Home / Rumah Tangga / Hasrat Dendam Suamiku / Bab 6. Apa Aku Melakukan Kesalahan Besar Padamu?

Share

Bab 6. Apa Aku Melakukan Kesalahan Besar Padamu?

last update Last Updated: 2024-08-07 16:54:14

“Cepat ikuti aku.”

Jantung Briella berdebar kencang saat kata-kata dingin Adrian terdengar menakutkan di telinganya. Adrian akan memberikan hukuman karena Briella pulang terlambat, tentu saja itu membuatnya merinding. Dia mengikuti langkah sang suami yang penuh tujuan, pikirannya dipenuhi rasa takut dan kecemasan. Hukuman apa yang akan diberikan kali ini? Apakah akan sehina dan semerendahkan seperti yang dia alami di ruang kerja tadi?

Koridor seolah lebih panjang dari biasanya saat mereka berjalan menuju kamar mereka. Kemegahan mansion, dengan langit-langit tinggi dan dekorasi elegan, terasa menekan daripada menenangkan. Setiap langkah yang diambil Briella terasa semakin berat, tubuhnya dibebani oleh ketakutan akan apa yang akan terjadi.

Adrian membuka pintu kamar mereka dan menepi, membiarkan Briella masuk lebih dulu. Dia ragu sejenak, matanya melirik wajah Adrian, mencoba membaca niatnya. Namun ekspresi pria itu tak terbaca, tatapannya dingin dan keras. Dia melangkah masuk, napasnya tertahan di tenggorokan saat menunggu langkah Adrian berikutnya.

Adrian mengikutinya masuk, menutup pintu di belakang mereka. Matanya menjelajahi tubuh Briella dari ujung kaki hingga ujung rambut merahnya yang acak-acakan, berhenti pada tatapan takut di mata si istri. Pergolakan batin yang kuat sedang Adrian alami. Dia merasa terombang-ambing antara keinginan untuk meniduri Briella dan tekad untuk balas dendam.

Kenapa dirinya begitu bernafsu pada Briella? Apakah dia tertarik pada Briella? Adrian mencoba memecahkan teka-teki itu seharian ini, dan jawaban yang dia dapatkan, yah, mungkin saja dia begini karena Briella seperti mainan baru baginya. Bisa saja Adrian masih kemaruk dan terlalu bersemangat, dia cukup yakin semakin lama dirinya akan bosan dan kehilangan hasrat pada Briella Moretti. Dan kali ini, untuk menjaga hatinya tetap keras terhadap Briella, Adrian harus menekan kebutuhaan biologisnya.

Briella berdiri kaku, tubuhnya gemetar. Dia berharap hukuman kali ini tidak seburuk yang dia bayangkan.

Adrian akhirnya berkata dengan suara tegas, “Aku benci mencuim aroma Hunter yang menempel di tubuhmu, jadi kau akan kukurung di kamar mandi sampai besok pagi. Pastikan kau keluar dari sana dalam kondisi bersih dan wangi.”

Briella merasa lega dan sedikit bersyukur saat mendengar keputusan Adrian. Setidaknya malam ini dia bisa tidur nyenyak di jacuzzi, tanpa harus kelelahan melayani nafsu suaminya. Dia berjalan menuju kamar mandi kamar mereka yang mewah, berusaha mengendalikan ketakutannya. Setelah masuk ke dalam kamar mandi, Briella duduk di tepi bathtub, menghela napas panjang. Meskipun hukuman ini tetap saja menyakitkan, setidaknya dia tidak harus menghadapi kekerasan Adrian malam ini.

Sementara itu, Adrian berbaring di tempat tidurnya, berusaha keras untuk tidur, tetapi pikirannya terus-menerus memikirkan Briella yang dia kurung di kamar mandi. Dia bangkit berkali-kali, berjalan ke arah pintu kamar mandi dan nyaris membukanya, tetapi Adrian sekuat hati menahan diri.

Adrian khirnya memutuskan untuk pergi ke ruang kerja, mencoba mengalihkan pikirannya dengan bekerja. Namun, meskipun dikelilingi oleh tumpukan dokumen, pikirannya tetap melayang kembali ke Briella. Adrian bekerja hingga larut malam, berharap kelelahan akan membuatnya tertidur.

Keesokan paginya, Aster yang pertama menemukan Briella tergeletak di lantai kamar mandi. Briella demam tinggi dan lemas, kehilangan kesadaran. Aster segera melaporkan kondisi Briella ke Rosalie Maven. Hunter, yang kebetulan sedang datang untuk sarapan, mendengar laporan itu. Tanpa berpikir dua kali, dia berlari menuju kamar Adrian.

