“Lena, duduklah,” perintah Tiara pada Elena yang terpaku menatap Erlangga.
Tanpa berkata-kata Elena duduk di sisi kanan meja makan. Erlangga pun duduk di sisi kiri, sementara Tiara duduk di bagian tengah. Kemudian, Tiara memanggil seorang pelayan untuk melayani mereka.“Suti...! Siapkan jus apel, jus alpukat dan jus wortel.”“Baik Nyonya besar,” jawab Suti menganggukkan kepalanya dan berlalu dari meja makan.“Ayo, makanlah...,” ajak Tiara melihat ke arah Elena dan Erlangga.Terdengar denting sendok dan garpu dengan lembut tanpa terdengar obrolan diantara mereka bertiga. Suti membawakan 3 buah jus dan berdiri menunggu perintah Tiara. Sekitar 10 menit usai Suti berdiri dengan membawa nampan berisi 3 gelas jus. Tiara pun memerintahkan pelayannya untuk membawa ketiga jus tersebut ke taman belakang rumah.“Suti, kamu bawa jus itu ke taman sekarang,” perintah Tiara yang beranjak dari meja makan.“Ayo Er..., Lena...,” ajak Tiara.Tiara jalan terlebih dahulu, setelah itu Elena pun berjalan. Disaat Elena baru berjalan sua langkah, Erlangga pun bertanya, “Dimana Sakti?”Elena yang terkejut mendengar pertanyaan Erlangga menoleh ke arah lelaki itu dan menjawab dengan gelagapan, “Sakti...? Hmmm..., Biasanya dibelakang sama pengasuhnya. Tapi, mungkin di depan..., Oh, bukan..., Di taman samping. Ya, ya, taman samping.”Erlangga yang melihat Elena bingung harus menjawab apa tentang Sakti, jadi tersenyum juga. Kemudian, mereka pun jalan bersama tanpa berkata-kata.Setelah sekian lama tak bertemu, ada semacam jarak diantara mereka. Penampilan Elena yang terlihat lebih dewasa usai melahirkan Sakti, menambah kecantikan pada wajahnya. Sementara, Erlangga yang terus melampiaskan emosinya dengan berolah raga, membuat tubuhnya sispek dan terlihat tambah gagah, namun wajah Erlangga yang macho dengan rahang keras membuat lelaki tampan itu kian gagah.Dalam hati Elena pun bergumam, ‘Uhm..., Erlangga tambah tampan dan lebih lelaki banget dengan kulit agak kecokelatan. Apa dia selama ini Fitnes dan sering ke laut?’Begitu juga dengan Erlangga yang berbisik dalam hati, ‘WOW..., Elena keliatan semakin cantik dengan tubuh yang semakin berisi. Apa karena dia pernah melahirkan.., jadi semakin seksi dan..., kenapa bagian dadanya tambah besar? Ahh! Ini pikiran kotor amat sih.’Sesampai di taman, mereka bertiga duduk pada kursi bulat terbuat dari batu pualam berwarna putih. Lalu, menikmati jus yang telah diletakan di meja makan.Tiara yang sebelumnya telah berbicara dengan Erlangga lewat telepon agar, putranya bisa bersikap lunak dan tidak mengungkit kejadian yang lewat demi seorang calon penerus sengaja ingin sebagai penengah diantara mereka, ia berharap semua berjalan sesuai rencananya.