Share

Kemana Nama Baik Suamiku?

"Kok kamu gitu sih, Mil? Kalau mau bayar utang ya bayar aja, jangan hubung-hubungkan dengan sisa uangku." 

 

 

Mulut ini terasa gatal ingin mengatakan hal itu pada Mila, tapi kedatangan Bapak Mertua yang mengendarai motor membuatku urung melontarkan kalimat itu. 

 

 

Mata Mila terbelalak seperti orang kepergok saat melihat Bapak Mertua turun dari motor dan menghampiri kami. Kemudian Mila meraih tanganku, dan menyerahkan keresek berisi jagung padaku.

 

 

"Nih, aku mau pulang!" katanya setengah berbisik, buru-buru sekali.

 

 

Bapak Mertua melihat Mila yang pergi tergesa menaiki motornya. "Dia kenapa, Mur?" tanyanya padaku.

 

 

"Gak tahu, Pak."

 

 

"Ada-ada aja anak itu," gumam Bapak Mertua. "Oh ya, kamu udah terima jagungya? Bapak ke sini mau mastiin kamu terima jagung itu."

 

 

Aku melihat ke keresek yang kujinjing dan melihat isinya. "Jagung yang ini, Pak?" tanyaku memastikan.

 

 

"Iya, yang itu." 

 

 

"Gimana ya, kalau nunggu sore aku bayarnya gimana, Pak? Soalnya jualanku belum dapat seratus dua puluh ribu," kataku. Kupikir Bapak mau nagih uang jagung ini.

 

 

"Ngomong apa kamu, Mur?" Bapak Mertua malah mengernyit.

 

 

"Ini lho, Pak. Kan jagung ini harus kubeli, kan?"

 

 

Bapak Mertua tersentak mendengarnya. "Memangnya siapa yang jual jagung itu, Mur. Kamu pikir, Bapak jual jagung itu ke anak sendiri? Enggak, gak usah bayar! Tadi Bapak nitip jagung ini ke Mila untuk kamu dan Dasep, daripada hasil kebun Bapak numpuk gak terjual, mending dibagiin ke anak-anak. Makanya Bapak ke sini mau mastiin kamu udah terima jagungnya atau belum," jelas Bapak.

 

 

Aku pun terdiam. Berarti tadi itu akal-akalannya Mila aja jual jagung ini padaku, padahal Bapak Mertua niatnya ngasih. Dasar, Mila ... ada-ada aja kelakuannya.

 

 

"Kok kamu mikir jagung itu Bapak jual, sih? Apa Mila tadi minta uang ke kamu?" lanjut Bapak bertanya, mungkin Bapak heran melihatku yang jadi terdiam.

 

 

"E—eh, nggak kok, Pak. Mila gak ngomong apa-apa," jawabku terbata sambil cepat-cepat menyimpan jagung ini ke dalam warung. 

 

 

Kalau aku ceritakan yang sebenarnya tentang Mila tadi, Bapak pasti akan marah pada Mila. Dan aku tak ingin itu terjadi, karena marahnya Bapak itu menakutkan. Semua anggota keluarga takut padanya. Sekali Bapak marah, semuanya tidak akan sama lagi, bahkan mungkin Mila bisa memutuskan tali silaturahmi jika kuadukan kelakuannya ke Bapak Mertua.

 

 

Aku mempersilakan Bapak beristirahat di rumah selagi aku melayani pembeli. Namun, Bapak menolak dan lebih milih duduk di bangku depan warungku.

 

 

Anak-anak masih jajan di warungku. Setelah makroninya habis, kini mereka beli pop es.

 

 

Siang hari cuaca di kampungku memang cenderung panas. Aku membuatkan es teh manis untuk Bapak Mertua.

 

 

"Bapak perhatikan, jualanmu laris, Mur," komen Bapak saat kusuguhkan es teh manis.

 

 

"Alhamdulillah, Pak."

 

 

"Kamu pinter lihat peluang. Di sini banyak anak-anak main, dan cuaca juga panas ... kamu manfaatin untuk jual jajanan anak dan minuman dingin," kata Bapak Mertua setelah meneguk es teh manis buatanku. "Coba ibumu seperti kamu, Mur. Kreatif, gitu ... pasti warungnya maju dan gak harus dapat sumbangan modal terus dari Husni," lanjutnya.

 

 

Tanpa sadar, Bapak Mertua mengungkapkan keluh kesahnya. Pasti itulah uneg-uneg yang selama ini terpendam dalam hatinya. 

 

 

Aku duduk di samping Bapak Mertua, mendengarkannya bercerita sambil melihat anak-anak berlarian main bola.

 

 

"Bapak malu sama Husni. Ibu ngerepotin dia terus," kata Bapak. 

 

 

Husni adalah suaminya Mila. Pekerjaannya di proyek-proyek gitu, aku kurang ngerti. Yang jelas, sekali dapat proyek, dia dapat uang banyak. 

 

 

"Kenapa memangnya, Pak?" Aku merespon.

 

 

"Sore lalu, Mila datang ke rumah bawa dus-dus barang dagangan. Katanya itu pemberian Husni untuk modal Ibu dagang. Maklum, beberapa hari sebelumnya warung Ibu kosong karena gak punya uang untuk belanja," jelas Bapak.

