Share

3. Yang Paling Berharga

Tanpa melepaskan ciuman bergairah dan saling mendominasi di antara mereka, Key perlahan mendorong tubuh Phoebe agar berbaring di atas ranjang. Saat ini bibirnya sedang sibuk dengan leher mulus Phoebe sedangkan tangannya mulai menarik kaki jenjang milik Phoebe bergantian dan membuat tubuhnya berada tepat di antara kedua paha Phoebe. Pertama dia menarik kaki kirinya lalu kaki kanannya, setelah itu tangannya mulai bergerak seduktif di atas kulit kaki Phoebe yang semakin terbuka karena ujung midi dress-nya sedikit terangkat, membuat Phoebe mulai merasakan desiran panas hingga mengeluarkan suara desisan perlahan. Sekujur tubuh Phoebe meremang, kedua tangannya mencari pelampiasan untuk digenggam hingga tangan kanannya tidak sengaja menyentuh ponsel milik Key yang tadi sempat ia lemparkan asal ke atas ranjang. Tangannya tidak sengaja menggeser tombol hijau lalu mengaktifkan mode pengeras suara saat ponsel Key tiba-tiba saja kembali berdering.

Bro, kenapa lama banget angkat teleponnya? Sorry kalau gue ganggu kalian berdua, tapi lo harus balik sekarang juga. Kami gak bisa handle meeting sama si Bos Besar. Semuanya nyaris kacau. Jadi, kami butuh lo di sini.” Suara seorang pria menggema di seberang telepon. Nada suaranya terdengar terburu-buru dan panik, hingga membuat keduanya kembali ke dunia nyata seketika.

Key tiba-tiba bangkit dan segera menjauh untuk menjawab teleponnya. Phoebe tahu perjalanan mereka sudah gagal total dengan sangat menyedihkan.

Tidak berselang lama, ponsel canggih miliknya juga berdering. Dia merasa panggilan ini pasti penting karena si penelepon tidak berhenti menghubunginya sejak tadi, membuatnya memutuskan untuk menjawab panggilan itu secepatnya. Di layar ponselnya terpampang nomor milik sang adik.

“Hallo” Tidak ada jawaban dari adiknya. Phoebe hanya mendengar suara isakan, “Kenapa nangis, Dek?” Phoebe menjadi semakin panik ketika adiknya tidak memberikan jawaban apa pun. Adiknya menangis semakin kencang di seberang sambungan telepon saat mendengar suara Phoebe. “Monica Aretha Breslin! Kamu kenapa, Dek? Apa ada sesuatu sama kamu atau orang rumah? Kalau kamu gak mau jawab pertanyaan Kakak sekarang juga, berarti Kakak akan cari tau sendiri. Pakai cara Kakak pastinya!”

Ja-jangan, Kak. Aku bisa nginap di tempat Kakak aja malam ini? Aku nggak mau pulang,” jawab Monica terbata-bata di antara suara tangisannya. Suara adiknya membuat Phoebe sangat khawatir dan takut di saat yang bersamaan.

“Oke, kalau gitu kita ketemu di tempat biasa aja, jangan di tempat Kakak. Kakak berangkat sekarang juga.” Tanpa berpikir dua kali, Phoebe segera menulis sebuah catatan di selembar post note untuk Key setelah ia menutup koper cabin-sized miliknya. Dia bergegas pergi meninggalkan cottage karena sudah tidak memiliki waktu untuk menjelaskan dengan detail kepada Key. Bagi Phoebe, kondisi adiknya jauh lebih penting saat ini.

✧✧✧

Ketika Phoebe tiba di sebuah bangunan tinggi yang terlihat familier, dia segera menuju ke lantai paling atas. Dia berjalan dengan tergesa-gesa, detak jantungnya berpacu kencang dan dia tidak bisa berpikir jernih semenjak dia meninggalkan cottage. Dia takut jika sesuatu sampai terulang dan ia datang terlambat seperti saat kejadian paling mengerikan lebih dari tiga tahun yang lalu.