“Lena..., Er..., Mami mengajak kalian berdua duduk di taman ini untuk memastikan. Apa kalian benar-benar akan bercerai?” tanya Tiara menatap kedua anak muda tersebut.Sejenak suasana di taman hening. Elena dan Erlangga tampak sibuk dengan jus yang sedang diminumnya dengan tandas. Setelah itu, terlihat Elena memejamkan matanya.Seolah mengingat kejadian saat mereka ke rumah duka Jamila. Ada rasa sakit yang masih dirasa kala dilihat Erlangga bersama Bella. Dalam hati terdalam Elena ada pula sebongkah rasa sesal atas kesalahannya pada Erlangga.Atas segala hal yang telah terjadi diantara mereka, Elena dalam waktu hampir 3 bulan ini telah bertekad untuk tetap bercerai dari Erlangga dan berharap dengan bercerai, mereka mampu membuat hubungan yang tak baik menjadi lebih baik lagi. Maka, Elena menjawab tegas pertanyaan Tiara.“Ya ... Lena pikir, lebih baik kami bercerai. Saya nggak mau Erlangga mengungkit kejadian yang telah lalu, karena memang nggak gampang bagi Erlangga melupakan semua kejadian. Apalagi, ada Sakti diantara kami,” ucap tegas Elena.Erlangga yang tak menduga Elena akan menyetujui perceraian diantara mereka pun hatinya meradang. Apalagi saat ia teringat atas kejadian yang telah lewat, membuat hatinya bertambah kesal, sehingga Erlangga pun lepas kontrol saat berbicara.“Bagus! Aku juga maunya bercerai dari kamu! Siapa juga yang mau balik sama perempuan yang nggak bisa jaga kehormatannya! Perlu kamu ingat! Aku juga udah menggugat kamu!” dengan geram Erlangga mengatakan hal yang seharusnya tak di katakannya.Erlangga pun berdiri dan menatap wajah Elena yang tampak memerah mendengar ucapan lelaki tampan calon ayah dari bayi yang dikandungnya saat ini.“Erlangga...! Stop! Kamu tau..., Elena sedang hamil anak kamu!”“Oh yaa..? Anak saya...? Mami jangan gampang percaya begitu aja sama perempuan suka bohong ini. Bisa jadi anak yang dikandungnya, saham dari suami Mami yang brengsek itu! Mereka berdua itu sama-sama maniak!” maki Erlangga mengungkap kekesalan hatinya dengan menunjuk-nunjuk ke wajah Elena dalam posisi berdiri.“Er ... Demi apa pun, anak yang aku kandung ini anak kamu. Kalau kamu nggak percaya kita bisa lakukan DNA. Silakan kamu benci aku. Kita juga akan bercerai secara baik-baik. Tapi, anak dalam kandunganku ini nggak bersalah. Aku yang salah dan aku minta maaf..., kelak anak ini harus tau siapa ayahnya, walaupun kita bercerai... ” ucap lirih Elena menatap lelaki yang selama ini dirindukannya.“Apa ... cerai baik-baik? Apanya yang baik? Kamu memang sejak awal sudah punya niat jahat sama keluarga ini! Kamu jual tampangmu itu ke Papi tiriku demi uang. Bagiku, Jamila lebih mulia dari kamu yang munafik! Nggak mau jual diri tapi jadi lonte di rumahku sendiri. Dasar jal...”“Cukup! Er...!” teriak Tiara memotong umpatan dan caci maki yang diutarakan oleh putranya.Terlihat Elena telah menangis namun, Erlangga tetap mencaci makinya. Karena itu Tiara menghardik putranya. Biar bagaimana pun, anak di dalam kandungan Elena lebih berharga dari apa pun dan akan ia persiapkan untuk membalas dendam pada Herlambang.Semua hal yang direncanakan Tiara untuk menyatukan kembali hubungan Elena dan Erlangga demi seorang penerus akhirnya berantakan. Putranya yang temperamen tidak bisa diajak kerja sama. Namun Tiara tetap bertekat akan menyatukan mereka kembali.