Share

Bab 3-Diabaikan

Penulis: Amih Lilis
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-14 15:30:40

*Happy Reading*

"Ya, Tuhan, Mila!"

Dita yang pertama berseru heboh. Saat Arletta berhasil mengangkat Karmila ke atas permukaan Air. Setelah itu, baru diikuti koor helaan napas lega dari para penonton di sana, serta ucapan syukur pada Tuhan mereka masing-masing.

'Apa-apaan mereka itu? Bukannya bantuin angkat, malah jadi penonton saja? Seenggaknya ambilin handuk, kek. Atau apa gitu. Ck, gak guna!' Arletta mendumel diam-diam.

Arletta berusaha menepikan Mila ke arah tepian kolam dengan susah payah. Tangannya yang terluka mulai dia rasakan. Saat Arletta hampir sampai, tiba-tiba dua pria yang tadi ikut menolong Mila muncul. Satu orang langsung membantu menopang tubuh Karmila. Sementara satunya lagi naik dan menunggu kedatangan Mila di darat.

Awalnya, Arletta terkejut dengan aksi mereka. Namun, saat melihat mata kedua pria itu sudah lebih bersahabat dari pada tadi. Akhirnya Arletta pun menerima bantuan mereka, dalam memberikan pertolongan pada sahabatnya.

"Milaaa ... Ya, Tuhan ... terima kasih!" Dita menyambut kedatangan Mila dengan suka cita.

Langsung memeluk tubuh Mila erat sekali. Seperti menyambut anaknya yang baru saja kembali dari berperang. Bahkan, matanya sudah kembali basah dengan air mata haru.

Sementara itu, Mila yang masih lemas pun hanya pasrah saja dalam pelukan Dita sambil ikut menangis dalam diam. Beruntung Karmila termasuk orang yang suka olah raga, termasuk berenang. Hingga tidak mengalami kendala sulit saat harus menahan napas selama tadi.

Arletta membiarkan saja momen haru itu tanpa komentar apa pun. Lebih memilih ikut naik keluar dari kolam renang, tanpa bantuan siapapun.

"Sebentar, Dit. Gue cek dulu."

Setelah sudah sampai daratan. Arletta pun menyerbu kembali mendekati Mila, dan menginterupsi pelukan haru model dan managernya itu.

Namun, baru saja Arletta meraih tangan si model. Gadis itu sudah berseru heboh, sambil memeluk Arletta.

"Leta!! Gue takut!!" Tangis Mila pun makin pecah. Dalam pelukan sahabatnya.

"Gue kira, gue bakal mati tadi. Gue bener-bener takut banget!" racau Mila, yang hanya Arletta tanggapi dengan dengkusan pelan saja.

"Bodoh!" omel Arletta. "Lo tau gue gak akan pernah biarin hal itu, kan?" sambung gadis itu menenangkan Mila.

"Tapi gue takut banget tadi, Let," rengeknya lagi. Yang kembali membuat Arletta menghela napas panjang.

Sejujurnya, Arletta juga sempat takut tadi. Takut kehilangan lagi tepatnya. Hanya saja, Arletta tidak mungkin mengungkapkan hal itu sekarang, Kan?

"Gue gak akan biarin lo sampai kenapa-napa, Mil. Trust me!" Arletta meyakinkan Mila sekali lagi. Sambil menepuk-nepuk pelan punggung model cantik itu.

"Kalian kenapa pada diem aja, sih? Ambilin handuk, kek. Atau apa, kek? Gak ada inisiatifnya banget, sih?"

Tak lama setelahnya, suara omelan pun terdengar lantang di sekitar Arletta. Membuat beberapa orang kocar-kacir melaksanakan tugas berupa sindiran barusan.

Entah itu siapa? Tapi dari suaranya, paling salah satu dari pria yang tadi bersitegang dengannya. Namun, siapapun itu. Arletta sangat menghargai perintahnya barusan. Karena memang, saat ini dia dan Mila membutuhkan sesuatu untuk mengeringkan diri.

"Ini, Let?" Selang beberapa menit. Dita menyodorkan sebuah handuk ke hadapan Arletta. Sementara handuk lainnya, dia sematkan pada Mila.

