“Aww—” Dakota merintih kesakitan di kala tubuhnya dihempaskan ke ranjang oleh Dylan. Pria kurang ajar itu dengan berani menghempaskan tubuhnya. Shit! Dakota mengumpat dan merutuki Dylan dalam hatinya.
“Kau ingin seperti pelacur, Dakota?” Dylan mengambil botol wine yang ada di atas meja, menuangkan ke gelas berkaki tinggi kosong, dan menyesap wine itu perlahan.
Dakota bangkit dari ranjang, matanya menyalang tajam menatap Dylan. “Apa hakmu menghakimiku! Dan kenapa kau ikut campur urusanku, hah?!”
Dylan menggerak-gerakkan gelas berkaki tinggi di tangannya. “Kau hanya patah hati, kenapa kau seperti orang frustrasi? Lihat saja pakaian yang kau pakai memperlihatkan tubuhmu. Apa kau berniat ada yang menawarmu?”
Raut wajah Dakota berubah mendengar apa yang dikatakan oleh Dylan. Sepasang iris matanya menunjukkan jelas emosi, kemarahan, dan bingung. Siapa yang memberi tahu Dylan tentang dirinya patah hati? Tidak! Dakota tak ingin terlihat lemah. Dia harus memperjuangkan harga dirinya.
“Siapa yang kau maksud patah hati, hah?!” seru Dakota berpura-pura.
Dylan duduk dengan santai di sofa, terkekeh rendah mendengar ucapan Dakota. Penyangkalan yang dilakukan Dakota, membuat Dylan menjadi gemas. Padahal pria itu sudah tahu segalanya, tapi masih saja mendapatkan penyangkalan.
Tanpa banyak bicara, Dylan menarik tangan Dakota, hingga membuat wanita itu terduduk di pangkuannya. Sontak tindakan Dylan membuat Dakota terkejut. Berkali-kali Dakota berusaha untuk berontak, tapi malah Dylan melingkarkan tangannya ke pinggangnya—membuat Dakota terjerat.
“Berengsek! Lepaskan aku! Kau jangan macam-macam padaku, Dylan!” Dakota memukuli dada bidang Dylan susah payah. Namun, sayangnya meski dia sudah memukuli, tetap saja tidak bisa lepas.
“Dylan Caldwell! Lepaskan aku!” seru Dakota sedikit menaikan nadanya, menjadi satu oktaf lebih tinggi.
Dylan tersenyum samar melihat kemarahan Dakota. Terlihat sangatlah menggemaskan di matanya. Detik itu juga, tanpa permisi, Dylan menarik tengkuk leher Dakota—mencium dan melumat lembut bibir Dakota dengan agresif, tapi tetap lembut.
Mata Dakota melebar terkejut di kala mendapatkan ciuman Dylan. Wanita itu kembali memukuli dada bidang Dylan. Akan tetapi tenaganya tidak bisa sebanding dengan Dylan. Sekeras apa pun berusaha tetap saja tidak bisa.
Bibir Dylan terasa manis dan kenyal. Dakota tidak sama sekali munafik bahwa rasa ciuman itu begitu nikmat. Wanita itu terasa sangat lemah tak mampu berkutik. Akhirnya yang dilakukan Dakota hanya bisa pasrah.
Dylan tersenyum di kala Dakota sudah pasrah dengan ciuman yang diberikannnya. Meskipun Dakota tak membalas, tapi Dylan begitu menikmati bibir lembut Dakota. Pria iti tak menyia-nyiakan. Dia memperdalam ciuman Dakota dengan penuh kenikmatan.
Tanpa sadar, Dakota memejamkan mata, menikmati ciuman dahsyat itu. Rasa patah hati membuatnya menjadi lepas kendali. Persetan jika dianggap murahan. Hatinya sudah sangat lelah dengan semuanya. Ciuman ini mampu menenangkan dirinya yang hancur lebur.
Beberapa menit ciuman itu masih berlangsung. Sampai akhirnya Dylan yang lebih dulu melepaskan ciuman tersebut. Mata mereka saling beradu, menatap dalam satu sama lainnya. Tatapan yang seolah membawa mereka ke hutan yang sejuk.