“Baiklah, Er memang lebih baik nggak ke rumah ini lagi!”Bersamaan dengan kata-kata dan kekesalan hatinya yang kian memuncak, Erlangga bangkit dari tempat duduknya. kemudian, meninggalkan Elena yang masih menangis dan menundukkan kepalanya.Sedangkan Tiara yang melihat putranya meninggalkan taman tersebut, mengikuti langkah panjang Erlangga dan terus memanggil putranya.“Erlangga...! Tunggu. Er ... tunggu!”Sesampai di teras, Tiara pun berbicara dengan putranya dengan wajah penuh rasa kecewa. Karena apa yang diharapkan tidak sesuai dengan apa yang ia ingini.“Er, kenapa sih kamu nggak merubah sikapmu demi Mami? Mami ini udah tua dan lagi sakit. Mami kan udah ngomong ke kamu..., Kalau kalian nggak usah bercerai! Kok malah kamu bentak-bentak Elena. Ingat..., Anak yang dikandung Elena anak kamu!” keluh Tiara saat mereka di teras dengan memegang tangan Erlangga.“Mii..., Maaf ... sepertinya Er tetap akan bercerai. Sulit sekali memaafkan Lena yang udah selingkuh dan punya anak dari hasil selingkuhannya. Tadi Er udah coba, tapi rasanya nggak segampang itu,” ungkap Erlangga.Mendengar perkataan putranya, Tiara yang berkeinginan putranya tak bercerai tak mampu untuk menghalangi langkah putranya. Namun, ia berharap dengan intens nya pertemuan diantara mereka, akan ada timbul rasa cinta yang dulu ada. Walaupun pertemuan pertama kali ini, masih dalam tensi yang tinggi.“Sekarang kamu mau kemana? Mami mau kamu menginap di rumah ini. Tolong, temani Mami, Er. Mami masih kangen kamu. Apalagi sebulan lagi kamu harus balik ke Perth. Ada banyak hal yamg mau Mami bicarakan. Tolong, sekali ini aja, turuti maunya Mami," pinta Tiara pada putranya.“Nanti malam Er balik ke sini. Sekarang mau nongkrong sama temen-temen," janji Erlangga.“Ok! Ingat jangan terlalu larut malam dan Mami mau kamu diantar sama pak Imam!” perintah Tiara.Erlangga pun tidak ingin mengecewakan Tiara kembali. Maka ia pun menuruti Tiara untuk balik ke rumah ini lagi. Tak berselang lama, seorang sopir dan mobil yang akan mengantar Erlangga pun telah disiapkan.Kemudian, Erlangga menuruni tiap undakan pada teras itu dan masuk ke dalam mobil yang akan membawa Erlangga ke tempat teman karibnya. Sementara Tiara kembali masuk ke dalam rumah.Erlangga pulang dini hari ke rumah dalam keadaan mabuk berat. Sopir yang diminta untuk mengantar pemuda tampan yang terlihat teler itu pun memapah dirinya bersama seorang sekuriti untuk menaiki tangga melingkar dirumah itu untuk sampai di kamarnya yang berada di atas. Sesampai di lantai atas, Imam yang tahu kalau antara Elena dan Erlangga belum bercerai mengetuk pintu kamar tersebut.Tok ... Tok ... Tok ...Elena yang baru saja memejamkan matanya usai membuatkan susu untuk Sakti yang berada di kamar bawah, terkejut dengan ketukan pada pintu kamarnya.“Siapa yaa...?” tanya Elena beranjak dari tempat tidurnya.“Maaf Nyonya Elena..., Saya sopir yang bawa Tuan Erlangga,” sahutnya pelan di depan pintu kamar Elena.“Erlangga?!” Cklek...!Pintu kamar wanita cantik itu pun terbuka, Elena pun mempersilakan sopir dan sekuriti di rumah itu untuk meletakan tubuh Erlangga yang tampak berantakan dengan bau alkohol serta bau asap rokok pada seluruh baju yang dikenakannya.“Makasih Pak Imam.