“Beebee, I miss you so bad. Emang segitu sibuknya ya? Sampai Kakak udah lama nggak pulang buat nengokin kami?” Aretha memeluk erat kakaknya seperti anak kecil yang ketakutan ketika mereka pergi mengunjungi dokter gigi.

“Masa sih segitu kangennya? Sampai jadi anak cengeng gini coba,” Phoebe tahu jika ada sesuatu yang terjadi. Walaupun manja, tetapi adiknya ini sudah lama sekali tidak pernah menangis seperti saat di telepon tadi. Meskipun dia tidak bisa menunggu dan merasa sangat gugup, tapi dia juga tidak bisa memaksa adiknya untuk segera menceritakan apa yang ingin dia dengar.

“Emang beneran kangen kok, aku juga kangen sama masakan Kakak. Lihat nih, aku kelihatan kurus kering begini setelah best chef kita nggak ada di rumah lagi,” Aretha sudah tidak menangis lagi, tapi dia masih memeluk erat kakaknya bahkan tidak membiarkannya bergerak meski satu inci pun.

Phoebe tersenyum mendengar kalimat berlebihan dari adiknya. Dia mengambil telepon di dekatnya dan memesan beberapa makanan untuk makan malam mereka yang nyaris terlambat. Rencananya dia akan memulai interogasinya saat mereka berdua makan malam nanti. Mereka memutuskan untuk bermain online game sambil menunggu pesanan makan malamnya datang. Di tengah kompetisi yang sedang berlangsung, Phoebe menanyakan tentang keadaan ibu mereka. Aretha tidak memberikan jawaban apa pun pada kakaknya, tapi wajahnya tiba-tiba berubah sendu. Seketika Phoebe menyadari satu hal jika ini semua pasti berkaitan dengan ibu mereka. Mungkin saja sesuatu sedang terjadi di rumah besar itu atau antara ibunya dengan orang-orang yang dia kenal, atau bisa jadi itu adalah seseorang yang ada di sekitar mereka.

“Princess, gimana kalau besok kita jemput mommy? Kayaknya udah lama kita gak pergi bareng-bareng buat Momster’s date,” tanya Phoebe yang sedang berpura-pura tetap fokus dengan permainan mereka. Ia tidak memutar tubuhnya menghadap sang adik, tapi ia mengamati gerak-gerik si adik melalui sudut matanya tanpa Aretha sadari.

Aretha tiba-tiba menghadap ke arah Phoebe dan berteriak, “MOMSTER’S DATE?! Oh, I loooove that idea, Beebee. Ayo kita jemput mommy pas pagi aja biar kita bisa puas main SEHARIAN! Eh, tunggu. Gimana kalau kita balik pas sebelum matahari terbit? Tunggu, tunggu! Mending sekarang kita bikin daftar rencana buat besok lebih dulu ...,”

Aretha mulai mengoceh tentang apa saja yang akan mereka lakukan esok hari, ia membuat catatan sedetail yang ia inginkan. Phoebe membiarkan adiknya membuat rencana tentang kegiatan mereka seharian. Sementara itu, Phoebe memutuskan untuk menelepon ibu mereka.

“Mom, mommy udah gak sayang lagi nih sama aku? Masa gak ada kangen-kangennya sama anak gadis manisnya satu ini?” berondong Phoebe tepat setelah ia mendengar ibunya menjawab sambungan telepon mereka. Kata-kata Phoebe membuat Aretha tertawa geli dan berhenti mengetik catatan di ponsel pintarnya.

Gadis konyol! Kamu tuh yang udah lupa sama keberadaan wanita tua ini. Jangankan nelepon, kirim pesan seminggu sekali aja enggak. Apalagi sekali sehari. Sibuk kok sampai segitunya.” Ibu mereka mulai melayangkan protes, “Atau kamu udah ketemu sama makhluk mitologi dan jatuh cinta beneran sama dia? Kelihatannya para pria yang bisa menarik perhatian anak gadis Mommy udah enggak eksis lagi di dunia ini, kasihan banget.”