Tiba-tiba Dakota menyadari bahwa tindakannya ini sudah gila. Raut wajahnya memerah. Kewarasan mulai muncul. Dia langsung melayangkan tamparan sedikit keras ke pipi kanan Dylan.
Plakkk
Dakota menampar Dylan. Pria itu mengusap sedikit pipinya. Rupanya tamparan dari wanita itu seperti kapas bagi Dylan. Tidak terasa sakit sama sekali. Malah sekarang, Dylan mengeluarkan senyuman samar di wajahnya.
“Menamparku, huh? Padahal tadi kau sangat menikmatinya,” ucap Dylan dengan senyuman di wajahnya.
Dakota salah tingkah. Dia bangkit berdiri dari pangkuan Dylan. “K-kau! K-kau kurang ajar, Dylan Caldwell!” serunya dengan nada kesal.
Dylan tersenyum samar. “Bibirmu manis, Dakota. Sayang sekali kekasihmu mengkhianatimu. Padahal dia sudah mendapatkan yang terbaik di antara yang terbaik.”
Pipi Dakota bersemu merah akibat mendengar ucapan Dylan. “Sudahku bilang aku—”
“Jangan menyangkal. Aku tahu kau diselingkuhi oleh kekasihmu yang sudah melamarmu. Kau marah dan frustrasi hingga menjadi seperti ini,” ucap Dylan santai dan tenang—tanpa beban sama sekali.
Napas Dakota memburu, berusaha untuk setenang mungkin. “Audrey yang memberitahumu?” tuduhnya. Feeling-nya berkata bahwa Audrey, sepupunya yang memberitahukan Dylan tentangnya.
Dylan menggeleng. “Nope, Audrey bukan tipe pengadu. Aku tahu sendiri.”
Kening Dakota mengerut dalam. “Bagaimana kau bisa tahu?”
Dylan bangkit berdiri melangkah mendekat ke arah Dakota. Refleks, Dakota memundurkan tubuhnya hingga menempel ke dinding. Tampak raut wajahnya sedikit memucat di kala tubuhnya dikungkung oleh Dylan. Entah kenapa jantungnya berdebar tak karuan.
“K-kau mau apa, Dylan?!” seru Dakota gelagapan di kala tubuhnya dalam kungkungan Dylan.
Dylan membelai pipi Dakota. “Aku tahu tentangmu, Dakota.”
Dakota bingung serta ketakutan. “K-kau jangan-jangan menguntitku?”
Dylan mengangkat bahunya. “Mungkin saja iya. Kenapa? Kau tidak mungkin marah, kan? Anggap saja aku melindungimu dari bahaya.”
Mata Dakota melebar. “K-kau penguntit!”
Dylan menarik dagu Dakota, memberikan kecupan di bibir wanita itu. “Apa pun sebutannya, aku tidak peduli. Bagiku yang terpenting aku tahu tentangmu. Tidurlah di kamar hotel ini. Aku sudah menyewa kamar hotel ini mahal.”
Tanpa berkata lagi, Dylan berbalik, dan melangkah pergi meninggalkan Dakota. Namun langkahnya terhenti di kala Dakota mengeluarkan suara …
“Kenapa kau menguntitku? Kenapa kau ingin tahu tentang kehidupanku? Jika tujuanmu hanyalah untuk mengasihaniku, lebih baik kau simpan rasa kasihanmu. Aku tidak suka ada orang yang mengasihani diriku!” Napas Dakota memburu kala mengatakan itu. Wanita berparas cantik itu paling tidak suka ada yang mengasihani dirinya. Dakota terbiasa selalu terlihat kuat di luar. Dia tidak mau rapuh.
Dylan menggelengkan kepalanya. “Jika dalam pikiranmu, aku menghasihanimu, maka kau salah besar. Aku sama sekali tidak mengasihanimu. Aku melakukan ini, karena aku ingin tahu tentangmu.”
“Ingin tahu tentangku? Untuk apa?” Dakota mendongakkan kepalanya, menatap dingin Dylan.
“Untuk lebih mengenal secara dalam wanita yang menarik perhatianku,” jawab Dylan tenang dan santai—sontak membuat Dakota terdiam membisu.