Setiap hari Dimas datang ke rumah Herlambang sekitar pukul 6 pagi untuk memberikan instruksi pada ke empat pelayan, satu orang sopir pribadi Tiara dan satu tukang kebun di rumah besar itu. Sedangkan sopir pribadi Herlambang, biasanya akan libur ketika Tuan besarnya tidak ke kantor seperti saat ini.Usai memberikan instruksi pada semua pelayan di rumah itu, sopir pribadi Tiara yang bernama Imam pun berbicara pada Dimas.“Pagi Pak Dimas, saya mau lapor,” bisik Imam saat mendekat Dimas.“Lapor apa?” tanya Dimas menatap selidik Imam.“Uhm, semalam Tuan muda Erlangga mabuk dan...”“Mabuk?” tanya Dimas melangkah ke samping rumah mewah itu dan diikuti oleh Imam.“Sekarang kamu bisa cerita,” pinta Dimas berdiri diantara pohon palem yang cukup tinggi.“Kemarin saya antar Tuan muda bertemu teman-temannya di tempat ngopi sampai jam 8 malam. Setelah itu, mereka bersama-sama pergi ke Night Club dan pulang dini hari dalam keadaan mabuk berat, Pak,” cerita Imam.“Apa Nyonya Tiara tau?” tanya
Elena turun dari lantai atas menuju ke ruang makan disambut dengan wajah ramah dan senyum semeringah Tiara, setelah ia mendengar cerita Darsih tentang hal yang sudah diduganya.“Pagi Lena..., apa Erlangga sudah bangun?” tanya Tiara tersenyum.“Udah, sekarang lagi mandi,” jawab Elena agak malu dan merasa Tiara telah mengetahui hal yang ia lakukan bersama Erlangga.“Wati...! Siapkan nasi goreng seafood nya,” perintah Tiara. Seorang pelayan yang dipanggil dan diperintah Tiara pun, bergegas untuk menyiapkan yang diminta tanpa berkata sepatah kata pun, Wati hanya menganggukkan kepala dan menata makanan di atas meja makan yang cukup besar.Setelah itu, pelayan pun menyiapkan minuman mineral dalam gelas bening panjang beserta segelas jus yang masing-masing telah dipesan oleh Tiara. Tanpa diberitahu, Wati pun berdiri di dekat meja makan yang berjarak 3 langkah dari tempatnya berdiri.Tiara meraih telepon direct yang berada di ruang makan tersebut untuk menghubungi Dimas, sang kepala pe
Perjalanan dari Jakarta ke daerah puncak memakan waktu sekitar 2 sampai 3 jam. Itu pun tergantung dari kondisi jalan saat itu. Apalagi, hari ini adalah hari kerja jadi jelas saja jalan akan padat merapat. Saat mendekati area puncak, terdengar dering ponsel Erlangga. Sementara Elena sendiri yang duduk di bangku belakang tampak hanya membaca sebuah novel untuk menemani sepanjang perjalanan ke puncak. Tetapi, saat Erlangga menjawab panggilan dari ponselnya, dada Elena mendesir. Ada rasa sakit, marah dan kesal pada sosok Bella yang sudah diketahuinya selalu mengejar-ngejar Erlangga. “Ya Bel..., Ada apa?” tanya Erlangga melihat ke arah spion tengah sembari mengamati Elena yang masih membaca sebuah novel. Elena yang terganggu saat Erlangga memanggil nama wanita itu, sengaja tetap membaca novel dengan telinga yang dipasang untuk mendengarkan pembicaraan sepihak dari Erlangga karena, suaminya menggunakan earphone, hingga Elena tidak bisa mendengar apa yang dikatakan Bella, selingkuhan Erlan