Arletta baru saja mau meraih handuk itu. Sebelum suara Elkava, tunangan Mila menginterupsi, memanggil-manggil tunangannya. Lalu muncul bersama beberapa orang dari rumah sakit dan polisi.

Mungkin, Dita yang menelponnya tadi pas situasi kacau. Entahlah, biarkan saja. Yang jelas, sadar akan situasi yang sebentar lagi tercipta. Arletta pun segera bangkit perlahan, berbaur dengan para model sebentar. Sebelum menyingkir diam-diam tanpa di sadari orang-orang. Meninggalkan Mila yang hanya bisa menatapnya dengan sendu.

***

"Mau lo puter tuh leher sampe patah juga, lo gak bakal nemu cewek itu di sini."

Bruno, asisten photografher yang bertugas hari ini. Menyindir Arkana Sadewa, sang photografher yang dari tadi terus celingukan mencari seseorang.

Arkana yang merasa tersindir pun. Langsung melirik Bruno dengan tatapan 'maksud lo, apa?'.

"Lo nyari cewek songong, itu, kan?" tebak Bruno tepat sasaran. Namun tetap tak mendapatkan jawaban apa pun dari Arkana.

"Dia gak ada di sini. Kabur pas cowoknya si Mila itu dateng."

"Kabur?" beo Arkan tak mengerti.

"Iya, kabur," ungkap Bruno yakin.

"Kenapa?"

"Mana gue tahu!" protes Bruno kesal. "Yang jelas, tadi gue lihat tuh cewe langsung melipir, pas pengacara itu dateng." Walau begitu. Bruno tetap berbaik hati memberikan info yang dia ketahui pada atasan, sekaligus kawan seperjuangannya ini.

"Dia melipir kemana?"

Merasa tak harus menyembunyikan apapun lagi pada Bruno. Arkan pun bertanya dengan santai pada pria tambun itu.

"Gak tau. Kayanya ke arah ruang fitting baju," jawab Bruno kali ini tidak yakin. Karena memang dia sendiri hanya melihat keberadaan gadis songong, sayangnya juga pintar itu sekilas saja.

Sejujurnya, Bruno masih sangat kesal pada gadis itu. Yang seenaknya saja memecahkan salah satu properti pemotretan tanpa mau minta maaf setelahnya.

Sekalipun ternyata itu dilakukan untuk mencari senjata, dalam usaha pertolongan Mila. Tapi kan, ... itu mahal harganya. Memang dia mau ganti rugi?

Kalau saja Arkana tidak bilang akan mengganti dengan uang pribadinya. Sudah pasti Bruno akan menuntut ganti rugi gadis itu, akan aksi nekadnya. Untung tuh cewek cakep. Coba kalau nggak? Asli deh, selain minta ganti rugi. Bakal Bruno ajak duel juga.

Soalnya, tuh cewek bukan cuma sudah ngerusak properti saja. Tapi sekaligus membuat dia dan Arkana kelihatan bodoh di sini.

Apa-apaan itu? Masa dia dan Arkana udah bermenit-menit berusaha keras untuk menolong si model ceroboh, tapi gak dapat hasil apa-apa. Eh, tuh cewek songong cuma itungan detik aja udah dapat cara jitu menolong Mila. Menyebalkan sekali.

Argh ... pokoknya Bruno kesal luar biasa, dikalahkan bocah ingusan songong itu.

"Sialan!" maki Bruno entah pada siapa.

Sementara itu. Mendengar info dari Bruno. Tanpa membuang waktu, Dewa pun bangkit dari duduknya, dan menepuk bahu Bruno sekilas. Sebelum beranjak pergi ke arah yang tadi diberitahukan asistennya.

Meninggalkan Bruno yang hanya bisa menggeleng tak habis pikir, melihat kelakuan Si playboy cap kapak itu. Sepertinya Arkana menemukan mangsa baru.

"Kok, lo bisa kepikiran sama gaun itu sih, Let. Gue aja gak ngeh kalo ternyata, tuh gaun biang masalahnya?"

