Jamuan makan malam rekanan dari keluarga Spencer begitu penuh dengan tamu undangan, dari kalangan atas. Pembisnis sukses berada di sana. Dakota yang datang dengan gaun berwarna gold transparan dengan model kemben membuat Dakota tampil sangat cantik dan elegan.
Tadi sore, Dakota memilih satu dari sepuluh gaun yang sudah dia beli. Pilihannya jatuh pada dress berwarna gold yang dia kenakan malam ini. Ya, pilihan Dakota ini membuatnya menjadi pusat perhatian banyak orang.
Beberapa tamu undangan bersalaman dan berbincang dengan Dakota. Seperti biasa Helen terus menerus mempromosikan Dakota masih single. Oh God! Cara Helen membuat Dakota sangat malu. Namun, di sisi lain apa boleh buat? Hobby ibunya memang suka sekali mempromosikan dirinya—seolah dirinya tidak bisa mendapatkan kekasih.
“Maaf permisi, aku ingin ke toilet.” Dakota berpamitan menyingkir dari kerumunan para tamu undangan, serta kedua orang tuanya. Tujuan Dakota adalah menghindar agar terbebas dari perjodohan gila.
“Dakota, tunggu—” Helen bermaksud ingin mencegah Dakota, karena ingin memperkenalkan putrinya dengan yang lain. Namun, sayangnya Dakota sudah berlari kecil menuju toilet.
“Hah! Sial sekali nasibku.” Dakota mengembuskan napas kasar, di kala sudah tiba di dalam toilet. Dia jengah terus dikenali oleh rekan bisnis kedua orang tuanya. Banyak pria tampan di sini, tapi tidak ada yang menarik di hati Dakota.
Dakota menatap cermin di wastafel, dia mencuci tangannya. Rasanya Dakota ingin berlama-lama di dalam toilet, agar tidak dijodoh-joohkan lagi oleh ibunya. Ah! Sial sekali. Dakota merasa hidupnya benar-benar ketimpa sial.
“Harusnya aku tidak datang malam ini,” gerutu Dakota kesal.
“Jika kau tidak datang malam ini, aku tidak akan melihat bidadari cantik,” ucap suara berat seorang pria yang sontak membuat Dakota terloncat terkejut.
“D-Dylan?” Betapa terkejutnya Dakota melihat yang ada di hadapannya adalah Dylan Caldwell. “K-kenapa kau di sini? I-ini kan toilet wanita!”
Dylan menutup pintu toilet, dan menguncinya. “Toilet ini bukan hanya toilet wanita, tapi toilet untukmu dan aku.”
Dakota berdecak kesal. “Kau sudah gila, ya?! Apa maumu, Dylan?!”
Dylan mendekat. Refleks Dakota mundur hingga bokongnya terbentur ke wastafel. Tubuh Dakota diangkat, duduk ke wastafel. Sontak Dakota memekik terkejut, di kala tubuhnya diangkat oleh Dylan.
Dylan menarik dagu Dakota, mencium tanpa permisi. “You’re so fucking beautiful.”
“Berengsek!” Dakota hendak menampar Dylan, tapi pria tampan itu langsung menahan tangan Dakota. Dylan kembali melumat bibir Dakota. Kali ini ciumannya jauh lebih liar, hingga membuat Dakota kesulitan bernapas.
Dylan menarik tengkuk leher Dakota, mencium dan melumat lembut bibir wanita itu. Lidah mendesak masuk ke dalam rongga mulut Dakota. Dakota berusaha mendorong sekuat tenaga dada bidang Dylan, tapi tenaganya bagaikan kapas, hingga tidak bisa melepaskan tautan bibir itu.
“Kau cemburu tadi sore aku jalan dengan wanita lain, hm?” bisik Dylan seraya melepaskan pagutannya.
Dakota berdecih sinis. “Siapa yang cemburu! Jangan terlalu percaya diri!”
Dylan sedikit menjauh dan memasukan tangannya ke saku celananya. “Aku tahu kau cemburu, Nona Spencer. Kau jangan berbohong.”
Dakota turun dari wastafel sambil bertolak pinggang. “Enyah kau dari hidupku, Caldwell! Kau terlalu banyak percaya diri!”
