"Jangan bunuh anakku! Aku mohon," mohon Alana dalam rintih kesakitan dan tangis.Tenaganya telah habis dan suara tangisnya hampir tak terdengar lagi. Arga telah melakukan hal yang membuat dunianya runtuh dan tak berarti lagi. Meskipun ia memberontak dan menjerit, tak seorang pun yang bisa menolongnya. Hidupnya telah hancur dan kini ia berada pada titik terdalam kesedihan yang tak terbayangkan. Semua harapan dan impian yang pernah dimilikinya kini sirna, meninggalkan dirinya dalam kehancuran yang sangat menyakitkan. Alana kembali berteriak histeris sembari memberontak menggunakan sisa tenaganya. Meski merasa tidak lagi memiliki harapan karena Arga terus menghujam tubuhnya dengan maksud untuk membunuh bayi dalam perutnya, Alana, dia berharap masih memiliki harapan untuk menyelamatkan anaknya."Berhentilah melawan, Alana! Tidak ada yang bisa menyelamatkan anakmu," ujar Arga dengan bengisnya."Dasar bajingan! Aku bersumpah akan membunuhmu, Arga!" sumpah Alana.Plak!Arga kembali melayang
"Leo-""Sstt!" Leo segera meletakkan jari telunjuknya di depan bibir ketika Damian datang dan berjalan ke arahnya sembari berbicara. Karena hal ini, Damian pun menghentikan ucapannya dan memperlambat serta memperhalus langkahnya. Sembari mendekat, matanya tertarik memperhatikan wanita yang tertidur di sofa dengan kepala di atas pangkuan Leo."Apa istrimu sakit?" tanyanya dengan suara lirih setelah duduk di depan Leo. Matanya masih memperhatikan wajah lelap Alana yang menurutnya sedikit pucat dan tampak sedikit lelah."Tidak, tapi dia tidak baik-baik saja," jawab Leo juga mengarahkan pandangnya pada wajah Alana.Damian menoleh dan memiringkan kepalanya sedikit, sedangkan matanya menyipit ketika mendengar perkataan Leo. Ia kemudian bertanya, "Ada apa?"Melihat ekspresi Damian yang penasaran, akhirnya Leo menceritakan tentang masalah yang dialami Alana. Dia bercerita tentang mimpi buruk yang membuat Alana ketakutan dan sulit tidur hingga pagi hari. Karena itu, Leo memutuskan untuk tidak
"Dokter, bagaimana?""Nyonya, apakah Anda merasa baik-baik saja?" tanya dokter pada Alana. Leo tampak sangat cemas menatap wajah dokter yang memeriksa kondisi kandungan istrinya. Apalagi saat dokter itu tidak segera menjawab pertanyaannya, melainkan mengarahkan pandang pada Alana dengan sorot mata yang tidak baik-baik saja. Refleks dia pun ikut mengarahkan pandangnya pada Alana, lalu meraih tangan Alana dan menggenggamnya."Dokter?" Setelah Leo menyapa dokter, dokter tersebut menghela napas panjang dengan suara yang terdengar berat saat memandang Leo. Reaksi ini membuat Leo merasa semakin cemas dan khawatir akan kondisi istrinya. Meskipun tidak diketahui secara pasti apa yang dipikirkan oleh dokter, namun dari reaksinya itu dapat diartikan bahwa ada sesuatu yang membuatnya khawatir tentang kesehatan Alana dan bayi dalam kandungannya. Hal ini tentunya menambah kekhawatiran bagi Leo dan membuatnya merasa semakin tidak tenang."Dalam kondisi kehamilan yang masih muda, seharusnya istri
“Bear,sebenarnya kita mau ke mana?” tanya Alana bingung.Leo menoleh, lalu memberi senyum manisnya.“Bukankah kita sudah membicarakannya, Sayang? Aku akan membawamu ke tempat yang tenang dan sejuk. Kita akan ke luar kota,” jawab Leo mengingatkan Alana tentang apa yang sudah pernah mereka bicarakan.“Tapi, kenapa pakaian yang kamu bawa sangat banyak?” Alana melempar pandangnya ke arah tumpukan pakaian dalam koper yang belum tertutup.Leo pun melirik ke arah yang dikatakan istrinya. Bibirnya kembali menyunggingkan senyum.“Karena kita akan melakukan liburan dalam waktu yang lumayan cukup lama,” jawab Leo.Dia sibuk mengemas beberapa pakaian mereka dan memasukkan ke dalam koper. Ada dua koper di sana, salah satunya sudah terisi penuh dengan pakaian Leo sendiri. saat ini suami Alana itu sedang menegmas pakai Alana. Tadinya, Alana ingin membantu, tetapi Leo melarangnya dan memintanya duduk saja di tempat tidur.Setelah merasa cukup dan selesai, Leo bangkit dari tempatnya, lalu mendekati A