Benar saja, sesampai Arkana di deretan ruang ganti dan make up para model. Arkana langsung melihat gadis itu, bersama asisten Mila di salah satu ruangan. Sedang diobati tangannya.

"Karena gue pinter. Gak bodoh kaya, lo!" balas gadis itu percaya diri. Membuat Dita langsung mencebik kesal.

"Sialan, lo!" maki Dita tak terima.

Gadis itu pun terkekeh renyah. Menanggapi kekesalan Dita, yang mungkin terlihat lucu di matanya.

"Gue serius, Arletta. Gue benar-benar penasaran. Kenapa lo bisa tau, kalau tuh gaun ternyata biang masalahnya?"

'Jadi namanya Arletta? Sesuai banget sama rupanya. Cantik sekali,' batin Arkana masih memperhatikan mereka diam-diam.

Lalu, gadis bernama Arletta itupun terlihat memutar mata dengan malas sebentar. Sebelum menjawab dengan serius.

"Karena benda apa pun akan bertambah beratnya dua kali lipat jika di dalam Air. Dan gue cuma nambahin berat badan Mila sama tuh gaun. Terus gue kaliin dua kali lipat saja. Just that!"

Gadis pintar!

"Oh ... gitu?" gumam Dita kemudian mulai paham.

"Eh, tapi, dari mana lo tahu tentang gaun itu?" Dita masih penasaran.

"Lah, lo lupa. Waktu Mila nelpon gue kan, dia ada nyebutin berat tuh gaun."

'Benar juga,' Dita membatin.

"Dan lo ingat di waktu yang tepat. Lo emang luar biasa, Let!" Dita memuji dengan tulus pada akhirnya. "Anehnya, kenapa cuma lo doang yang bisa mikir ke sana, ya? Kenapa kami yang lainnya nggak?" Dita ternyata tak sepenuhnya menyerah.

"Kan, gue udah bilang. Karena gue ini pinter. Gak kaya kalian, bodoh!"

"Ck, lo emang rese, ya? Demen banget ngatain orang!" Dita kembali mengomel sambil menoyor kepala gadis itu.

"Itu faktanya, sayang!" balas Arleta dengan santai. Sama sekali tak tersinggung dengan kelakuan kurang ajar asisten Mila itu.

Entah kenapa, malah Dewa yang baper mendengar panggilan gadis itu untuk Dita. 'Sayang' rasanya sangat merdu di telanganya, dan Arkana menginginkan Arletta juga memanggilnya seperti itu.

"Iya, iya, deh. Gue ngaku kalah," balas Dita akhirnya, sambil menutup kotak P3k di sampingnya. Karena acara obat mengobati tersebut sudah selesai.

"Abis ini jangan lupa mampir ke rumah sakit atau klinik. Luka lo dalem banget tau, Let. Harus dijahit kayaknya," lanjut Dita lagi. Menyimpan kotak pengobatan itu di atas meja rias yang ada di sana.

"Ngapain? Kan udah lo obatin tadi. Lagian--"

"Jangan bantah. Ikutin aja pokoknya. Nih, biaya pengobatannya, sama ongkos ke sana," sela Dita sambil menyodorkan beberapa lembar uang berwarna merah pada Arletta.

"Dari lo, apa dari El?" Arletta bertanya lagi seraya melirik uang itu. Masih belum mau menerimanya.

"Dari El, lah! Ya kali dari gue? Siapa elo sampe harus gue biayai?"

"Bangke! Ngeselin lo lama-lama, ya, Dit?" maki Arletta kesal.

"Biarin! Lo sendiri juga ngeselin, kok. Makanya gue bikin kesel balik. Wleee!" Dita terlihat meledek Arletta.

"Udah, pokoknya lakuin aja perintas Pak Bos. Awas kalau lo gak nurut! Tau sendiri kan, El kaya gimana?" Dita lalu memperingati. Membuat Arletta kembali mencebik kesal.

"Iya, gue tau!" jawabnya kemudian. Sambil memakai hodie dan kacamatanya kembali. "Kalau gitu gue balik, ya? Babay!" pamitnya, setelah mengambil lembaran uang merah yang Dita tawarkan. Kemudian beranjak pergi sambil melambai santai.