Erlangga dan Elena pun kembali menikmati kebersamaan mereka hingga petang dan Erlangga kembali mengirimkan hasil rekaman tersebut ketika Elena tengah membersihkan dirinya. Setelah puas dengan aksinya, ia pun keluar dari dalam kamar menemui Dadang yang sedang bersiap-siap membuat api unggun. Terlebih cuacanya begitu cerah.“Mang, apa mami dan papi sering ke Vila ini?” tanya Erlangga saat menemui penjaga Vila itu di bagian teras Vila.“Beberapa kali Nyonya dan Tuan besar juga Tuan muda kemari waktu renovasi,” tuturnya langsung berdiri dan mempersilakan Erlangga untuk duduk di kursi kayu depan teras.“Tuan muda siapa?” tanya Erlangga penasaran seraya mengernyitkan dahinya.Dadang yang bingung dengan pertanyaan Erlangga justru balik bertanya pada lelaki tersebut, “Maaf Tuan Erlangga, bukannya yang beberapa kali Jitu anaknya Tuan sendiri?” “Siapa?” tanya Erlangga yang telah cukup lama mengeluarkan nama Sakti dalam hati dan pikirannya.“Kalau nggak salah namanya Tuan Sakti. Kata Nyon
Erlangga dan Elena tampak menghabiskan waktu dengan bersama-sama mengelilingi api unggun. Sikap dan sifat Erlangga yang ramah mulai terlihat saat ia ikut membakar ayam dan Elena tengah ikut membakar jagung.“Ayo sini Ceu Emi ikut bakar jagungnya,” ajak Elena.Sedangkan ketiga lelaki, Dadang, Imam dan Erlangga membakar daging ayamnya. Dadang sengaja membawakan dua kursi rotan untuk diletakkan persis satu langkah dari api unggun dengan tujuan agar saat Erlangga dan Elena lelah, mereka bisa duduk di kursi rotan. “Er..., Jagung bakar punya kamu, pedes apa nggak?” tanya Elena mendekati tempat pembakaran ayam.“Dikit aja pedasnya, Lena. Ini ayam bakar kamu, gosong apa nggak? Hehehehehe...,” tawa Erlangga menggoda.“Awas aja kalau gosong, aku denda,” senyum Elena saat Erlangga menggodanya.Setelah matang, Emi membawa ayam bakar dan jagung bakarnya ke dalam Vila dan diletakkan pada meja makan di dalam Vila.Erlangga dan Elena yang masih berada diluar pun, kian merasakan hawa dingin at
Herlambang yang membawa Elena masuk ke dalam kamar, langsung merebahkan tubuh wanita cantik yang kian bertambah cantik seiring dengan kedewasaan dirinya dan pintarnya ia merawat diri. Setelah itu, Herlambang kembali ke ruang santai dengan membawa selimut tebal dan menyelimuti Erlangga yang tampak kacau berbaring pada permadani yang cukup tebal dengan pemanas di ruangan itu.Herlambang juga memunguti pakaian Elena yang berceceran di atas permadani dan membawanya ke dalam kamar. Sesampai di kamar, Herlambang yang masih berpakaian lengkap hanya mondar-mandir seraya memandang keindahan bentuk tubuh Elena dengan. Jakun yang turun naik. Bahkan, batang kelelakiannya pun telah pula berdiri tegak.Didekatinya tubuh nan elok wanita cantik yang telah membuatnya kecanduan. Teringat masa-masa gila kala mereka melakukan kenikmatan di lantai 14. Hasratnya seketika timbul. Matanya jelalatan memandang bentuk ternikmat yang sangat dirindukannya.Dengan napas menderu, dicium dengan lembut dan sangat
Sesampai di dalam kamar, Elena hanya bisa menangis sembari memegang perutnya. Ia benar-benar sangat terpukul dengan perilaku Herlambang yang dengan sengaja masuk dan tidur di sebelahnya.Dengan terus memegang perutnya Elena menangis dan berdialog pada calon bayinya, “Dek, maafkan mama..., Sekarang papa nggak akan kembali lagi sama kita..., hikss..., Maafkan mama, sayang. Mama terlalu banyak kesalahan sama papa. Mama menyesal, maafkan mama, sayang..., hikss...”Atas rasa sedih dan sesalnya Elena terus berdialog pada jabang bayi yang dikandungnya. Keinginan besarnya untuk tidak bercerai dan kembali pada Erlangga semata karena ia ingin darah daging Erlangga, yang dikandungnya saat ini kelak akan mendapatkan kasih sayang dari ayahnya sendiri.Namun saat semua harapannya hancur, Elena yang bersikeras untuk kembali pada Erlangga akhirnya mencoba untuk menghubungi lelaki muda nan tampan itu. Tetapi, panggilannya di reject oleh Erlangga.Setelah itu, Elena pun mengirimkan pesan pada Erlan