Saat Hunter sampai di sana, Adrian baru saja keluar dari ruang kerja. Hati Adrian panas melihat Hunter mengangkat Briella dengan penuh perhatian dan membawanya ke ranjang. Adrian hanya bisa berdiri diam saat Hunter menyelimuti Briella dan memanggil dokter keluarga mereka.

“Apa yang kau lakukan pada Briella?” tanya Hunter dengan penekanan yang tegas. Mata pemuda itu penuh kekhawatiran.

Adrian merasa dadanya sesak mendengar pertanyaan yang diberikan Hunter.

“Aku mengurungnya di kamar mandi. Itu hukuman karena dia pulang terlambat.”

Adrian tahu bahwa dia yang menyebabkan Briella dalam kondisi seperti itu, tetapi melihat Hunter merawat Briella membuatnya merasa cemburu dan marah pada dirinya sendiri.

Hunter menatap Adrian dengan tatapan tajam. “Kau tidak seharusnya memperlakukan istrimu seperti ini.”

Adrian menatap Hunter dengan mata tajam, penuh kemarahan. “Hunter, tinggalkan kamarku sekarang. Aku bisa mengurus istriku sendiri.”

Hunter menatap balik dengan tatapan marah. “Mengurus? Kau mengurungnya di kamar mandi semalaman, Adrian! Lihat apa yang kau lakukan padanya. Dia bahkan melalui hari yang berat kemarin, sampai tidak sempat makan malam.”

Kemarahan Adrian memuncak. “Dia istriku. Bukan urusanmu untuk ikut campur,” katanya dengan suara rendah tetapi penuh dengan ancaman.

Hunter maju selangkah, mendekati Adrian. “Kau sudah keterlaluan, Adrian. Briella tidak pantas diperlakukan seperti ini. Dia manusia, bukan boneka yang bisa kau sakiti sesuka hatimu.”

Adrian mendekatkan wajahnya ke wajah Hunter, menantang. “Aku peringatkan kau, Hunter. Ini adalah urusanku dan Briella, bukan urusanmu.”

Ketegangan di antara mereka semakin meningkat, suasana semakin panas. Rosalie yang mendengar keributan itu segera masuk ke kamar. “Apa yang kalian lakukan? Berhenti bertengkar!”

Rosalie berdiri di antara kedua putranya, mencoba melerai. “Hunter, tinggalkan kamar untuk saat ini. Adrian, kau harus tenang. Kita perlu fokus pada Briella sekarang, bukan bertengkar.”

Hunter dengan enggan melangkah mundur, tetapi tidak sebelum memberikan tatapan tajam terakhir kepada Adrian. “Jika kau menyakitinya lagi, Adrian, aku tidak akan tinggal diam.”

Adrian menghela napas berat, matanya masih menyala dengan kemarahan. Namun, dia tahu bahwa saat ini fokusnya harus pada Briella. Rosalie menatap kedua putranya dengan rasa frustasi, tetapi kemudian beralih kepada Briella yang terbaring lemah di ranjang.

“Adrian, pastikan kau merawatnya dengan baik,” kata Rosalie dengan tegas sebelum berbalik keluar kamar bersama Hunter.

Adrian mendekati Briella yang terbaring lemah di ranjang, merasa campuran antara penyesalan dan kemarahan. Dia menyentuh dahi Briella yang panas dengan jemarinya, merasakan demam yang tinggi. “Briella, kau lemah sekali. Bagaimana kau bisa menghadapi pembalasanku dengan tubuh selemah ini?”

Briella mengerjap perlahan, berusaha membuka mata. “Pembalasan? Pembalasan apa yang kau maksud, Adrian?” tanyanya dengan suara serak dan lemah.

Adrian terkejut mendengar pertanyaan itu. Dia langsung menarik diri dan memalingkan muka, mencoba menyembunyikan rasa panik dan kebingungannya. “Bukan apa-apa,” katanya, berusaha agar suaranya tetap tenang. “Kau hanya berhalusinasi karena demam.”

Namun, Briella terus menatapnya dengan tatapan penuh tanya. Sebelum Adrian sempat berpikir untuk memberikan penjelasan lebih lanjut, pintu kamar terbuka dan dokter keluarga mereka masuk bersama Aster.

“Tuan Adrian, saya datang untuk memeriksa Nyonya Briella,” kata dokter itu dengan sopan.

Adrian merasa lega dengan kehadiran dokter. “Silakan, Dokter. Pastikan dia mendapat perawatan yang terbaik,” jawabnya, mundur memberi ruang bagi dokter untuk bekerja.