"Nyonya, teh Anda."Dona mendekati Alana yang sedang duduk santai di bangku taman yang berada di dekat kolam renang belakang rumah. Kemudian, memberikan secangkir teh yang masih hangat pada Alana dengan penuh kebaikan hati."Terima kasih."Alana pun merasa sangat berterima kasih dan mengucapkan kata-kata itu dengan senyum yang manis, lalu menyeruput teh hangat sembari menunggu Dona duduk di depannya.Suasana taman sore ini terasa semakin nyaman dan tenang dengan hadirnya secangkir teh hangat tersebut."Mulai hari ini, jangan panggil aku nyonya lagi! Aku bukan nyonyamu," kata Alana sembari meletakkan cangkir di atas meja.Dona tercengang kaget."Kenapa? Apa aku telah melakukan kesalahan?" Dona merasa perlu tau alasan Alana. Dia tidak merasa melakukan kesalahan. Hubungan mereka beberapa hari ini juga baik-baik saja, tetapi tiba-tiba Alana mengatakan hal itu padanya. Jelas saja hal ini membuatnya bingung dan bertanya-tanya.Melalui ekspresi kagetnya saja, seharusnya Alana sudah mengerti
“Sayang, kamu cantik sekali menggenakan pakaian ini,” puji Leo sembari mengelus perut buncit Alana."Bear, kamu mengejutkan aku?" Alana kaget, tiba-tiba Leo memeluknya dari belakang.Sore ini Alana mengenakan pakaian daster tidak berlengan, sehingga perutnya yang besar terlihat. Bahan yang lembut dan jatuh membuat perut Alana yang membesar terlihat menonjol dan lebih seksi ditambah dengan bentuk tubuhnya yang memang indah semakin membuat Leo tidak mau melepaskan pelukannya."Kenapa berdiri di sini sendirian?" lirih Leo."Pemandangannya bagus, Bear. Lihat itu!" Alana menunjuk langit sore, di mana matahari hampir tenggelam di antara bukit-bukit hijau. Bias sinar yang mulai redup menghias langit sore tampak semburat merah keemasan memberi warna indah yang membuat mata sejuk dan hati teduh."Indah banget langitnya!" decak kagum Alana.Leo tersenyum. Peluknya semakin erat. Meski perut Alana sudah membesar, tetapi tidak menjadi penghalang untuk tetap memeluknya. Sebaliknya, perut besar Ala
“Damian, ada apa?” tanya Leo dengan wajah penasaran sembari berjalan meninggalkan Alana dengan langkah hati-hati agar langkahnya tidak menimbulkan suara. “Apa Marco sudah memberitahumu?” tanya Damian di ujung sana, di balik teleponnya. Suaranya terdengar tidak biasa seperti ada sesuatu yang terjadi.“Apa?” tanya Leo semakin penasaran.“Siang tadi, Arga berusaha memberontak dengan melarikan diri dan mencoba kabur dari pengawasan. Saat mereka mengejar dan mencarinya, mungkin juga karena panik, pria itu tidak melihat jalanan. Dia juga tidak melihat ada truk yang melintas saat menyeberang jalan,” cerita Damian.Damian menceritakan tentang kecelakaan yang dialami oleh Arga saat pria itu melarikan diri dan mencoba kabur dari pengawasan mereka. Karena ceroboh dan mungkin juga panik karena takut penjaga mengejarnya, Arga tidak memperhatikan ada truk yang melintas dengan kecepatan tinggi saat dia menyeberang jalan, sehingga tubuhnya tertabrak dan terpental hingga beberapa meter.“Mereka baru
"Dokter, bagaimana?" Leo tidak sabar menunggu penjelasan hasil pemeriksaan kehamilan istrinya."Usia kehamilan istri Anda sudah cukup bulan, Tuan. Tinggal menunggu waktu lahir saja," jelas dokter.Dokter itu mengarahkan pandang pada Alana dengan senyum ramahnya."Nyonya, kelahiran seperti apa yang Anda inginkan?""Dokter, aku tidak ingin istriku kesakitan saat melahirkan. Bisakah kami ajukan untuk melakukan operasi saja?" ucap Leo cepat sebelum Alana memberi jawaban."Bear!" Alana memberi wajah protes."Sayang." Leo meraih tangan Alana dan mengenggamnya lembut. "Aku tidak mau melihatmu kesakitan."Wajah Leo tampak sedih membayangkan istrinya kesakitan saat melahirkan. Makanya, dia ingin kelahiran anak mereka melalui operasi caesar saja dengan tehnologi terbaru agar istrinya tidak merasakan sakit. Namun, niat baik Leo melindungi istrinya dari rasa sakit mendapat penolakan tegas dari Alana."Aku tidak mau, Bear. Aku mau melahirkan secara normal saja," u