Share

Selembar Handuk

Author: Komalasari
last update Last Updated: 2024-02-02 17:16:59

“Apa maksudmu?” tanya Christian sambil memicingkan mata. Tatapannya terfokus pada wanita cantik yang memiliki kemiripan identik dengan Laura. 

Emma tersenyum, seraya beranjak dari duduk. Dia mengarahkan pandangan pada foto keluarga yang membuatnya tertarik. “Siapa wanita muda itu?” tanya saudara kembar Laura tersebut. 

Christian ikut mengarahkan pandangan pada foto keluarga yang terpajang di dinding. Dia tahu siapa yang Emma maksud. Pria tampan itu kembali mengalihkan perhatian pada sang kakak ipar. “Memangnya kenapa?” Pengusaha tampan itu balik bertanya. 

“Jawab saja,” sahut Emma enteng. “Aku pernah menemukan fotonya di kamar Laura. Kupikir, mereka adalah sahabat dekat,” terang wanita muda itu. Membuat Christian seketika memasang ekspresi serius. “Sejujurnya, aku tidak peduli dengan apa pun yang berkaitan dengan saudara kembarku. Namun, kurasa dia sangat beruntung karena dipersunting pria sepertimu.” 

Christian menaikkan sebelah alisnya mendengar ucapan Emma. Akan tetapi, dia tak menanggapi. 

“Laura memang pandai memikat para pria. Itu sudah menjadi bakatnya sejak dulu. Aku bahkan kerap merasa iri karena dia selalu berada jauh di depanku,” tutur Emma sambil melangkah ke dekat pintu keluar. “Kau tahu apa yang membuatku sakit hati?” Si pemilik rambut pirang itu kembali menoleh pada Christian yang masih duduk penuh wibawa. “Lihatlah seberapa besar ayah mengkhawatirkannya.” Emma menggeleng tak percaya. Setelah berkata demikian, saudara kembar Laura tersebut bergegas menyusul James, yang sudah lebih dulu berlalu dari sana. 

Sepeninggal James dan Emma, Christian termenung sendiri di ruang kerja, sambil memandangi paras cantik Maria yang telah meninggalkannya. Sesaat kemudian, perhatian pengusaha muda dengan kemeja putih itu beralih pada beberapa dokumen di meja. Dia belum menyelesaikan sisa pekerjaan, yaitu memeriksa laporan perusahaan, Namun, konsentrasi Christian sudah terbagi setelah kedatangan James dan Emma. Terlebih, setelah apa yang saudara iparnya itu katakan tentang Laura. 

Christian beranjak dari kursi. Dia berjalan keluar. Langkahnya terlihat sangat gagah dan penuh rasa percaya diri saat menyusuri koridor menuju kamar. 

Setibanya di sana, Christian langsung masuk ke walk in closet. Dia mengambil trench coat hitam dari salah satu lemari kaca tempat menyimpan koleksi blazer, jaket serta mantel. Christian keluar lagi dari kamar itu. Kali ini, dia menuju ruang depan. 

“Apa Anda akan pergi, Tuan?” tanya Alfred, yang melihat sang majikan menuju pintu. 

Christian tertegun, lalu menoleh. “Ya. Aku akan ke Cotswolds sebentar,” jawabnya datar. 

“Apa perlu kutemani, Tuan?” tawar Alfred sopan.

“Tidak usah, Alfred. Kau di sini saja,” tolak Christian. “Beritahu Delila bahwa aku akan ke sana,” titahnya sambil mengenakan kacamata hitam, lalu berbalik. 

“Baik, Tuan,” sahut Alfred hormat, meskipun Christian sudah berlalu dari hadapannya. 

Sementara itu, Laura mulai membiasakan diri tinggal bersama Delila. Walaupun dia merupakan istri sah Christian, tetapi Laura tak sungkan melakukan berbagai pekerjaan rumah tangga. Wanita muda itu sudah terbiasa menyiapkan makanan atau sekadar membersihkan rumah. 

Selain melakukan pekerjaan rumah tangga, Laura juga membantu Delila menanam beberapa bunga dan tanaman lain di pekarangan. Dia mulai menikmati aktivitasnya, meskipun rasa rindu terhadap James tak pernah bisa ditepiskan, oleh segudang kesibukan mengasyikan yang dijalani di sana. 

“Pekerjaan sekecil apa pun membutuhkan bakat, Nyonya. Anda memiliki tangan yang sangat terampil,” sanjung Delila, sambil memangkas beberapa tanaman yang dirasa mengganggu. 

“Aku suka melakukan segala jenis pekerjaan, Delila. Setelah lulus dari universitas, aku pernah bekerja di perusahaan milik ayahku. Tak lama, aku diterima di salah satu rumah mode ternama Inggris,” tutur Laura diakhiri senyum. “Aku bekerja di sana hingga ayah mengatakan bahwa aku harus menikah dengan Christian Lynch. Pria itu belum pernah kutemui sama sekali. Emma bahkan mengatakan banyak hal buruk tentang Christian. Padahal, dia sendiri tidak tahu seperti apa rupa aslinya.” Senyum di wajah Laura perlahan memudar. 

