yang memelototinya karena berhasil merayu mamanya. Adam hanya mengedikkan bahunya, lalu melewati Marigold yang menegang marah dan masuk ke dalam rumah."Maa," panggil Marigold dengan nada jengkel. Marigold terpaksa mengikuti mamanya dan Adam yang sudah terlebih dahulu masuk rumahnya."Apa?" gumam mamanya sambil
"Janji dulu dengan mama, kalau besok kamu akan datang ke acara reuni itu.""Ck, malas," gerutu kesal Marigold, lalu berniat membanting pintu kamarnya, namun mamanya menahan pintu itu dan mengekorinya masuk ke kamar. Marigold merebahkan punggungnya yang lelah ke atas ranjang."Kok bisa malas sih?" omel mamanya tidak mengerti. "Mama saja kalau ada janji temu dengan teman-teman, pasti selalu bersemangat dan tidak sabar untuk segera datang," "Haish! Itu kan mama," sahut Marigold dengan memutar bola matanya. "Aku ini pulang kampung untuk bertemu dengan papa mama, bukan untuk ngobrol unfaedah dengan mantan teman SMU itu. Asal mama tahu, lebih menyenangkan berkutat dengan tanaman papa daripada melihat wajah-wajah tidak tulus mereka. Itu sangat memuakkan, ma.""Ck, kenapa kamu jadi sinis begitu, Marigold?" tegur keras mamanya yang tidak suka dengan sikap Marigold yang antipati pada teman-temannya. "Sejak lulus, kamu jarang pulang dan tidak pernah bertemu satu sama lain. Jadi wajar saja, kala
"Halo Alana.""Lho mana Tuan Max?" tanya Alana yang menoleh ke kanan dan kiri dengan heran, melihat Marigold berdiri seorang diri. "Apa kamu datang sendirian?""Ya, aku datang sendiri. Tuan Max suamiku sedang sibuk, jadi dia tidak bisa datang," jawab Marigold yang bersorak girang dalam hati, saat melihat ekspresi mantan teman sekolahnya ini yang langsung murung."Ah, sibuk ya? Sayang sekali, padahal aku ingin sekali bertemu dan mengobrol dengannya," ucap Alana, mantan teman SMU nya itu dengan nada sedih."Ya-ya.. memang sayang sekali, kamu tidak bisa bertemu dengan Tuan Max," sahut Marigold dengan mengangguk-angguk menyebalkan. Tepat seperti dugaannya. Mereka hanya ingin bertemu dengan Max, bukan dengan dirinya. "Menurut pendapatku, sepertinya kamu memang tidak pernah berjodoh dengan Tuan Max yang kaya dan tampan itu, Alana. Mau bertemu saja, banyak halangan rintangan dan cobaan. Ck, kasihan."Marigold tersenyum dingin saat membalas mata Alana yang menyipit marah.Lalu dengan tatapan
Di mobil Max.Hari ini tuan milyader membawa mobil Ferrari merah mengkilap, dengan harga yang sanggup membuat mata orang melotot nyaris keluar karena harganya selangit. Para mantan teman Marigold sekali lagi merasa baper saat melihat dirinya dibukakan pintu oleh Max, lalu masuk ke mobil super mewah itu.Mau tidak mau, Marigold merasa bangga karena diperlakukan bak seorang ratu oleh suaminya. Apa yang dimiliki Marigold adalah impian semua wanita. Punya suami kaya, ganteng, dan penuh perhatian."Marigold.""Hmm." Marigold menjawab tanpa menoleh ke arah Max yang sedang menyetir."Kenapa kamu diam saja?""Kenapa kamu mengeluarkan black card milikmu itu? Apa kamu tahu kalau apa yang kamu lakukan itu memang yang diharapkan oleh mereka," cecar Marigold cemberut mengingat ekspresi ceria semua mantan teman-temannya yang tanpa sungkan memesan menu begitu banyak.Max mengulurkan tangan mengelus kepala Marigold. "Hanya uang kecil. Tidak usah dipikirkan.""Ck, dasar orang kaya!" sembur Marigold de