“Tungguuu! Excusez-moi, Madame. Emangnya Mommy lagi ada di mana sekarang? Sepertinya kata-kata tadi sangat tak asing di telingaku.” Phoebe merasa curiga pada ibunya.

It’s a secret.” Ibunya memberikan jawaban singkat sambil berusaha keras menahan tawanya.

“Mom, Aku serius loh ini!” 

It’s secret, Bee. Itu tuh banyak banget tulisannya,” —Jane tidak bisa menahan tawanya lagi saat ini, ia tertawa terbahak-bahak—“di mana-mana.

“Woah, WHAT?! WAIT! Apakah Anda sedang berada di wilayah terlarang saya?! Benar begitu, Nyonya?”

Oh, tentu saja, Dear! Memangnya kamu pikir Mommy lagi ada di mana sekarang, sampai bisa tahu soal makhluk mitologi super tampan? Ya ampun, Mommy tuh enggak pernah nyangka kalau anak sulung Mommy ternyata punya fantasi ‘menakjubkan’ macam gini.

Mendadak Phoebe ingin menangis dan tertawa di saat yang bersamaan saat ini. Bagaimana bisa, di antara begitu banyak ruangan di rumah mereka malah ibunya memilih untuk menghabiskan waktu di benteng rahasia milik putri sulungnya. Padahal semua “barang gelap” favorit Phoebe ada di sana. Benda-benda berwarna gelap, beberapa buku catatan hitam, ide-ide gelap, bahkan fantasi tergelapnya, dan hal-hal gelap lainnya yang tak terhitung lagi jumlahnya, termasuk beberapa barang gelap yang seksi.

Madame, jangan lupa untuk mengunci pintu saat Anda sedang berada di sana dan juga sangat disarankan agar Anda bisa menggunakan waktu Anda dengan bijak saat menjelajahi benteng rahasia milik Phoebe Amaya Breslin. Meskipun, akan lebih bijak lagi kalau Anda segera mengunci pintunya dari luar saja,” ucap Phoebe dengan nada suara yang ia buat serius dan penuh penekanan disertai sedikit saran yang mengancam.

“Kalian lagi ngomongin soal apa sih? Emangnya Mommy nemuin apaan? Kasih tahu dong, aku kan jadi penasaran kalau gini.” Aretha baru mengutarakan pertanyaannya setelah ia bingung sekian lama dengan pembahasan kakak dan ibunya.

NO!!” Phoebe and ibunya berteriak serempak.

“Apa? Kenapa kalian berdua pakai teriak segala?! Emangnya aku bikin salah apa?!” 

“Maaf, Princess, tapi pembahasan ini sangat terlarang untuk mereka yang usianya di bawah 18 tahun,” jelas Phoebe dengan nada serius dan dingin.

Hey! Aku sudah 21 tahun sekarang!”

Kau selamanya akan tetap menjadi bayi kecil kami, Princess,” tutur ibu mereka di sela tawa kencang karena berhasil mengerjai para anak gadisnya.

Aretha menjadi kesal. Dia tidak pernah suka jika ibu dan kakaknya bersekutu untuk menyembunyikan sesuatu seperti sekarang. Phoebe memeluk erat adiknya saat melihatnya merajuk dan cemberut, ia juga memberikan ciuman bertubi-tubi untuk menggodanya. 

Anyway, Mom. Mohon kiranya agar segera meninggalkan benteng rahasia saya silakan tidur lebih awal, dan mohon bersiap-siap lebih awal untuk Momster’s date kita esok hari. Kereta kencana emas akan menjemput Anda sebelum matahari terbit, Madame.” Phoebe menjelaskan maksudnya menelepon sang ibu malam ini.