“Aku harus pergi. Ada beberapa pekerjaan yang aku urus. Kau tidurlah di sini. Besok pagi akan ada pelayan yang mengantarkanmu sarapan. Ingat, jika kau berani ke klub malam lagi, kau akan mendapatkan pelajaran berharga, Nona Spencer,” ucap Dylan dengan seringai di wajahnya.
Mata Dakota mendelik tajam tak suka. “Kau mengancamku?!”
“Nope. Aku sama sekali tidak mengancammu. Aku hanya memberitahumu saja. Good night, Nona Spencer.” Dylan kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan Dakota begitu saja.
Raut wajah Dakota berubah mendengar apa yang dikatakan oleh Dylan. Sorot mata menajam. Tangannya mengepal kuat. Dia tidak mengira Dylan berani mengeluarkan ancaman padanya. Seumur hidup, belum pernah ada yang berani mengancam Dakota Spencer.
“Sialan! Pria berengsek! Enyah kau!” umpat Dakota—dan tak digubris oleh Dylan. Sebab pria itu terus melanjutkan langkahnya. Namun umpatan Dakota terdengar di telinganya. Hanya saja yang dilakukan pria tampan itu hanya melukiskan senyuman samar.
Usia Diana sudah memasuki enam bulan. Bayi perempuan cantik itu tumbuh dengan sangat luar biasa. Parasnya yang cantik perpaduan sempurna antara Dylan dan Dakota. Bisa dikatakan Diana selalu menjadi pusat perhatian setiap kali Dakota membawa putri kecilnya berpergian keluar.Delmer, putra sulung Dylan dan Dakota tak kalah menarik perhatian. Balita kecil itu sangat overprotective pada adik perempuannya. Bayangkan saja setiap kali ada yang ingin menyentuh Diana, pasti Delmer tak sembarang untuk memberikan izin.Delmer meski masih kecil, tapi sudah menunjukkan cinta yang luar biasa pada adik perempuannya. Hal ini yang Dylan dan Dakota yakinkan bahwa kelak di masa depan Delmer akan menjaga Diana dengan sangat baik. Bukan hanya sekadar menjaga, tapi juga memberikan cinta yang amat besar. Lebih dari dua tahun menikah, Dylan dan Dakota merasa sangat bahagia, karena pada akhirnya dipersatukan. Mereka selalu bersyukur setiap detik apalagi kehadiran Delmer dan Diana, membuat ikatan cinta merek
“Sayang, kau sudah pulang?” Dakota menyambut kepulangan sang suami, memberikan pelukan, ciuman, dan membantu sang suami meletakan jas ke keranjang kusus pakaian kotor.Dylan mengecup kening Dakota. “Aku selalu ingin pulang cepat, karena aku tahu istriku menungguku di rumah.”Dakota tersenyum hangat merespon ucapan sang suami tercinta. “Delmer dibawa orang tuaku, kan?” tanya Dylan sambil membelai pipi Dakota.Dakota mengangguk. “Iya, Sayang. Delmer dibawa orang tuamu.”Dylan memeluk pinggang Dakota. “Bagus, satu pengganggu kecil sudah diamankan.”Dakota mendelik, seraya memukul pelan lengan kekar Dylan. “Bisa-bisanya kau menyebut putra kesayanganku sebagai pengganggu kecil?”Dylan terkekeh melihat kemarahan di wajah Dakota, dia menarik dagu sang istri, mencium dan memberikan lumatan lembut di bibir istri tercintanya itu. “Delmer juga putra kesayanganku, tapi bocah kecil itu sering mengganggu keromantisan kita, Sayang.”Dakota mendengkus sambil mencebikkan bibirnya jengkel. Ya, dia tah