“Dakota? Apa kau di dalam?” seru Helen dari arah luar.
Dakota terperanjat terkejut mendengar suara ibunya. Buru-buru, dia mendorong Dylan yang menghalanginya. “Minggir! Ibuku ada di depan!”
Dylan menahan tangan Dakota. “Nanti malam aku akan ke penthouse-mu.”
“Untuk apa kau ke penthouse-ku?” Dakota mendelik tajam.
“Aku akan menginap di tempatmu.”
“Sinting!”
“Jika kau tidak mengizinkan, maka aku akan menahanmu. Biar saja pintu toilet didobrak demi mencarimu.”
“Dylan Caldwell, kau jangan gila.”
“Izinkan aku menginap di penthouse-mu.”
“Dylan—”
“Dakota, apa yang aku katakan sangat serius.”
Dakota mengembuskan napas kasar. Sialnya, dia benar-benar terjebak. Jika dia menolak, maka pasti Dylan tidak akan membebaskannya. Ibunya ada di luar. Jika dia tak kunjung keluar pintu pasti akan didobrak. Ah, sial! Dakota merutuki nasib sialnya.
“Fine! Kau boleh menginap di penthouse-ku. Sekarang lepaskan aku!” seru Dakota meminta Dylan melepaskan tangannya.
Dylan menyeringai di kala Dakota mengizinkannya. Pria tampan itu melepaskan tangannya yang memegang Dakota. Tepat di kala Dakota sudah terlepas—wanita itu buru-buru keluar dari toilet.
“Dakota, kau lama sekali?” tegur Helen.
“Ah, perutku sakit, Mom,” dusta Dakota. Tidak mungkin dia mengatakan yang sebenarnya pada ibunya tentang Dylan yang mengganggunya. Bisa-bisa ibunya berpikir macam-macam.
Helen mendesah pelan. “Sekarang kau sudah membaik, kan?”
Dakota mengangguk. “Sudah, Mom.”
Helen menggenggam tangan Dakota. “Ayo cepat ikut Mommy. Mommy ingin kenalkan kau dengan anak dari teman bisnis Daddy.”
Dakota mendesah pasrah mendengar apa yang dikatakan ibunya. Dia melangkah mengikuti ibunya—menuju ke kerumunan rekan bisnis ayahnya. Dakota sudah muak, tapi dia tidak bisa untuk membantah kedua orang tuanya.
***
Pukul sebelas malam Dakota tiba di penthouse-nya. Dia segera menuju kamar, dan menghidupkan lampu kamar. Namun seketika betapa terkejutnya Dakota melihat Dylan duduk di sofa kamarnya.
“Dylan! Apa yang kau lakukan di sini?!” seru Dakota.
Dylan bangkit berdiri, mengambil wine di botol wine, dan menuangkan ke gelas kosong di depannya. “Kau tidak lupa ingatan, kan? Aku tadi bilang padamu akan menginap di penthouse-mu. Ah, ya, aku tahu password-mu dari orangku.”
Dakota mendecakkan lidahnya mengingat ucapannya. Dia tidak akan mungkin lupa akan permintaan Dylan, yang memintanya untuk menginap di penthouse-nya. Lebih tepatnya Dylan memaksa dirinya.
“Apa sebenarnya maumu, Caldwell?!” seru Dakota dengan nada emosi.
Dylan menyesap wine di tangannya. “Dirimu. Aku ingin dirimu. Simple, kan?”
Mata Dakota melebar tak percaya mendengar ucapan gila Dylan. “Kau jangan seperti orang tidak waras, Dylan!”
Dylan tersenyum. “Kita dua orang yang sama. Pernah terluka. Tidak ada salahnya kita mencoba.”
Dakota berdecih. “Sama-sama terluka? Terluka dari mana? Adanya kau playboy yang menyakiti banyak hati wanita!”
Dylan kembali tersenyum. “Kau tidak mengenalku, Dakota.”