Dokter segera memeriksa kondisi Briella, sementara Adrian berdiri di sudut ruangan, merasa hatinya berat. Tatapan Briella yang penuh pertanyaan masih terbayang di pikirannya, membuatnya semakin bingung dengan perasaannya sendiri.

Setelah beberapa menit, dokter selesai memeriksa Briella dan berbalik menghadap Adrian. “Nyonya Briella mengalami demam tinggi, tapi tidak ada yang terlalu serius. Dia hanya butuh istirahat dan perawatan yang baik. Saya akan memberikan resep obat untuk menurunkan demamnya.”

Adrian mengangguk. “Terima kasih, Dokter. Saya akan memastikan dia mendapat istirahat yang diperlukan.”

Dokter memberikan beberapa instruksi kepada Aster sebelum keluar dari kamar. Briella menatap Adrian dengan lemah, tapi tatapannya masih menyiratkan banyak pertanyaan yang belum terjawab.

“Adrian, apakah aku melakukan kesalahan besar padamu?” bisik Briella, sebelum matanya mulai terpejam karena kelelahan.

Adrian terdiam, hatinya berperang antara keinginan untuk membalas dendam dan perasaan yang semakin tumbuh terhadap Briella. “Istirahatlah. Aku akan memastikan kau mendapatkan perawatan yang baik,” katanya dengan suara lebih lembut berbeda dari biasanya. “Kau harus segera pulih agar aku bisa melanjutkan tugasku lagi.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hasrat Dendam Suamiku   Extra Part Lima (ENDING SCENE) – TAMAT

    Satu tahun kemudian …Sesampainya di rumah sakit, Adrian merasakan detak jantungnya semakin cepat. Langkah-langkahnya yang biasanya mantap kini terasa berat, seolah-olah setiap langkah membawa beban kekhawatiran yang tak terukur.Ruang bersalin berada di ujung koridor, tapi jarak yang harus ditempuhnya terasa seperti berpuluh-puluh mil. Cahaya lampu yang seharusnya menenangkan justru tampak suram di matanya. Dia tak bisa berpikir jernih—yang ada hanya ketakutan akan apa yang mungkin terjadi di balik pintu ruang bersalin itu.Saat akhirnya Adrian tiba di depan pintu, dia menemukan Rosalie sedang duduk di kursi tunggu. Wajah wanita paruh baya itu tampak pucat meski dia berusaha menyembunyikan kecemasannya. Rosalie yang melihat Adrian mendekat, dia berdiri dan mencoba tersenyum, tapi kegelisahan tetap terpancar di matanya.“Bagaimana keadaannya?” tanya Adrian dengan nada cemas, suaranya bergetar meski dia berusaha terdengar tegar.Rosalie mendekatinya, menyentuh lengannya dengan lembut.

  • Hasrat Dendam Suamiku   Extra Part Empat

    Senyum seringai Adrian terbentang begitu saja setelah mendengar ucapan istrinya. Dia menarik Briella mendekat, tangan Adrian yang kuat meluncur ke bawah punggungnya. Mencengkeram bokong Briella yang membulat.Tanpa keraguan Adrian menekan batangnya yang keras ke arah kewanitaan si istri. Briella tersentak senang saat Adrian menggesek miliknya. Pria tampan itu menangkup pipi Briella, menghadiahkan ciuman lapar sehingga bibir mereka terkunci dalam ciuman yang penuh nafsu.Briella melepaskan ciuman itu, terengah-engah. “Adrian,” bisiknya, matanya berkilauan karena hasrat. “Kumohon segeralah masuk. Aku membutuhkanmu.”“Aku juga membutuhkanmu, Sayang,” jawab Adrian serak.Ciuman penuh gairah mereka semakin dalam, dan tangan mereka menjelajahi tubuh masing-masing. Membelai setiap inci. Adrian menangkup payudara penuh Briella, menggoda putingnya yang mengeras dengan ibu jari.Briella mengerang, melengkungkan punggung ke arah Adrian. Dia mengusap dada suaminya, turun ke perut Adrian yang liat

