Share

2

Gue mengerenyitkan dahi bingung saat lihat pesan dari Mas Angga, staff di penerbit yang menaungi karya gue.

'Buka email, Tha. Ada tawaran menarik tuh.'

Begitulah kira-kira pesan dari Mas Angga.

Gue segera membuka laptop, lalu nantinya membuka email. Kalau email mengenai pekerjaan emang gue simpen khusus di laptop, kalau di ponsel ya email pribadi aja buat daftar-daftar aplikasi.

"Demi apa!" Ucap gue histeris setelah email yang Mas Angga maksud gue baca.

Gimana gue gak histeris, Novel ke empat gue yang judulnya 'Mata untuk Anjani' ditawarin buat diadaptasi jadi film. Seneng sih, salah satu 'anak' gue akhirnya ada yang mau jadiin film.

Gue segera membuka ponsel, untuk membalas pesan Mas Angga.

'Mas emailnya udah gue buka. Gue sih seneng-seneng aja karya gue diadaptasi jadi novel, tapi gue takutnya kalau diadaptasi ceritanya bakal melenceng kayak novel penulis lain'

Mumpung Mas Angga lagi online, jadi gue tungguin aja balesannya, siapa tahu dia punya saran untuk ketakutan gue.

'Kamu coba terima aja, Tha. Nanti kamu diskusiin sama sutradara dan penulis skenarionya. Intinya terima aja dulu ya kalau menurutku.'

Gue pun akhirnya menuruti untuk mengiyakan tawaran dari salah satu production film terkenal itu,  membalas email mereka dengan seprofesional mungkin.

"Mamah, Ayah, semoga ini rezeki Thami dan bisa membuka peluang novel-novel yang lain difilm-in juga, Aamiin." Gumam gue pelan, semoga mereka bisa denger ucapan gue ya di surga sana. Yap, gue sudah yatim piatu sejak gue SMA, di Jakarta pun ngerantau, awalnya sih di sini kuliah, cuman kayaknya gue bakal jadi warga tetap Ibukota deh, soalnya pulang ke kampung halaman orangtua gue pun percuma, soalnya saudara-saudara orangtua gue gila harta semua, gak mau deket sama mereka.

Gue cuman punya satu saudara, yaitu Abang gue namanya Ilyasa, yang kebetulan udah nikah sama WNA Jepang, dan dia tinggal di sana. Gue udah jarang banget ketemu sama dia, setahun sekali pun jarang, terakhir kali ketemu pas punya hadiah trip ke jepang dari pihak penerbit dan itu udah dua tahun lalu gue rasa. Gue sama dia paling bertukar kabar aja, atau videocall kalau gue lagi kangen sama dua keponakan gue yang lucu-lucu. 

***

"Hallo, selamat siang!"

Gue menegakan pandang gue saat seseorang menyapa, dan gue langsung menyunggingkan senyum untuk membalas sapaan itu.

"Apa benar anda Mbak Thamina, penulis mata untuk Anjani itu?" Tanya seseorang yang menyapa gue tadi, dia masih berdiri di meja Caffe yang gue tempatin. Mungkin ini orang yang diutus production house yang akan adaptasi novel gue jadi film.

Dua minggu berlalu setelah tawaran itu masuk ke email gue, dan hari ini untuk pertama kalinya gue menemui pihak production house-nya.

"

Iya saya Thamina, panggil saja Thami. Silahkan duduk."

Dia pun menganggukan kepalanya lalu terduduk di kursi yang kebetulan berhadapan dengan gue.

"Mungkin perkenalan terlebih dahulu ya untuk memulai obrolannya, Mbak Thami. Perkenalkan nama saya Rina, salah satu orang yang diutus Katara production untuk menemui Mbak Thami. Sebelumnya Mbak Thami menyetujui email yang dikirimkan pihak kami bukan?"

Gue menganggukan kepala agak canggung, jujur aja si Rina ini ngomongnya formal banget, kurang terbiasa gue, ya meskipun gue pernah nulis hal formal di cerita gue.

"Di pertemuan ini kita mungkin hanya membahas hal yang ringan saja untuk cerita yang akan diangkat. Pembahasan mendalam mengenai filmnya nanti Mbak Thami bisa bertemu dengan sutradara dan produser filmnya. Menurut Mbak sendiri, apa yang mbak inginkan ketika cerita mbak diangkat menjadi film?"

"Saya menyerahkan semuanya kepada pihak production, tetapi jika boleh, saya ingin ikut berkontribusi di film ini, mungkin dalam penulisan naskah atau penyusunan alur ceritanya, saya hanya ingin cerita filmnya asli seperti pada novel."

Kemudian obrolan itu pun semakin memanjang, walaupun hanya membahas hal yang ringan.

Baru sampai di tahap ini aja rasanya bersyukur, alhamdulillah dan akhirnya mimpi gue satu per-satu bisa terwujud dengan caranya sendiri. Semoga ke depannya juga lancar sampai nanti jadi film dan siap ditayangkan, Aamiin.

***

Gue tersenyum menatap draft naskah film yang sudah teronggok di meja rapat yang sedang gue, produser dan sutradara film, mbak Ana dan mas Farhan--penulis naskah--, beserta tim film novel gue bahas. Alhamdulillah setelah satu bulan kurang lebih berdiskusi mengenai naskah dan skenario film yang diadaptasi dari novel yang gue tulis, naskah itu rampung juga setelah adanya perbedaan pendapat, dan saling menuangkan ide.