 

  

"Ap-apa, Pak?" Aku ingin memastikan lagi cerita Bapak barusan. Karena sepertinya, itu bukan pemberian Husni, tapi barang yang diambil Mila dari warungku. 

 

 

"Iya, Mur. Husni belanjain barang dagangan untuk warung Ibu, dia kan baru menang proyek. Husni memang menantu yang baik dan pengertian dengan mertua, setiap punya rezeki selalu ngasih. Tapi Bapak malu, Mur, sama dia ... rasanya Bapak dan Ibu ini ngerepotin dia terus, apalagi kemarin kata Ibu, Husni juga ngasih uang lima ratus ribu untuknya."

 

 

Bapak bercerita dengan ekspresi yang membanggakan Husni, padahal sebenarnya semua yang didapatkan Ibu Mertua itu pemberianku. 

 

 

Kudengar, Husni itu pelit. Bahkan Mila pernah cerita kalau dia hanya dikasih nafkah secukupnya saja oleh Husni, hampir semua gaji Husni diberikan pada ibunya Husni.

 

 

Tapi, Bapak dan Ibu Mertua tak pernah tahu hal itu. Mereka tahunya Husni baik dan suka memberi. Mila memang pintar menutupi kejelekan suaminya, tapi caranya salah. 

 

 

Setiap Husni pulang dari proyek, Mila selalu datang ke rumahku minta apa aja yang aku punya, lebih seringnya minjam uang. Kemudian Mila akan memberikannya pada Ibu dan Bapak Mertua dengan mengatakan bahwa itu semua oleh-oleh Husni, pemberian Husni.

 

 

Ya, Mila sampai rela berutang padaku untuk menjaga citra suaminya agar dipandang baik oleh Ibu dan Bapak Mertua.

 

 

"Oh, ya? Kalau begitu, berarti Husni sudah menemui Ibu dan Bapak, ya?" Aku coba mencari tahu.

 

 

"Enggak. Kata Mila, dia langsung berangkat lagi ke Jakarta, cuma nitipin pemberian yang Bapak sebutkan tadi. Setiap pulang ke kampung, Husni memang jarang sekali menemui Ibu dan Bapak ke rumah, paling hanya sekali-dua kali. Yah, Bapak maklum karena dia orang sibuk, pekerjaannya gak kayak kita di kampung ini yang cuma petani."

 

 

Berarti benar dugaanku. Husni tidaklah memberi barang dagangan dan uang itu, tetapi itu semua dariku. Karena, jika memang Husni yang memberikannya, dia pasti masih di sini tidak buru-buru ke Jakarta lagi. Dia ke Jakarta pasti untuk menemui orangtuanya, Husni memang berasal dari Jakarta.

 

 

Wajah renta Bapak Mertua terlihat polos ketika mengucapkan kebanggaannya pada Husni. Ah, ingin rasanya kuberitahu yang sebenarnya ... bahwa semua itu adalah dariku. Tapi, nanti dia akan sedih dan kecewa karena terlanjur berbangga dengan Husni.

 

 

Lagipula, aku tak bisa bayangkan jika kubongkar semua. Bapak pasti akan marah besar.

 

 

Setelah meneguk es teh terakhirnya, Bapak kembali berkata, "sebenarnya Bapak tak mengharapkan pemberian dari anak dan menantu. Tapi Husni itu ... dia bahkan lebih perhatian dari Dasep kalau soal ngasih ke orangtua. Rasa-rasanya yang anak lelakiku itu Husni, bukan Dasep. Dasep cuek banget, dia gak kayak Husni yang ingat untuk memberi. Ya, walau Bapak tak mengharapkan ... tapi jujur, ada saatnya Bapak ingin merasa diperhatikan oleh Dasep."

 

 

Asal Bapak tahu saja, yang selama ini Bapak anggap pemberian Husni itu sebenarnya dariku, dan ada uang Mas Dasep juga di situ karena itu semua sebagian kutabung dari nafkah yang diberikan Mas Dasep.

 

 

Aku tersenyum tipis merespon perkataan Bapak. Miris. Untung Bapak tak melihat senyum palsuku, dia langsung pamit pulang.

 

 

Beruntung, Mas Dasep sedang tidak ada di rumah. Dia biasanya pulang sore. Kalau Mas Dasep dengar, pasti dia akan sangat sakit hati. Nama baiknya seolah 'direbut paksa' oleh Husni. Mending kalau Husni benar baik, tapi kenyataannya Husni tidak sebaik yang dipikirkan mertuaku.

 

 

Setelah motor Bapak menjauh, aku hendak masuk ke dalam warung. Namun betapa kagetnya ketika kulihat di depan pintu rumah, Mas Dasep tengah berdiri dan wajahnya terlihat sedih juga kecewa. Kemudian dia berjalan mendekatiku.

 

 

"Aku dengar semua yang dikatakan Bapak, Mur," katanya ketika kami sudah berhadapan.

 

 

Jleb!

 

 

"Bapak sudah salah mengira sampai sejauh itu, Mur. Aku akan katakan yang sebenarnya ke Bapak," lanjut Mas Dasep sambil bersiap menyusul Bapak.

 

 

"Jangan, Mas!" cegahku.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Haeroen
hahahhaa ada lagi cerita yang aga gmn yaa.. kebodohan yg beda tipis ma sabar.. bener
goodnovel comment avatar
Ida Nurjanah
waduhhhh bakalan rame nih....habis si mila pe'a tuh.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status