Dakota melepaskan heels dan meletakan tasnya ke walk-in closet. “Kau Dylan Caldwell, pengusaha asal Inggris yang terkenal playboy. Kau sahabat baik suami dari sepupuku. Dulu sahabatmu juga berengsek melukai sepupuku. Sekarang saja dia sudah sadar. Tapi kalau untukmu aku tidak jamin kau bisa sadar. Kau jalan dengan banyak wanita. Benar-benar menjijikkan!” Dakota menumpahkan kekesalannya. Bukan cemburu, tapi lebih tepatnya dia jijik Dylan berganti-ganti wanita.
“Aku akan meninggalkan mereka semua, jika kau menerimaku menjadi kekasihmu,” jawab Dylan santai, enteng, tanpa dosa.
Dakota menganggap ucapan Dylan hanyalah omong kosong belaka. Dia tidak mau percaya diri. “Kau bicara saja dengan dinding! Jangan mimpi!”
“Ah, really? Padahal aku tahu kau sangat cemburu.”
“Dylan!”
“Yes, Dakota?”
Dakota menatap tajam Dylan. “Enyah kau dari hidupku!”
Dylan menyunggingkan senyumannya. “Aku tidak mau. Aku suka mengganggu hidupmu, Nona Spencer.”
Usia Diana sudah memasuki enam bulan. Bayi perempuan cantik itu tumbuh dengan sangat luar biasa. Parasnya yang cantik perpaduan sempurna antara Dylan dan Dakota. Bisa dikatakan Diana selalu menjadi pusat perhatian setiap kali Dakota membawa putri kecilnya berpergian keluar.Delmer, putra sulung Dylan dan Dakota tak kalah menarik perhatian. Balita kecil itu sangat overprotective pada adik perempuannya. Bayangkan saja setiap kali ada yang ingin menyentuh Diana, pasti Delmer tak sembarang untuk memberikan izin.Delmer meski masih kecil, tapi sudah menunjukkan cinta yang luar biasa pada adik perempuannya. Hal ini yang Dylan dan Dakota yakinkan bahwa kelak di masa depan Delmer akan menjaga Diana dengan sangat baik. Bukan hanya sekadar menjaga, tapi juga memberikan cinta yang amat besar. Lebih dari dua tahun menikah, Dylan dan Dakota merasa sangat bahagia, karena pada akhirnya dipersatukan. Mereka selalu bersyukur setiap detik apalagi kehadiran Delmer dan Diana, membuat ikatan cinta merek
“Sayang, kau sudah pulang?” Dakota menyambut kepulangan sang suami, memberikan pelukan, ciuman, dan membantu sang suami meletakan jas ke keranjang kusus pakaian kotor.Dylan mengecup kening Dakota. “Aku selalu ingin pulang cepat, karena aku tahu istriku menungguku di rumah.”Dakota tersenyum hangat merespon ucapan sang suami tercinta. “Delmer dibawa orang tuaku, kan?” tanya Dylan sambil membelai pipi Dakota.Dakota mengangguk. “Iya, Sayang. Delmer dibawa orang tuamu.”Dylan memeluk pinggang Dakota. “Bagus, satu pengganggu kecil sudah diamankan.”Dakota mendelik, seraya memukul pelan lengan kekar Dylan. “Bisa-bisanya kau menyebut putra kesayanganku sebagai pengganggu kecil?”Dylan terkekeh melihat kemarahan di wajah Dakota, dia menarik dagu sang istri, mencium dan memberikan lumatan lembut di bibir istri tercintanya itu. “Delmer juga putra kesayanganku, tapi bocah kecil itu sering mengganggu keromantisan kita, Sayang.”Dakota mendengkus sambil mencebikkan bibirnya jengkel. Ya, dia tah
Dua tahun berlalu … Suara tangis bayi membuat Dakota yang terlelap langsung terbangun dari tidurnya. Wanita cantik itu langsung melangkah menuju box bayi, menggendong bayi kecilnya yang menangis, dan memberikan susu.“Diana bangun?” Dylan menyibak selimut, menghampiri istrinya yang meberikan susu untuk bayi perempuannya.“Iya, Sayang. Sepertinya Diana haus,” jawab Dakota lembut seraya menatap hangat putri kecilya itu.Dylan membelai kepala Diana. “Kau pintar sekali minum susu, seperti Daddy,” bisiknya ke telinga putri kecilnya itu, tapi tetap terdengar di telinga Dakota.Dakota mendelik tajam menatap Dylan. “Dylan! Kenapa kau bicara seperti itu pada Diana?”Dylan terkekeh rendah. “Sayang, apa yang aku katakan benar, kan? Setelah kau menyusui putri kita, kau pasti menyusuiku.”Dakota mencibir. “Kau saja yang tidak mau kalah dari anakmu.”Dylan mengecup bibir Dakota. “Aku tidak akan mau kalah, kan seluruh tubuhmu adalah milikku, Sayang.”Pipi Dakota tersipu malu, dia tersenyum mendenga