  • Hasrat Dendam Suamiku   Extra Part Tiga

    Briella tersenyum lembut, matanya berkaca-kaca. “Jangan khawatir, ini air mata bahagia. Kau ... kau sering kali kasar, terburu-buru. Tapi sekarang, setiap sentuhanmu penuh cinta, penuh perhatian. Kau benar-benar telah berubah, Adrian.”Ini bukan pertama kali bagi Briella disentuh Adrian sejak mereka kembali bersatu. Sentuhan Adrian sekarang penuh dengan kelembutan dan penuh cinta. Berbeda dengan dulu yang penuh nafsu seakan dirinya adalah budak seks.Mata Adrian melembut, dia menarik Briella lebih dekat, mengecup dahinya dengan lembut. “Aku menyesali banyak hal, Briella. Dulu aku terlalu dibutakan oleh amarah dan dendam, tapi sekarang aku hanya ingin kau merasakan betapa aku mencintaimu, betapa berartinya dirimu bagiku. Aku tidak akan pernah menyakitimu lagi.”Kata-kata Adrian yang tulus itu menusuk hati Briella, membuatnya tidak bisa menahan air mata yang mulai mengalir di pipinya. Ini adalah air mata kebahagiaan, air mata yang berasal dari perasaan mendalam bahwa cinta sejati mereka

  • Hasrat Dendam Suamiku   Extra Part Dua

    Malam itu, suasana ruang makan terasa tegang. Adrian duduk di ujung meja, tatapannya kosong dan mulutnya terkunci rapat. Briella yang duduk di sebelahnya mencoba tersenyum, tapi ketegangan Adrian begitu nyata hingga seluruh ruangan terasa sunyi. Hunter, yang duduk di seberang meja, langsung membaca situasi.“Nandy, bagaimana kalau sabtu besok kita pergi ke peternakan?” Hunter menawarkan dengan nada riang, mencoba mencairkan suasana. “Paman akan mengajarimu cara berkuda, dan kita bisa memerah susu sapi langsung dari sapinya. Bagaimana?”Mata Fernandez langsung bersinar mendengar tawaran Hunter. “Benarkah, Paman? Aku mau! Aku mau!” serunya dengan antusias, tapi dia segera menoleh pada Briella. “Tapi Mommy ikut juga, kan?”Hunter terkekeh pelan, lalu menggelengkan kepalanya. “Kali ini hanya kita, sesama pria yang pergi, Nandy. Mommy akan menunggu di sini.”Fernandez mengerutkan kening, tampak tidak puas dengan jawaban itu. “Tapi aku mau Mommy ikut bersama kita, Paman.”Adrian tampak sema

  • Hasrat Dendam Suamiku   Extra Part Satu

    “Mommy, aku suka sup ini. Rasanya creamy.” Fernandez tampak senang dengan kehadiran kembali ibunya. Bocah itu selalu menempel pada Briella, dan bersikap manja. Sejak pulang sekolah, dia meminta Briella menyuapinya, padahal anak itu sebelumnya terbiasa mandiri dan makan sendiri.“Apa kau mau tambah lagi supnya, Nandy?” tanya Briella lembut, seraya menatap putranya dengan penuh kasih sayang.“Tidak, Mommy. Aku sudah kenyang. Apakah Mommy bersedia membantuku mengerjakan pekerjaan rumahku?” pinta Fernadez.Briella mengangguk dan tersenyum. “Tentu, Sayang.”Malam ini, sikap manja Fernandez tidak juga berakhir. Sehabis makan malam, dia meminta Briella membantunya mengenakan piama. Di kamar mereka yang luas dan nyaman, Adrian duduk di tepi tempat tidur, menatap Briella yang sedang membantu Fernandez mengenakan piyama. Briella tersenyum lembut, matanya penuh kasih sayang saat putra kecil mereka, duduk di pangkuannya, sudah siap untuk tidur.“Nandy, ayo tidur, Sayang.”“Mommy mau ke mana?”“Mo

  • Hasrat Dendam Suamiku   Bab 71. Perfect Ending

    Adrian dan Briella tersenyum hangat melihat Fernandez berlari-lari di tamn, bersama dengan pengasuh. Pasangan itu duduk di kursi taman bersama dengan Rosalie dan Hunter. Tampak semua orang bahagia melihat Fernadez yang bermain dengan riang penuh kegembiraan.“Aku sudah lama sekali tidak melihat Fernandez sebahagia ini,” ungkap Hunter jujur.Menghilangnya Briella, selalu membuat Fernandez menjadi muram. Tidak jarang Fernandez menangis setiap kali merindukan Briella. Tiga tahun Briella menghilang, bukan waktu yang sebentar. Bukan hanya Fernandez yang murung sejak Briella menghilang, tapi Adrian, Hunter, dan juga Rosalie sangat terpukul. Apalagi yang mereka tahu adalah Briella dibunuh Felix dengan kejam. Hal tersebut menjadi pukulan berat di keluarga Maven.“Aku akan pastikan Nandy terus merasa bahagia, Hunter. Aku akan selalu di sisi putraku,” ucap Briella tulus, dan penuh kehangatan.Adrian membelai rambut Briella. “Ya, Sayang. Nandy akan selalu merasa bahagia. Kau sudah kembali. Kebah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status