"Dua kali?! Apa.. maksudmu?" tanya Marigold sambil menyingkirkan kedua tangan Max yang menjepit wajahnya. "Kamu pernah menolongku... dua kali?"Max mengangguk. "Benar. Dua kali.""Oya?" Marigold memiringkan kepalanya, bingung. "Tapi aku tidak ingat pertolonganmu. Dimana lagi kamu pernah menolongku, selain datang sebagai pangeran untuk menyelamatkan si princess kodok di acara reuni mendadak tadi?"Dengan tergelak geli, Max kembali ke posisinya di kursi pengemudi. Mendengar Marigold mengumpamakan dirinya sebagai princess kodok. Dasar! Aneh-aneh saja."Apa masih ingat saat kamu berkelahi dengan pencuri di jalanan, lalu jatuh dan tidak sadarkan diri?" tanya Max sambil melipat tangan di dada.Hanya perlu sedetik untuk mengingat kejadian menyebalkan itu. Saat itu, Marigold ingat bahwa dirinya berusaha keras mempertahankan tas berharganya dari dua pencuri brengsek. Dan sialnya, tidak ada warga yang tergerak untuk menolongnya."Hm-hm. Tapi yang menolongku saat itu adalah Pak Umar, sopirmu kan
Kemudian.. Setelah percintaan panas berjilid-jilid serta mencoba berbagai gaya hingga seluruh tulang terasa remuk, sebuah dering ponsel membangunkan Max dan Marigold yang sedang terlelap karena kehabisan tenaga. Drrrt-drrrt-drrrt.. "Ponsel siapa itu?" tanya Max dengan suara serak, sambil menyalakan lampu di nakas ranjang hotel. Max melihat waktu di jam tangan Rolex yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Sekarang hampir setengah dua belas malam. Max meregangkan tubuhnya dengan nikmat. Belum pernah dirinya merasa senyaman ini. Setelah menjalani hari panjang yang intim dan memuaskan itu, Max dan Marigold tertidur pulas di ranjang. Max tidak bisa menjauhkan tangannya dari tubuh lembut Marigold. Memeluk istri kecilnya ini serasa seperti pulang ke rumah, rasanya begitu nyaman dan enggan untuk beranjak menjauh. "Tak tahu," jawab Marigold menggumam pelan dengan mata tetap terpejam. Kepalanya semakin melesak ke bantal dan bergumam nyaman. "Kamu cepat angkat ponsel berisik itu. Hoam.
Keesokan harinya..."Marigold, apa suamimu akan baik-baik saja ditinggal di rumah bersama mama?" tanya papa Marigold sambil memarkirkan motornya di lahan parkir di pasar yang khusus menjual aneka bunga dan tanaman. "Papa kok jadi sedikit khawatir ya."Dengan acuh, Marigold mengibaskan tangannya. "Max perlu latihan mental supaya tahan banting. Jadi papaku sayang, sebaiknya anda jangan terlalu mencemaskan Max. Oke?" jawabnya enteng."Tapi..""Sudahlah, pa. Jangan bicarakan Max lagi. Sudah lama kita tidak berkencan. Ayo cepat. Kita perlu berburu bibit baru untuk kebun papa," ajak Marigold yang terlalu bersemangat sambil menggandeng lengan papanya memasuki gapura pasar bunga."Kamu yakin?" tanya papanya ragu. "Kamu kan tau sendiri kalau mamamu itu keras kepala, suka memaksa, dan banyak maunya. Tekadnya sekeras suaranya yang menggelegar. Papa takut terjadi sesuatu pada suamimu..""Pa," ucap Marigold seraya berdiri di depan papanya. "Max akan baik-baik saja. Jadi papa tenang saja. Max pasti