"Sialan! Mana baterai ponsel abis lagi. Terpaksa deh, nyari ojeg pangkalan. Huft ... semoga ada yang mau ngangkut penumpang basah kuyup kaya gue." Arletta mendumel sambil melewati Arkana begitu saja. Membuat si tukang photo yang bersiap tebar pesona, mengernyit bingung di tempatnya.

Demi apa? Arkana dilewati begitu saja? Diabaikan dan ....

Astaga! Apa itu tandanya kegantengan seorang Arkana Sadewa sudah luntur?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Harta, Tahta, Obsesi Gila   Ekstra part 6

    *Happy Reading*"Mas, bagaimana kondisi Arletta?" Satu jam berselang, Bunda dan Ayah sudah hadir di sana. Bersama Gina yang membawa serta koper yang memang sudah disediakan, persiapan kelahiran Arletta. "Masih di dalam, Yah. Sedang bersiap melakukan operasi." Arkana menjawab singkat. Raut khawatir masih tampak jelas di wajahnya. "Akhirnya operasi secar, ya?" tanya Bunda Reen lagi. "Gak ada pilihan lain, Bun. Usia kandungan Arletta belum sempurna dan bayi kami juga salah satunya ada yang terlilit pusar. Jadinya mau tak mau harus operasi."Sebenarnya, Dokter sudah berusaha memberi induksi pada Arletta agar pembukaannya cepat dan bisa lahiran normal. Hanya saja, karena posisi salah satu bayi sepertinya tak memungkinkan bertahan. Maka dari itu, akhirnya operasi secar pun mau tak mau menjadi pilihan saat ini. "Ya sudah tidak apa-apa. Yang penting Ale dan bayi kalian selamat." Bunda Reen tak ambil pusing. "Iya benar. Mau sc atau normal. Itu tidaklah masalah. Seorang ibu tetap akan menj

  • Harta, Tahta, Obsesi Gila   Extra part 5

    *Happy Reading*"Mas, ayo buruan!" seru Arletta tak sabaran. Melambai pada Arkana. "Iya, iya. Ini juga udah jalan, kok," sahut Arkana santai."Ih, lama, deh!" Gemas pada Arkana, Arletta pun menarik lengan sang suami dan sedikit menyeretnya agar jalan lebih cepat. "Sabar, Sayang. Milla juga gak akan ke mana-mana, kok. Inget, kamu tuh lagi hamil. Gak boleh--""Ck, bawel, deh!" kesal Arletta. "Gak ngerti banget, sih. Namanya juga gak sabar pengen liat anaknya Milla. Kira-kira mirip siapa, ya?"Kemarin malam, Arletta memang baru mendapat kabar kalau Milla sudah melahirkan. Wanita itu pun langsung saja heboh dan meminta pulang ke Jogja malam itu juga. Tak perduli saat itu sudah menjelang subuh. Arletta tetap memaksa suaminya untuk mengantarkan pulang saat itu juga. Namun, karena kondisi Arletta juga sudah hamil tua. Arkana pun tak langsung menurutinya. Bahaya kan melakukan bepergian pada kondisi Arletta saat ini. Makanya, pria itu meminta Arletta berkonsultasi terlebih dahulu kepada dok

  • Harta, Tahta, Obsesi Gila   Ekstra part 4

    *Happy Reading*Arkana memperhatikan Arletta dalam diam. Wanita itu saat ini tengah asik membaca buku yang tebal sekali. Entah buku bertema apa, yang jelas ketebalan buku tersebut bisa mengalahkan al-qur'an atau kitab-kitab sejenis. Okeh, mari lupakan tentang buku tersebut. Karena kini bukan itu yang sedang Arkana pikirkan. Pria itu sebenarnya tengah memikirkan Arletta dan kehamilannya yang sudah menginjak usia kandungan enam bulan. Khususnya kebiasaan yang umumnya terjadi pada ibu hamil. Orang bilang, wanita yang sedang hamil itu sensitif dan kadang memiliki keinginan aneh. Atau sebut saja ngidam. Nah! Masalahnya Arkana tidak menemukan hal itu pada Arletta sepanjang usia kehamilannya.Iya, wanita itu memang sempat mengalami morning sick beberapa minggu saat awal kehamilan. Namun hanya itu saja. Sisanya, Arletta itu tampak biasa saja. Tidak sensitif apalagi ngidam yang aneh-aneh. Kan, Arkana jadi curiga, ya? Ini Arkananya yang kurang perhatian atau Arlettanya yang menahan ngidamnya