Dua tahun berlalu … Suara tangis bayi membuat Dakota yang terlelap langsung terbangun dari tidurnya. Wanita cantik itu langsung melangkah menuju box bayi, menggendong bayi kecilnya yang menangis, dan memberikan susu.“Diana bangun?” Dylan menyibak selimut, menghampiri istrinya yang meberikan susu untuk bayi perempuannya.“Iya, Sayang. Sepertinya Diana haus,” jawab Dakota lembut seraya menatap hangat putri kecilya itu.Dylan membelai kepala Diana. “Kau pintar sekali minum susu, seperti Daddy,” bisiknya ke telinga putri kecilnya itu, tapi tetap terdengar di telinga Dakota.Dakota mendelik tajam menatap Dylan. “Dylan! Kenapa kau bicara seperti itu pada Diana?”Dylan terkekeh rendah. “Sayang, apa yang aku katakan benar, kan? Setelah kau menyusui putri kita, kau pasti menyusuiku.”Dakota mencibir. “Kau saja yang tidak mau kalah dari anakmu.”Dylan mengecup bibir Dakota. “Aku tidak akan mau kalah, kan seluruh tubuhmu adalah milikku, Sayang.”Pipi Dakota tersipu malu, dia tersenyum mendenga
Balutan gaun pengantin indah membuat penampilan Dakota sangat menawan. Konsep garden party yang dipilih Dakota, sangat cocok dengan gaun pengantin yang sekarang dikenakan oleh Dakota. Meski sederhana, tapi tetap sangat cantik dan elegan.Konsep pernikahan garden party adalah konsep pernikahan yang diinginkan Dylan. Awalnya konsep pernikahan yang diinginkan Dakota adalah konsep pernikahan seperti seorang putri dari Kerajaan. Yang pasti harus mewah dan berkelas. Namun, seiringnya badai menerpa konsep pernikahan itu berubah. Dakota menginginkan menikah dengan cara sederhana, tapi tetap elegan.Dylan sempat menolak konsep pernikahan garden party, karena pria tampan itu sangat tahu bahwa Dakota menginginkan konsep pernikahan mewah. Akan tetapi, setelah Dakota menjelaskan akhirnya Dylan mengerti. Bahwa memang sejatinya pernikahan yang paling penting adalah penyatuan dua orang mencintai, menjadi satu. “Oh, My God! Dakota Spencer, kau cantik sekali,” seru Audrey pada Dakota, dengan tatapan
Persiapan pernikahan Dylan dan Dakota sudah ada di depan mata. Segala hal yang dibutuhkan oleh Dakota telah terpenuhi. Kali ini, Dakota menuruti keinginan Dylan yang ingin konsep pernikahannya jauh lebih sederhana. Dulu Dakota ingin konsep pernikahan mewah, wanita itu malah sekarang mengikuti Dylan yang ingin konsep pernikahan garden party.Alasan kuat Dakota ingin menikah lebih sederhana, karena dia merasa bahwa kebahagiaan bukan lagi tentang kemewahan. Menurutnya hal yang paling penting adalah kebersamaannya dengan Dylan dan Delmer. Itu adalah kebahagiaan yang tak terkira. Pusat kehidupannya sekarang adalah Dylan dan Delmer.Konsep pernikahan garden party dibantu oleh Ivory. Pun tak lepas oleh Audrey turut membantu. Ibu Dakota dan ibu Dylan membantu mengingatkan banyak hal. Namun, jika sudah berurusan dengan orang tua biasanya Dakota kerap kena marah, karena Dakota menginginkan yang sederhana.“Nona Dakota, ini laporan mengenai kebutuhan pernikahan Anda,” ucap Cali seraya memberikan
Bibir Dylan melumat lembut bibir Dakota. Dua insan saling mencintai itu berciuman dengan penuh kelembutan. Desahan merdu lolos di bibir Dakota di kala ciuman yang diciptakan Dylan begitu menggelora. Saliva mereka tertukar, membangkitkan hasrat mereka. Tangan lentik Dakota melingkar di leher Dylan, ciuman itu semakin panas—membuat keduanya sama-sama terlena.“Aku mencintaimu,” bisik Dakota kala Dylan melepaskan pagutannya.“Aku jauh lebih mencintaimu,” jawab Dylan seraya membelai pipi Dakota lembut.Dakota tersenyum hangat. “Aku bahagia Ivory menemukan belahan jiwanya. Lama tidak melihatnya, ternyata dia merajut kehidupannya. Dylan, sejak awal aku sudah menduga bahwa Ivory bukan wanita jahat. Hanya saja takdir selalu memberikan misteri pada semua manusia.”Dylan duduk di tepi ranjang, seraya menarik tubuh Dakota, duduk di pangkuannya. “Aku bukan pria yang baik untuk Ivory, dia pantas mendapatkan yang terbaik.”Dakota menangkup kedua pipi Dylan. “Kau memang bukan yang terbaik untuk Ivor