Delila yang tengah memangkas tanaman, menghentikan sejenak pekerjaannya. Wanita paruh baya itu menoleh. Dia menatap lekat Laura yang tengah asyik dengan beberapa bunga. “Emma? Siapa dia?” tanya istri Alfred tersebut penasaran. 

“Emma adalah saudara kembarku. Kami kembar identik. Kau tak akan bisa membedakan yang mana Laura dan yang mana Emma dalam pertemuan pertama. Aku yakin itu.” Laura berdiri, setelah mendapat beberapa tangkai bunga yang akan dirangkai dalam vas. 

“Jadi, Anda memiliki saudara kembar?” Delila terdengar ragu. 

“Ya. Semoga kau bisa berkenalan secara langsung dengannya.” Laura tersenyum manis. “Aku masuk dulu. Aku sudah tidak sabar untuk merangkai bunga-bunga cantik ini. Akan kupajang di meja makan. Sebagian lagi kusimpan di kamarku.” Setelah berkata demikian, Laura berbalik menuju rumah dengan diiringi tatapan Delila. 

Sementara itu, Christian sedang berada di perjalanan. Dia duduk di jok belakang seorang diri. Sesekali dirinya membuka ponsel untuk membalas pesan dari Chelsea. 

[Bila kau pergi ke Cotswolds hari ini, artinya besok kau bisa menemaniku ke acara reuni]

Christian mengembuskan napas pelan, setelah membaca pesan dari sang kekasih. Sebenarnya, dia malas harus menghadiri acara-acara seperti itu. 

[Kita lihat saja besok. Semoga bisa]

[Ayolah, Sayang. Kumohon]

Christian hendak membalas pesan dari Chelsea. Namun, kendaraan yang dia tumpangi telah tiba di tempat tujuan. Dia mengurungkan niat tersebut. Pria itu langsung turun dari SUV mewahnya, tanpa menunggu Wayne membukakan pintu. 

Christian melangkah gagah melewati halaman, lalu berdiri di depan pintu. Tak berselang lama, Delila datang menyambutnya. 

“Kukira Anda akan datang besok,” ucap Delila, setelah mempersilakan Christian masuk. 

“Aku berubah pikiran,” balas Christian datar. “Di mana Laura?” tanyanya.

“Nyonya ada di kamarnya, Tuan.” 

Tanpa banyak bicara, Christian langsung naik ke lantai dua. Dia melangkah sedikit terburu-buru. Pria itu bahkan belum sempat melepas trench coat yang dikenakannya. 

Christian berdiri sejenak di depan kamar yang ditempati Laura, sebelum memutuskan langsung masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dulu. Setelah berada di dalam, pria tampan itu mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruangan. Namun, sosok sang istri tidak ada di sana. 

Christian memutuskan keluar dari kamar. Akan tetapi, langkahnya terhenti di dekat pintu, ketika mendengar suara lembut Laura. 

“Kau?” Laura begitu terkejut, mendapati sang suami ada di sana. Dia menatap pria itu dengan sorot tak dapat diartikan. Rona cemas dan takut pun terpancar jelas dari paras cantiknya, saat Christian menoleh dan menatap lekat. 

Di sisi lain, Christian berdiri terpaku memandang Laura yang hanya menutupi tubuh dengan selembar handuk sebatas dada.

Pundak, paha, serta kaki jenjang berbalut kulit putih mulusnya terekspos sempurna. 

Tatapannya tertuju pada bulir air yang menetes dari anak rambut Laura. Sesaat kemudian, perhatian pria itu juga beralih pada bibir sang istri yang tampak lembap.

'Apa wanita ini berniat menggodaku?'

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hasrat Pernikahan Suami Arogan   Senja di Akhir Kisah yang Sempurna

    Semenjak itu, Laura memutuskan kembali menetap di Inggris. Dia membiarkan rumah peninggalan Lewis, meskipun masih sering memantau dengan menghubungi asisten kepercayaannya. Bagaimanapun juga, semua aset peninggalan Lewis merupakan amanat yang harus dijaga. Laura tak ingin mengkhianati pria yang telah begitu baik terhadapnya dan Harper. Dia akan tetap melakukan kewajiban, menjalankan bisnis yang diwariskan Lewis. Setidaknya, itu membuat rasa bersalah sedikit tertutupi karena memilih kembali pada Christian. ********** Waktu terus berlalu. Musim pun, silih berganti. Laura menjalani biduk rumah tangga yang harmonis dengan Christian. Saat ini, dia bahkan tengah mengandung. "Kuharap kau tidak kecewa karena tak jadi memiliki tiga bidadari cantik," ujar Laura, diiringi senyum lembut. Dia menatap penuh cinta pada Christian, yang tengah fokus mengemudi. "Ini sangat menggembirakan. Hidupku terasa begitu sempurna," ucap Christian. Dia tak henti tersenyum. Hasil USG yang sudah dilakukan tadi,

