Erlangga yang mengetahui kedatangan Herlambang, membuat lelaki tampan itu uring-uringan. Di rumah, Erlangga yang tak pernah membentak Bella atas kesalahan kecil yang diperbuatnya, di pagi hari itu saat lelaki tampan itu akan ke kantor, membuat Bella menangis atas hal kecil yang tak diduganya.“Lain kali, kamu itu mikir! Masa iya aku ke kantor pakai pakaian ini? Apa kamu pikir ini cocok aku pakai? Padahal sejak awal kamu pilihkan pakaian ini, aku sudah ngomong..., singkirkan dari lemari pakaianku! Dasar perempuan nggak bisa buat suami bahagia!” teriak Erlangga pada Bella kala wanita cantik itu mengambilkan pakaian yang tak disuka oleh Erlangga.Elizabeth yang mendengar putrinya dibentak oleh Erlangga pun masuk ke dalam kamar itu dan menegur menantunya, “Ada apa sih sama kamu? Masalah pakaian saja sampai memaki-maki Bella! Apa putriku kurang baik mengurus putramu?!” Erlangga yang terkejut dengan kehadiran Elizabeth yang datang ke kamar mereka pun melirik ke arah wanita yang telah cukup
Tok ... Tok ... “Lena ... Lena ... apa kamu udah bangun?” tanya Herlambang mengetuk pintu kamar Elena. “Ya Om, udah bangun. Om tunggu aja di bawah, sebentar lagi saya turun,” pinta Elena dari dalam kamarnya. Herlambang yang tahu Elena telah bangun dari tidurnya, meraih gagang pintu dan mendapati pintu gadis cantik yang dicintanya terkunci. Dalam hati Herlambang pun bergumam, ‘Hmmm, ternyata Elena masih mengambil jarak. Baiklah aku akan menunggu sampai Erlangga menceraikannya.’ Herlambang tersenyum sendiri. Tak lama kemudian, pintu kamar Elena pun terbuka. Lelaki tampan yang masih berdiri di depan pintu kamar itu pun, tersenyum manis menyambut Elena yang agak terkejut mendapati Herlambang di depan pintu kamarnya. “Oh, Om Her masih di sini. Lena pikir udah turun,” cicit Elena membalas senyuman Herlambang yang terus menatap dirinya. “Hari ini kita akan jalan-jalan ke taman,” ajak Herlambang. “Om Her, apa nggak sebaiknya pamitan sama tante Tiara?” tanya Elena memandang lelaki tamp
“Sayang, siapa yang udah telepon pagi-pagi?” tanya Bella, memeluk tubuh bagian belakang Erlangga yang agak terkejut kala berdiri di balkon apartemennya. “Udah bangun?” tanya Erlangga membalikkan tubuhnya dan mengecup kening Bella. “Iya ... tadi ngomong sama siapa? Kok nggak jawab?” tanya Bella bergelayut manja di tangan Erlangga seraya memandang beberapa orang yang berenang dari atas balkon apartemennya. Dan kebetulan pemandangannya bagian bawahnya persis berisi kolam renang.“Ngomong sama Mami ... dia cuma tanya perihal surat gugatan cerai yang hari ini sampai di rumah. Katanya sih, kami bisa bercerai setelah Elena melahirkan dan melewati masa nifasnya,” ucap Erlangga memandang ke arah Bella yang masih asyik memandang orang berenang. “Kok gitu? Emang ada ya, undang-undangnya seperti itu? Kalau udah gitu, mau berapa lama lagi kita bisa nikah? Bisa jadi itu akal-akalan Lena aja,” sungut Bella menoleh ke arah Erlangga dengan wajah masam. Erlangga yang melihat wajah masam Bella pun b
Tepat pukul sebelas siang, Erlangga pun meluncur ke sebuah Resto milik teman Tiara yang bernama Erwin. Di sepanjang jalan menuju tempat resto tersebut, ia masih saja memikirkan anak yang berada di dalam kandungan Elena. “Gue harus bagaimana untuk ambil darah daging gue di Elena? Kalau ingat semua kejadiannya, nyesel banget gue ke Singapura waktu itu. Kalau aja ... udahlah, kalau emang si Lena kagak suka juga kagak mungkin kejadian.” Erlangga berbicara pada dirinya sendiri, saat perasaan benci timbul di hatinya mengingat perbuatan Herlambang bersama Elena di belakangnya. Tak lama kemudian, mobil yang dikendarai pun sampai pada sebuah resto milik teman Tiara. Seorang pelayan menyambut kedatangan Erlangga, ketika lelaki tampan itu akan memasuki pintu masuk restoran.“Silakan Kak ... untuk berapa orang? Apa kakak sudah boking meja sebelumnya?” tanya seorang pelayan seraya membukakan pintu dan berhadapan dengan Erlangga. “Belum sih, Mbak. Mungkin mami saya udah pesan meja, kata mami sa
