Ibuku Menikahi Suamiku

Ibuku Menikahi Suamiku

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-06-18
Oleh:  cerita titipanBaru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
8Bab
17Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Aku adalah Arumi. Seorang perempuan yang seharusnya menjalani kehidupan rumah tangga yang normal, hingga suatu hari aku menemukan kenyataan paling mengerikan dalam hidupku: ibuku sendiri, Marlina, menikah dengan suamiku, Davin. Pengkhianatan itu bukan hanya menyayat hati, tapi juga menghancurkan seluruh hidupku. Dalam semalam, aku kehilangan suami, rumah, dan sosok ibu. Lebih parah lagi, ternyata pernikahan mereka bukan hanya soal cinta terlarang, tapi menyimpan skandal korupsi, manipulasi bisnis, dan penyalahgunaan kekuasaan di baliknya. Aku bersumpah akan mengambil kembali harga diriku. Tapi perang yang kuhadapi bukan sekadar tentang cinta dan keluarga. Ini adalah perang psikologis, perang media, dan perang kekuasaan. Dan mereka tidak akan segan menjatuhkanku dengan segala cara. Aku hanyalah perempuan biasa. Tapi ketika harga diriku diinjak, aku bisa berubah jadi mimpi buruk dan terburuk mereka.

Lihat lebih banyak

Bab 1

BAB 1

Kamar ini terlalu sunyi untuk perempuan yang baru kehilangan anaknya. Bahkan suara detak jam dinding terdengar seperti dentang kematian yang berulang. Aku duduk di sisi ranjang, diam, menatap bantal kecil bermotif awan biru yang kupesan sebulan sebelum bayi itu lahir atau seharusnya lahir.

Tapi dia tidak pernah menangis. Tidak sempat bernapas. Tidak sempat membuka mata. Dan sekarang, tidak ada lagi yang tersisa selain ruang kosong di perutku dan suara-suara hampa di kepala.

Namaku Arumi. Tiga hari lalu, aku kehilangan bayi yang kutunggu selama sembilan bulan. Dan hari ini, aku merasa seperti ikut mati bersamanya.

“Rum, buka pintunya. Ibu datang,” suara Davin dari luar kamar terdengar pelan tapi tegas.

Aku tidak bergerak.

“Dia udah di depan, bawa koper. Katanya mau tinggal sementara nemenin kamu. Aku udah bilang kamu butuh teman.”

Aku mendengar napasnya, Lelah Atau jengkel Atau keduanya, Tapi aku tetap tidak menjawab.

Beberapa detik kemudian, suara kunci diputar dan daun pintu terbuka. Cahaya dari lorong masuk pelan, memperlihatkan bayangan dua orang: Davin, suamiku, dan seorang wanita di belakangnya, ibuku, Marlina.

“Ibu masuk ya,” katanya sambil tersenyum tipis. Matanya menyapu kamar, lalu menatapku penuh rasa iba. Tapi aku tahu betul, kasihan tak selalu datang dari cinta.

“Ibu tahu kamu nggak mau diganggu. Tapi kamu nggak bisa terus begini. Ibu akan bantu urus rumah, masak, temani kamu. Setidaknya sampai kamu bisa berdiri sendiri lagi.”

Aku hanya mengangguk. Tidak ada yang bisa kubantah saat ini. Bahkan tubuhku terlalu berat untuk sekadar berpaling. Ibuku masuk dan mulai membereskan barang-barangnya. Davin pergi tanpa banyak bicara. Ia bahkan tidak mencium keningku seperti dulu. Hanya memberi anggukan dan menutup pintu kamar, Dan sejak saat itu, aku tahu: aku bukan lagi satu-satunya perempuan di rumah ini.

Hari-hari berikutnya berjalan lambat seperti kabut. Ibu mengambil alih dapur, mencuci bajuku, bahkan membersihkan debu di rak buku. Ia sibuk seperti sedang mengisi peran yang kosong. Sementara aku? Masih membusuk dalam ranjang. Menatap langit-langit. Mencoba menerima bahwa perutku kosong dan dada ini tidak akan pernah menyusui siapa pun.