Hmm, bisakah saya memesan kereta kencana emas untuk menjemput saya saat ini juga, Mademoiselle?”

“Oh, big no-no, Madame. Karena kami harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan sempurna, sampai menjadi hal terlarang bagi Aurora dan Snow White untuk tidur lebih cepat malam ini.”

“Wow! Ada pesta makanan,” Aretha menjadi semangat seketika saat makan malam mereka sudah datang. 

“Mom, aku harus mengawasi Aurora kita, jika tidak dia bisa segera tertidur setelah memakan kalori-kalori ini sebelum dia menyelesaikan tugasnya. Love you, Mom. Nikmatilah makan malammu juga dan tolong berhentilah mengunjungi benteng rahasiaku. Pretty please, Madame.” Nyonya Breslin kembali tertawa sebagai jawaban atas saran konyol putrinya.

Setelah Phoebe meletakkan ponsel pintarnya di atas meja, dia segera bergabung dengan adiknya dan menemaninya menikmati makan malam mereka. Ketika akhirnya mereka hampir menyelesaikan makan malam itu, adiknya terlihat tertarik dengan satu set chinoiserie cantik di depan  Phoebe.

“Beebee, itu apa sih? Kok lucu banget,” celoteh Aretha sambil menunjukkan jarinya ke arah satu set peralatan minum teh dan sebuah mangkuk kecil dengan corak yang sama. Phoebe menjelaskan jika teko itu berisi teh oriental dan ada kantong kecil berisi teh ditambah dengan beberapa bahan rahasia yang tidak Aretha pahami bentuknya. Ketika Aretha semakin penasaran, Phoebe menjawab jika mereka akan meminum teh itu sekaligus menggunakannya sebagai masker.

“Lihat tuh mata. Emangnya kamu mau ketemu mommy pas wajahmu begini?” Aretha tiba-tiba menyadari jika wajahnya sekarang ini pasti berantakan dengan mata membengkak persis seperti ikan Koi.

“Jadi, apa yang bikin Aurora bisa punya mata Dori kayak gini?” Aretha tersenyum simpul mendengar perkataan Phoebe. Kakaknya yang satu ini memang seperti ini sejak dulu, dia selalu suka menggunakan kosa kata yang lucu dan tak terduga untuk segala hal.

“Tahu gak, Beebee? Suatu malam aku pernah lihat mommy minum sendirian di kegelapan. Lebih tepatnya pas aku baru balik dari party, sih.” Mendadak Aretha merasa merinding. Saat dia menoleh untuk melihat ke arah wajah Phoebe, kakaknya itu sedang memberikan tatapan mengintimidasi dan mengeluarkan aura dingin. “Ooo-kay, aku ngaku deh. Aku emang nyelinap dan nggak kasih tahu siapa pun.”

“Maksudnya ‘siapa pun’ di sini tuh TIDAK ADA SEORANG PUN TERMASUK PARA MAID DI RUMAH BESAR ITU?!” Aretha mengangguk dengan seringaian lebar yang tak berdosa di wajahnya.

“Teruskan dulu ceritamu, Young Lady!” Phoebe lebih penasaran dengan cerita tentang ibu mereka daripada menceramahi adiknya saat ini juga.

“Waktu aku bantuin mommy balik ke kamarnya kan,”—Aretha menarik lalu menghela napas panjang—”aku dengar mommy bilang soal sekarat, aturan, dan aku nggak bisa ingat apa lagi karena aku juga masih mabuk malam itu. Seandainya aku nggak mabuk, mungkin aku bisa cari tahu lebih banyak.”

Phoebe mengatur napas, dadanya terasa nyeri seketika, “Terus?”—ia bertanya lagi setelah menegak habis teh oriental di cawan yang dari tadi ia genggam erat—”Kenapa kamu baru kepikiran sekarang, Dek?"