Herlambang yang awalnya telah berangkat ke kantor, akhirnya kembali ke rumah usai menghubungi Dimas yang memberitahukan kalau Tiara tidak ada di rumah sebelum makan siang. “Dimas, apa Nyonya Tiara ada di rumah?” tanya Herlambang. “Maaf Tuan besar, Nyonya keluar rumah sebelum makan siang dengan Imam,” jawab Dimas. “Apa kamu tau dia kemana? Soalnya telepon saya nggak di jawab,” ungkap Herlambang. “Coba saya hubungi Imam, Tuan,” ujar Dimas. “Jangan! Nggak usah, biar aja. Hmmm, apa Elena hari ini nggak ke rumah mamanya?” tanya Herlambang kembali. “Betul Tuan, Nyonya Elena ada di rumah,” ucap Dimas. “Oh, Ok! Terima kasih,” tutur Herlambang menutup pembicaraan diantara mereka. Sekitar pukul dua siang, mobil yang dikendarai oleh Herlambang pun sampai di rumah. Herlambang melangkah panjang memasuki rumah mewah tersebut dan menaiki tangga menuju kamarnya. Disaat Herlambang melintasi kamar Elena, samar-samar terdengar suara televisi. Kemudian, Herlambang pun meraih gagang pintu kamar te
Sekitar jam 8 pagi, suara ponsel Erlangga berdering. Hal itu membuat lelaki tampan yang pagi itu masih terlelap dalam kantuknya memicingkan matanya dan meraih ponsel pada nakas sebelah tempat tidurnya.“Halo,” sapa Erlangga dengan kedua mata yang masih terpejam tanpa melihat nama yang ada di depan layar ponselnya.“Er ... Jam berapa ke rumah? Papimu udah ke Bandara dan Elena ada di rumah,” ujar Tiara menghubungi putranya.“Ya Mii..., Er mau mandi dulu,” jawab Erlangga.“Udahlah cuci muka aja. Nanti disini mandinya..., Biar kita bisa sarapan bersama Elena,” perintah Tiara.“Aduh..., Mami ini, Er risih..., lagi pula Er masih belom bis...”“Erlangga...! Tolong untuk kali ini kamu ikuti apa kata Mami! Apa Bella disana..., makanya kamu merasa keberatan dengan saran Mami?” tanya Tiara curiga atas keberadaan Bella di apartemen putranya.“Bella nggak tidur disini..., Ya udah sekarang Er cuci m.ka, langsung ke rumah,” sahut Erlangga tanpa ingin membantah perintah Tiara.Erlangga pun me
“Lena, duduklah,” perintah Tiara pada Elena yang terpaku menatap Erlangga.Tanpa berkata-kata Elena duduk di sisi kanan meja makan. Erlangga pun duduk di sisi kiri, sementara Tiara duduk di bagian tengah. Kemudian, Tiara memanggil seorang pelayan untuk melayani mereka.“Suti...! Siapkan jus apel, jus alpukat dan jus wortel.”“Baik Nyonya besar,” jawab Suti menganggukkan kepalanya dan berlalu dari meja makan.“Ayo, makanlah...,” ajak Tiara melihat ke arah Elena dan Erlangga.Terdengar denting sendok dan garpu dengan lembut tanpa terdengar obrolan diantara mereka bertiga. Suti membawakan 3 buah jus dan berdiri menunggu perintah Tiara. Sekitar 10 menit usai Suti berdiri dengan membawa nampan berisi 3 gelas jus. Tiara pun memerintahkan pelayannya untuk membawa ketiga jus tersebut ke taman belakang rumah.“Suti, kamu bawa jus itu ke taman sekarang,” perintah Tiara yang beranjak dari meja makan.“Ayo Er..., Lena...,” ajak Tiara.Tiara jalan terlebih dahulu, setelah itu Elena pun ber
Erlangga pulang dini hari ke rumah dalam keadaan mabuk berat. Sopir yang diminta untuk mengantar pemuda tampan yang terlihat teler itu pun memapah dirinya bersama seorang sekuriti untuk menaiki tangga melingkar dirumah itu untuk sampai di kamarnya yang berada di atas. Sesampai di lantai atas, Imam yang tahu kalau antara Elena dan Erlangga belum bercerai mengetuk pintu kamar tersebut.Tok ... Tok ... Tok ...Elena yang baru saja memejamkan matanya usai membuatkan susu untuk Sakti yang berada di kamar bawah, terkejut dengan ketukan pada pintu kamarnya.“Siapa yaa...?” tanya Elena beranjak dari tempat tidurnya.“Maaf Nyonya Elena..., Saya sopir yang bawa Tuan Erlangga,” sahutnya pelan di depan pintu kamar Elena.“Erlangga?!” Cklek...!Pintu kamar wanita cantik itu pun terbuka, Elena pun mempersilakan sopir dan sekuriti di rumah itu untuk meletakan tubuh Erlangga yang tampak berantakan dengan bau alkohol serta bau asap rokok pada seluruh baju yang dikenakannya.“Makasih Pak Imam.