  • Harta, Tahta, Obsesi Gila   Extra part 3

    *Happy Reading*"Dia mencoba bunuh diri lagi?"Pria di hadapannya mengangguk."Lalu?""Sesuai perintah anda, Bos. Kami menyelamatkannya kembali."Pria bule di balik meja itu tersenyum mendengar hal barusan. Mengangguk-angguk mengerti sambil mengusap dakunya perlahan. "Bagus," pujinya kemudian. "Pantau terus keadannya. Jangan sampai kecolongan. Mengerti?" "Mengerti, Bos!" sahut pria itu patuh. Setelah pria bule di hadapannya menyuruh pergi, dia pun lalu beranjak dari termpat tersebut. "Sampai kapan kau akan menyiksanya?" Pria lain di sana berbicara selepas kepergian si anak buah. "Bukankah, semakin cepat dia mati, semakin cepat pula tugasmu selesai?""Aku hanya menjalankan amanat dari putrinya," sahut pria bule bernetra hijau itu dengan santai, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Raid Anderson. "Dia tidak ingin bajingan itu mati dengan mudah."Lawan bicaranya terdiam. Lalu mengangguk faham. "Lalu kapan tugasmu akan berakhir jika bajingan itu tidak kau ijinkan mati?" Pria tadi ber

  • Harta, Tahta, Obsesi Gila   Extra part 2

    *Happy Reading*Cring! Cring!"Selamat dat--eh, elo Let?"Arletta hanya mengangkat tangan membalas Devi yang menyapa saat melewati pintu. Kemudian menunjuk sebuah meja yang letaknya agak pojok, di mana Arkana tengah berada bersama dua pria dan dua wanita. Devi pun mengangguk faham. "Duduk, deh. Gue bawain minuman nanti." Devi lalu berlalu, melanjutkan langkah yang sempat terhenti. Sementara itu, Arletta pun mencari tempat duduk yang tak jauh darinya."Nih!" Tak berselang lama. Devi kembali dengan segelas coklat hangat yang langsung di serahkannya pada Arletta. "Kok? Kayaknya gue belum pesen, deh?" Arletta heran. "Laki lo yang pesenin," jawab Devi menunjuk meja Arkana dengan dagunya. Arletta melirik ke arah sana juga. Tetapi Arkana terlihat masih fokus mendengarkan kliennya berbicara."Iyakah?""Iya!" Devi meyakinkan. "Tadi pas laki lo datang, dia langsung bilang begini." Devi menegakkan tubuh sejenak, lalu berdehem. "Kamu kenal istri saya, kan? Nanti kalau dia datang, terus pesen

  • Harta, Tahta, Obsesi Gila   Extra part 1

    Short story of Ka-Cha"Menikahlah dengan saya."Cangkir yang sudah menyentuh bibirnya seketika terhenti mendengar ucapan tersebut. Ia terkejut sekaligus bingung mendengar tawaran tadi. Lebih dari itu, ia merasa tiba-tiba ada rasa sakit yang menjalar dari sudut hatinya mendengar kalimat barusan. Membuatnya teringat kembali pada pria-nya yang telah tiada. Mengerjap perlahan beberapa saat, wanita itu pun meletakan kembali cangkir pada tatakannya. Lalu menghela napas panjang diam-diam demi menenangkan hatinya yang tiba-tiba bergemuruh perih. Matanya melirik perutnya yang semakin membesar sekilas."Apa ... Arletta yang menyuruh anda?" tanya balik wanita itu. Dia adalah Karmilla. Sahabat Arletta. "Ini tidak ada hubungannya dengan Arletta," jawab Pria itu tegas. Yang entah kenapa justru semakin membuat Milla makin curiga. "Kalau begitu siapa yang menyuruh anda melakukan ini?" tuntut Milla kemudian. Pria itu, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Chakra. Menghela nafas berat pendengar pe