Balutan gaun pengantin indah membuat penampilan Dakota sangat menawan. Konsep garden party yang dipilih Dakota, sangat cocok dengan gaun pengantin yang sekarang dikenakan oleh Dakota. Meski sederhana, tapi tetap sangat cantik dan elegan.Konsep pernikahan garden party adalah konsep pernikahan yang diinginkan Dylan. Awalnya konsep pernikahan yang diinginkan Dakota adalah konsep pernikahan seperti seorang putri dari Kerajaan. Yang pasti harus mewah dan berkelas. Namun, seiringnya badai menerpa konsep pernikahan itu berubah. Dakota menginginkan menikah dengan cara sederhana, tapi tetap elegan.Dylan sempat menolak konsep pernikahan garden party, karena pria tampan itu sangat tahu bahwa Dakota menginginkan konsep pernikahan mewah. Akan tetapi, setelah Dakota menjelaskan akhirnya Dylan mengerti. Bahwa memang sejatinya pernikahan yang paling penting adalah penyatuan dua orang mencintai, menjadi satu. “Oh, My God! Dakota Spencer, kau cantik sekali,” seru Audrey pada Dakota, dengan tatapan
Persiapan pernikahan Dylan dan Dakota sudah ada di depan mata. Segala hal yang dibutuhkan oleh Dakota telah terpenuhi. Kali ini, Dakota menuruti keinginan Dylan yang ingin konsep pernikahannya jauh lebih sederhana. Dulu Dakota ingin konsep pernikahan mewah, wanita itu malah sekarang mengikuti Dylan yang ingin konsep pernikahan garden party.Alasan kuat Dakota ingin menikah lebih sederhana, karena dia merasa bahwa kebahagiaan bukan lagi tentang kemewahan. Menurutnya hal yang paling penting adalah kebersamaannya dengan Dylan dan Delmer. Itu adalah kebahagiaan yang tak terkira. Pusat kehidupannya sekarang adalah Dylan dan Delmer.Konsep pernikahan garden party dibantu oleh Ivory. Pun tak lepas oleh Audrey turut membantu. Ibu Dakota dan ibu Dylan membantu mengingatkan banyak hal. Namun, jika sudah berurusan dengan orang tua biasanya Dakota kerap kena marah, karena Dakota menginginkan yang sederhana.“Nona Dakota, ini laporan mengenai kebutuhan pernikahan Anda,” ucap Cali seraya memberikan
Bibir Dylan melumat lembut bibir Dakota. Dua insan saling mencintai itu berciuman dengan penuh kelembutan. Desahan merdu lolos di bibir Dakota di kala ciuman yang diciptakan Dylan begitu menggelora. Saliva mereka tertukar, membangkitkan hasrat mereka. Tangan lentik Dakota melingkar di leher Dylan, ciuman itu semakin panas—membuat keduanya sama-sama terlena.“Aku mencintaimu,” bisik Dakota kala Dylan melepaskan pagutannya.“Aku jauh lebih mencintaimu,” jawab Dylan seraya membelai pipi Dakota lembut.Dakota tersenyum hangat. “Aku bahagia Ivory menemukan belahan jiwanya. Lama tidak melihatnya, ternyata dia merajut kehidupannya. Dylan, sejak awal aku sudah menduga bahwa Ivory bukan wanita jahat. Hanya saja takdir selalu memberikan misteri pada semua manusia.”Dylan duduk di tepi ranjang, seraya menarik tubuh Dakota, duduk di pangkuannya. “Aku bukan pria yang baik untuk Ivory, dia pantas mendapatkan yang terbaik.”Dakota menangkup kedua pipi Dylan. “Kau memang bukan yang terbaik untuk Ivor