  • Hasrat Pernikahan Suami Arogan   Pernikahan Kejutan

    Semenjak malam itu, hubungan Laura dan Christian mulai menghangat. Christian tak sungkan berkunjung, bertemu dan berbincang dengan Grace. Begitu juga Emma dan Jamie, yang akan melangsungkan pernikahan. Hanya tinggal menghitung hari. Momen istimewa yang sudah Jamie nantikan selama bertahun-tahun akan terwujud. Pria itu sudah tak sabar menantikan dirinya dan Emma berdiri di altar, untuk mengucap janji suci pernikahan. Sementara itu, kedekatan antara Harper dan Mairi kian terjalin erat. Mairi yang mengetahui bahwa Harper belum diperbolehkan menari, selalu mengajak putri Laura tersebut melakukan banyak hal menyenangkan. “Kami sangat sibuk hari ini. Kau sudah tahu besok adalah hari pernikahan Emma dengan Jamie,” ucap Laura, saat menjawab panggilan telepon dari Christian. “Sayang sekali karena aku harus menghadiri acara penting sampai sore,” balas Christian, diiringi embusan napas berat. “Bagaimana Mairi? Kuharap dia tak merepotkanmu.” “Oh, tenang s

  • Hasrat Pernikahan Suami Arogan   Dalam Dekapan Hangat Christian

    “Christian …,” desah Laura pelan, merasakan sentuhan lembut menjalari tubuhnya. Dia membiarkan pengusaha tampan itu menurunkan tali kecil dari pundak, hingga bagian atas slip dress yang dikenakannya terbuka lebar.Christian beranjak dari tempat tidur, lalu menarik dress satin merah marun itu. Dia melemparnya sembarang ke lantai. Pria bermata gelap itu terdiam sejenak, memandangi seonggok daging putih mulus yang dulu sering dinikmati kapan saja dirinya inginkan.Perlahan, Christian mencondongkan tubuh. Dia menarik celana dalam Laura. Pelan tapi pasti, segitiga pengaman dengan pinggiran berbahan lace itu terlepas dari kaki kiri Laura dan berhenti di mata kaki sebelah kanan. Christian seperti sengaja melakukannya.“Kau masih secantik dulu,” ucap Christian pelan dan dalam, sera

  • Hasrat Pernikahan Suami Arogan   Kembalilah

    Laura tersenyum kikuk. Dia berusaha menyembunyikan rasa gugup karena ucapan Christian tadi. Laura mengalihkan semua itu pada anak-anak, yang tengah berbincang asyik. Wanita itu bergabung dengan mereka berdua.Sementara Christian hanya diam memperhatikan interaksi antara Laura dengan kedua gadis kecil itu. Laura tak membeda-bedakan Harper dengan Mairi.Christian teringat pada waktu Laura menyarankan untuk mengambil bayi Chelsea setelah dilahirkan, seakan-akan bersedia merawatnya. Padahal, saat itu dia mengira bayi dalam kandungan Chelsea merupakan darah daging Christian. Oleh karena itulah, kini Laura bersikap baik terhadap Mairi.Malam terus merayap. Jarum jam di arloji Christian telah menunjuk angka sembilan lewat beberapa menit. Setelah berbagai keseruan yang dilakukan, pengusaha tampan tersebut

  • Hasrat Pernikahan Suami Arogan   Tidak Berubah

    “Apa? Tapi, kau tahu aku sedang sibuk membantu persiapan pesta pernikahan Bibi Emma. Bukankah itu tujuan kita datang kemari?” Laura menolak ajakan itu secara halus. “Kurasa, kau bisa berkemah lain waktu atau … atau kita bisa melakukannya di sini dengan nenek dan —”“Kau tidak mengizinkanku pergi, Bu?” tanya Harper, menyela ucapan Laura. Gadis kecil itu langsung terlihat murung. Dia menundukkan wajah, kemudian berbalik. Tanpa mengatakan apa pun, Harper meninggalkan Laura dan Christian yang berdiri di ambang pintu.“Harper!” panggil Laura.Namun, gadis kecil itu tak menyahut. Dia bahkan sudah menghilang di balik dinding penyekat ruangan.“Bagus, Laura

  • Hasrat Pernikahan Suami Arogan   Hadiah Istimewa untuk Harper

    Laura tertegun sejenak, lalu menoleh pada Harper yang terbelalak tak percaya. Setelah itu, dia kembali mengalihkan perhatian pada pria tadi, untuk membubuhkan tanda tangan sebagai bukti penerimaan barang kiriman.Sepeninggal kedua pria yang sudah menyelesaikan pekerjaan mereka, Laura menatap aneh putrinya. Dia tak percaya Christian melakukan sesuatu yang dinilai sangat berlebihan. Namun, Laura tak bisa berkomentar apa-apa, melihat antusiasme Harper yang begitu takjub menghadapi setumpuk hadiah bagus.“Ibu tahu kenapa Paman Christian mengirimkan hadiah ini untukku? Apa hari ini aku berulang tahun?” tanya Harper, seraya menoleh pada Laura.“Tidak, Sayang. Ulang tahunmu masih empat bulan lagi,” jawab Laura, diiringi gelengan pelan. Dia mengalihkan pandangan pada Grace, yang memasang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status