Pada hari keempat, aku bangun lebih pagi dari biasanya. Aku berjalan ke dapur untuk mengambil air, dan berhenti di ambang pintu. Di sana, kulihat pemandangan yang membuatku diam lebih lama dari seharusnya.

Davin dan Ibu sedang berdiri berdampingan. Tertawa pelan sambil menyiapkan sarapan. Davin bahkan ikut mengiris tomat, sesuatu yang tidak pernah ia lakukan sejak kami menikah.

“Wah, kamu bangun juga,” sapa Ibu ceria.

Davin hanya menoleh dan mengangguk. “Aku buatkan teh ya, Rum.”

Aku duduk. Tidak berkata apa-apa. Hanya menatap tangan mereka yang bergerak Terlalu serasi. Tapi mungkin itu hanya pikiranku yang terlalu sensitif. Orang berkabung memang mudah salah sangka.

Tapi entah kenapa, sejak pagi itu, ada hal-hal kecil yang mulai mencubit hatiku.

Ibu sering menonton film drama di ruang tamu, dan Davin kini duduk di sebelahnya. Padahal ia paling anti drama klise. Mereka tertawa bersama, lalu langsung diam saat aku lewat.

Kadang, aku terbangun tengah malam dan menemukan Davin tidak di sampingku. Saat kutanya keesokan harinya, ia bilang tidur di sofa karena badanku terlalu panas. Aku tidak ingat berkeringat. Tapi aku tidak membantah.

Lalu aku mulai memperhatikan detail yang lain. Aroma tubuh Davin berubah. Bukan parfum biasa yang kami beli bersama, Ini lebih manis, Lebih tajam. Seperti wangi milik perempuan.

Pada malam keenam, aku menemukan Ibu duduk di balkon, berbicara di telepon dengan nada lirih dan senyum di wajahnya. Ketika aku muncul, dia buru-buru menutup panggilan dan berkata, “Teman SMA, nanya kabar.”

Aku mengangguk, walau detak jantungku tidak setuju.

Beberapa hari kemudian, aku memutuskan untuk ke kamar Ibu. Alasanku sederhana: aku kehilangan vitamin yang biasa kusimpan di lemari. Tapi saat membuka tas tangannya yang tergantung di kursi, aku menemukan sesuatu yang tidak seharusnya ada di sana.

Lipstik merah tua, bukan merek murah, dan aku tahu persis itu milik siapa. Aku pernah membelinya untuk Ibu saat ulang tahunnya dua tahun lalu. Tapi sejak saat itu, lipstik itu hilang. Ia bilang kehilangannya di salon.

Dan sekarang benda itu ada di tasnya, terbungkus rapi.

Aku melanjutkan pencarian dan menemukan selembar kertas kecil tersembunyi di saku tas bagian dalam. Sebuah catatan singkat, seperti potongan memo belanja. Tapi di bawahnya, tertulis:

“Aku suka kamu pakai lipstik ini. D

Tanganku gemetar.

D.” Davin?

Tidak ada bukti langsung. Tidak ada nama lengkap. Tapi dugaanku mulai menemukan tulangnya. Dan itu menambah rasa sakit setelah kenyataan kehilangan anak.

Malam itu aku tak bisa tidur. Aku hanya duduk di kursi dekat jendela, mendengarkan suara kipas angin dan langkah kaki samar di lantai bawah.

Jam tiga dini hari, aku mendengar pintu dapur terbuka. Pelan. Tidak tergesa. Langkah seseorang berjalan melewati lorong. Aku menajamkan telinga.

Langkah itu terdengar bukan hanya satu kali.

Dan mereka tidak saling bicara. Hanya diam, berjalan bersamaan.

Beberapa menit kemudian, sunyi kembali.

Aku memejamkan mata.

Dan untuk pertama kalinya, aku tahu pasti:

Ada yang tidak beres di rumah ini.

“Aku sudah kehilangan anakku. Tapi jika dugaanku benar, kali ini aku akan kehilangan segalanya dan aku tidak akan diam saja.”

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
8 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status