“Soalnya aku udah lama juga gak pernah ketemu sama daddy, semenjak ...,” Aretha terlihat berpikir keras sampai alisnya bertaut, “Aku lupa, mungkin habis pesta ulang tahunku waktu itu? Aku jadi takut kalau mereka bakal ninggalin kita, kayak—”

‘Orang-orang itu, mau berapa lama lagi mereka bertingkah memuakkan seperti ini terus? Bahkan ketika aku sudah tidak ada lagi di sekitar mereka.’ Phoebe berusaha mengontrol emosinya, dia tidak boleh mengambil keputusan yang salah. Dia sadar saat ini dia tidak bisa melakukan apa pun.

Dia tidak boleh gegabah. Dia harus kembali ke rumah mereka karena ada banyak hal yang harus dia lakukan di benteng rahasianya, dia harus menyusun rencana yang matang dan sempurna sampai waktunya datang.

“Ssst! Itu gak bakalan terjadi. Udah, sekarang jangan mikir macem-macem. Mending sekarang kamu pakai skincare terus pakai ini buat ngilangin mata Dori itu. Kamu pasti belum skincare-an, ‘kan?” Phoebe menyodorkan kantung dingin di dalam mangkuk chinoiserie pada adiknya.

“Terus gimana sama rencana buat besok kalau aku ntar ketiduran duluan? Lagian juga aku nggak bawa skincare-ku, Kak.”

“Emang itu apa, Dek? Gak lihat Kakak sampai bawa travel bag khusus buat kamu. Lagi pula soal rencana buat besok kan itu cuma garis besarnya aja. Mana pernah kita beneran ikutin daftar yang segitu panjangnya?” Ah, travel? Phoebe segera menyambar ponselnya dan mencoba menghubungi Key, tetapi panggilan itu tidak tersambung juga. Akhirnya dia menyerah setelah mencoba beberapa kali.

✧✧✧

Sekitar dini hari mereka tiba di rumah yang sudah lama tidak Phoebe kunjungi. Setelah meminta ibu dan adiknya untuk bersiap-siap, Phoebe segera menyelinap ke benteng rahasianya dan mengambil beberapa peralatan yang ia butuhkan untuk misi berikutnya. Tepat setelah dia menyusun barang bawaannya di dalam bagasi, dua orang yang paling berharga dalam hidupnya berjalan mendekat dengan ekspresi kekaguman.

“Wow, lihat deh style Kakak keren banget. Permisi, Mrs. Smith. Apakah Anda sedang sendirian? Kemana Mr. Smith? Kalian tidak pergi bersama?” Aretha menggoda kakaknya.

Princess, ingat ya. Bukan sembarangan Mr. Smith, tapi Mr. Smith itu datang dari Dragon's Valley dan dia datang jemput Beebee kita pakai seekor unicorn waktu dia berubah wujud jadi Pangeran Tampan.” Tawa Aretha langsung meledak mendengar perkataan ibu mereka, sementara sang ibu mengerling lalu turut tertawa lebar bersama si bungsu.

Oh my, kenapa lagi-lagi Anda membahas soal ini, Madame.” Phoebe menghela napas pasrah, lalu dia berbalik mengancam adiknya, “Hey! Princess, kalau kamu terus ketawa ngeselin kayak gitu berarti kamu harus nyetir si black baby ini SEHARIAN!”

Nooo way! Aku ini Princess, Kak. Bukan kusir kereta kencana,” tolak Aretha segera duduk di jok belakang mobil kesayangan kakaknya.

Seperti biasa, ibu dan adiknya tidak pernah bisa memutuskan di mana mereka akan sarapan, ke mana tempat tujuan pertama mereka, barang-barang apa saja yang akan mereka beli, dan lain-lain, dan sebagainya. Setelah makan siang yang kesorean, Phoebe memutar kemudi mobilnya ke tempat favorit mereka bertiga untuk menghabiskan waktu bersama.