"Jadi naskahnya sudah sesuai dengan keinginan saya?" Tanya Pak Anthony--sang produser-- sekali lagi, untuk meyakinkan.

Gue tentu saja menganggukan kepala tegas mendengar pertanyaan dari pak Anthony, kemudian diikuti dengan anggukan kepala dari Mas Farhan dan juga Mbak Ana. Tentu saja naskah itu beberapa kali ditolak karena kurang sesuai dengan keinginan pak Anthony, tapi sekarang gue rasa naskahnya sudah cukup baik seperti keinginan pak Anthony.

"Naskah sudah selesai, mungkin sebulan ke depan akan dilaksanakan casting untuk pemain film mata untuk Anjani, ini. Saya akan meng-casting para aktor dan aktris yang mungkin menurut saya cocok, tetapi kalian yang ada di sini boleh memberikan saran kepada saya, siapa aktor atau aktris yang kalian rekomendasikan untuk terlibat di projek film ini." Ucap Pak Rama--sang sutradara--.

Gue dan beberapa orang yang ada di ruangan ini hanya bisa menganggukan kepala untuk menyetujui pernyataan pak Rama.

"Kalau begitu meeting kali ini kita akhiri sampai di sini, ya. Semoga kita sehat selalu sampai projek film ini selesai. Terima kasih untuk semua yang bisa hadir di sini, dan terima kasih sudah berkontribusi bersama sampai detik ini. Selamat malam dan sampai jumpa kembali!"

Gue menghela nafas dengan lega. Jujur aja gue merasa agak lelah ya mengikuti proses film ini, belum lagi harus merampungkan novel yang akan naik cetak kembali, tapi ya ini sesuai dengan keinginan gue, berkontribusi dan ikut serta dalam pembuatan film yang diadaptasi dari novel yang gue tulis.

"Akhirnya kerja keras kita untuk menulis naskah selesai juga, ya." Ucap Mbak Ana. Gue bahkan baru menyadari bahwa di ruangan ini hanya tersisa gue, Mbak Ana dan Mas Farhan, emang gue melamun selama itu ya? Sampai gak menyadari yang lain udah pada keluar dari ruangan ini?

"Iya alhamdulillah ya, Mbak. Semoga naskahnya udah sangat sesuai dengan harapan Pak Anthony dan juga kita. Semoga ke depannya projek film ini bisa berjalan dengan lancar sampai bisa tayang dibioskop." Ucap gue, tentu saja penuh dengan pengharapan, dan mereka berdua meng-amin-kan ucapan gue.

"Omong-omong, ke depannya kan mau casting pemain di film ini, menurut hati dan keinginan lo, siapa sih aktor dan aktris yang bisa memainkan Anjani dan Kahfi dengan baik dan mirip? Saat menulis novel mata Anjani, lo pasti punya bayangankan gimana fisik dan karakter tokoh novel lo?"

Gue menganggukan kepala saat mendengar pernyataan dan pertanyaan dari Mas Farhan.

"Jujur agak susah sih, Mas, karena saat nulis novel ini gue ngebayangin tokoh yang memang cuman ada di kepala dan imajinasi gue aja. Terus gue juga jarang merhatiin aktris dan aktor indonesia, masih gak bisa milih juga siapa yang menurut gue cocok. Nanti deh gue cari-cari siapa aktris dan aktornya, siapa tahu gue bisa memberikan saran gue ke Pak sutradara. Eumm.. tapi menurut Mas Farhan dan Mbak Ana, kira-kira ada gak saran untuk pemainnya? Siapa tahu bisa aku pertimbangkan dan bisa diajukan ke Pak sutradara tanpa perlu casting lama."

Gue menatap Mbak Ana dan Mas Farhan bergantian. Mas Farhan terlihat berpikir, sedangkan Mbak Ana tersenyum manis, mungkin ia sudah menemukan aktor atau aktris yang bisa jadi pemain di film ini.

"Kalau menurut gue sih Gibran Rahandi boleh juga, Tha. Menurut gue dia aktor berbakat, meskipun belum keluar dari zona nyamannya. Dia juga lagi naik daun, bisa bantu film ini untuk naik juga. Kalau pemain Anjani nya menurut gue Anara Tamara boleh tuh, dia menurut gue aktris yang paling lempeng dan kalem."

Gue mencoba menormalkan ekspresi wajah gue saat mendengar saran dari Mbak Ana, tentu aja gue kurang suka pendapatnya yang satu ini, apalagi tentang Gibran Rahandi, it's a no no.

"Boleh juga tuh saran Ana, Tha. Tapi kita gak tahu ya, ujung-ujungnya yang tentuin pemain kan Pak Anthony sama Pak Rama. Intinya semoga pemerannya bisa benar-benar cocok memerankan tokoh di film ini, terutama untuk Anjani dan Kahfi, ya."

Gue hanya tersenyum mendengar ucapan mereka, gak meng-iya-kan ataupun menolak saran mereka.

Bersambung

(Selesai ditulis pada tanggal 28 Juni 2021, pukul 21.15 wib).

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status