  • Harta, Tahta, Obsesi Gila   Bab 196-Milla yang luar biasa

    *Happy reading*Setelah mengatur nafas sekali lagi dan membulatkan tekad kembali. Arletta pun mulai melangkah ke arah Milla. Langkah kakinya terasa berat sekali, Arletta rasanya harus bersusah payah hanya demi mengambil langkah satu demi satu. Saat jarak antara mereka sudah menipis. Arletta mengangguk sedikit pada perawat yang berjaga sebagai bentuk salam. Nampaknya perawat itu tahu perihal maksud kedatangan Arletta. Buktinya, setelah membalas salam Arletta dengan anggukan dan senyum. Perawat tersebut pun mengambil jarak agak jauh dari Milla. Seolah mempersilahkan mereka bicara. Awalnya Milla masih belum menyadari keberadaan Arletta. Wanita itu masih tampak sibuk mengusap perutnya dengan sayang dan senyum manis. Tidak ada ucapan atau pun celotehan. Hanya tersenyum dan terus tersenyum sambil mengusap perutnya yang sudah agak membuncit. Kata Bunda Reen, usia kandungan Milla hampir memasuki empat bulan. Berarti beda sekitar dua bulan dengannya. Berarti juga, saat kejadian di Villa. Mi

  • Harta, Tahta, Obsesi Gila   Bab 195-Meet Karmilla

    *Happy Reading*Arkana sebenarnya kurang suka jika Arletta berdekatan dengan Chakra lagi. Alasannya tentu saja karena pria itu pernah ada hati pada istrinya. Bukan tidak percaya pada kesetiaan sang istri. Namun, waspada itu wajib, kan?Hanya saja, jika dihadapkan pilihan antara Chakra dan Frans. Jelas Arkana akan pilih Chakra. Meski terpaksa, setidaknya Chakra itu masih tahu diri. Pria itu tahu Arletta sudah jadi milik Arkana sepenuhnya. Baik itu raga ataupun hatinya. Bahkan, kini sudah hadir buah cinta mereka di rahim Arletta, kan? Jadi, meski katanya sepupu juga masih boleh menikah. Jelas, Chakra sudah kalah telak darinya. Sementara Frans? Melihat dari sifat dan karakternya. Arkana tidak yakin pria itu bisa tahu diri. Atau lebih tepatnya mau tahu diri untuk tak merebut miliknya. Meski Frans memang tak pernah terdengar menyukai Arletta. Namun masalahnya adalah, Arletta itu terlalu istimewa sebagai seorang wanita. Pria mana pula yang rela melewatkannya. Jadi, daripada kecolongan. Le

  • Harta, Tahta, Obsesi Gila   Bab 194-Lembaran baru

    *Happy Reading*"Ba-bayi ... kita?" beo Arletta dengan bingung setelah beberapa saat tertegun di tempatnya. Senyum Arkana semakin melebar seraya mengangguk pasti. Lalu pria itu mengusap perut Arletta lagi yang sebenarnya masih rata."Iya, sayang. Bayi kita." Arkana meyakinkan. "Di sini, ternyata sudah ada bayi kita."Arletta makin tertegun. Perlahan melirik perutnya sendiri yang sedang di usap lembut Arkana dengan tatap tak percaya. Benarkah ia hamil? Kenapa ia tak merasakan apa-apa?"Wajar jika kamu tidak menyadarinya. Dokter bilang, usianya baru enam minggu," ucap Arkana lagi seakan tahu apa yang Arletta fikirkan. Degh!Benarkah? Kalau begitu saat kejadian di villa waktu itu, ia sebenarnya sudah mengandung. Bahkan saat bertarung melawan anak buah Joshua dan pria itu pun, Arletta sudah dalam keadaan .....Tangis Arletta kembali pecah. Dia merasa bodoh dan jahat sekali. Bagaimana mungkin dia tak menyadari keberadaan janinnya sendiri. Abai dan bahkan hampir membunuh anaknya juga saat

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status