“Beebee, emangnya ada acara spesial apa?” Aretha penasaran kenapa kakaknya memilih tempat ini sebagai destinasi terakhir mereka.

“Kenapa emangnya, kamu gak mau menghabiskan waktu di sini? Tumben banget, padahal salah satu teman Kakak sengaja pesan tempat khusus full service buat kita bertiga dari semalam.”

“Teman yang mana?” Ibu dan adiknya bertanya serempak penuh curiga karena seseorang itu berhasil membuat pesanan hanya dalam waktu semalam saja untuk seluruh servis yang ada di sini.

“Teman paling tampan yang aku punya. Udah jelas dan puas sama jawabanku? Madame, Mademoiselle?”

“Jelas aja gak puas. Kakak sekarang sengaja godain kami, ‘kan? Iya ‘kan, Mom?” Jane Breslin mengangguk setuju.

Mereka bertiga berjalan memasuki resort. Sebenarnya dia sudah mengetahui siapa teman paling tampan yang dimaksud putri sulungnya karena saat ini mereka sedang berjalan ke arah pria yang diperdebatkan oleh kedua putrinya sejak mobil mereka memasuki area valet parking di resort ini, sementara para anak gadis masih tidak menyadari keberadaan pria itu sebab mereka terlalu sibuk mendebatkan tentang identitas si pria tampan misterius, “Ayolah, Kaaaak. Kasih tahu siapa teman kakak yang paling tampan itu, terus kenapa dia repot-repot pesenin kita tempat di sini?”

“Wow, dia beneran bilang gitu? Aku temannya yang paling tampan?” Suara berat, dalam, dan serak mengejutkan mereka berdua hingga tubuh Phoebe membentur sesuatu yang terasa keras dengan dramatis lalu berakhir mendarat di pelukan lengan berotot seseorang. Ups, sepertinya dia membentur dada bidang pria bertubuh kekar ini.

“Terima kasih untuk pujiannya, dan juga buat ciuman selamat datangnya walaupun bibirku ada di atas sini, My Bee.” Phoebe tercengang. Sementara itu, Aretha diam-diam merekam kejadian epik ini melalui ponsel yang ada di tangannya. Anak ini selalu menggenggam ponsel canggihnya ke mana pun dia pergi padahal dia selalu membawa sebuah tas kecil di pundaknya.

“Mom, apa dia pangeran naga itu? Si pangeran yang Mommy bilang sebelumnya. Ini beneran? Serius? Mommy yakin? Mereka akhirnya beneran jadian? Oh, I loooove it!” Aretha berbisik kegirangan pada ibunya karena dia melihat kakaknya masih tersihir dengan pesona yang dimiliki si Pangeran Naga.

“Kamu suka banget ya aku peluk gini, My Bee? Kalau kamu mau aku bisa kasih kamu lebih dari sekedar pelukan macam ini, gimana?” Phoebe seketika tersadar saat dia mendengarkan pertanyaannya dan suara-suara cekikikan di belakangnya.

“KA-KAMU!” Phoebe kehabisan kata-kata.

✧✧✧

Note:

Post note: Catatan kecil yang bisa ditempel.

Koper cabin-sized: ukuran koper yang bisa dibawa masuk ke dalam kabin pesawat.

I miss you so bad: Aku amat sangat merindukanmu.

Momster's Date maksudnya Mom(s) and Daughter(s) Date atau Kencan Ibu dan Anak.

Excusez-moi, Madame: Permisi, Nyonya dalam bahasa Prancis.

Mademoiselle: Nona dalam bahasa Prancis.

Pretty please: Mohon dengan sangat.

Chinoiserie: Berasal dari istilah bahasa Prancis untuk "Chinesery" atau "Chinese-esque” yang bermakna peleburan dari ditemukannya motif Asia dan Eropa yang diciptakan oleh desainer dan perajin di Barat. 

Young Lady: Nona.

Black baby merujuk pada sebutan mobil berwarna hitam yang biasa Phoebe gunakan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status