Anika and Arjun are made for each other. They don't know that in all the encounters they had. Destiny showed them that through many clues but they are not brilliant enough to read the clues right. Their family tied them together in the sacred knots after a series of events. Not knowing the inner turmoil of each other, they start their life with bitterness! It is a story of a girl who marries a man of wealth. It's her first marriage, but for him, it's not. She is a girl from a middle class family and finds it hard to settle herself in a place where everything looks alien to her. She is in love with someone and couldn't accept him as her husband. Will she find the love she has lost in him or will she hate him for taking away her love from her? He has a dark past that she is yet to find out. Will that dark past make them drift apart or will she heal his wounded soul and have a happily ever after? Jump in to find out more!
View MoreAku tidak percaya, ternyata tubuh mertuaku jauh lebih nikmat daripada istriku sendiri. Malam ini, akhirnya aku bisa melepaskan hasratku dengan Mama Siska, ibu mertuaku sendiri.
"Enak banget Ma, semakin lama rasanya semakin nikmat." Aku tidak berhenti menggoyang mertuaku di atas kasur. "Kamu juga sangat perkasa Raka, Mama sampai kewalahan. Kamu memang luar biasa, ayo Raka bikin Mama puas!" Desahnya, badannya bergetar. "Siap Ma, akan kubuat Mama puas. Kita main sampai pagi Ma, Mama mau kan aku goyang sampai pagi?" "Mau banget Raka, Mama pasrah apapun yang kamu lakukan." Istriku berselingkuh dengan pria lain, maka dari itu aku membalasnya, berhubungan dengan Ibunya.**
Hujan deras mengguyur malam itu, menciptakan simfoni yang seharusnya menenangkan. Tapi tidak untukku. Aku terjaga di atas ranjang, menatap langit-langit kamar dengan pikiran yang berantakan, seperti hujan yang mengguyur tanpa henti. Seharusnya di sebelahku ada istriku yang menemaniku, di saat cuaca dingin begini aku hanya bisa memeluk guling. Aku sudah membayangkan bisa bercinta semalaman dengan istriku, padahal baru beberapa hari saja kita resmi menjadi suami-istri. Memang di saat malam pertama pernikahan kita, aku sudah bercinta dengannya semalaman suntuk tanpa henti. Sekarang benda pusaka ku ingin memuntahkan lahar panas nya, tapi sekarang aku sendirian tidak mungkin jika aku sampai jajan di luar. Aku punya nafsu yang tinggi, apalagi cuaca dingin begini, semakin besar keinginanku untuk bercinta. Ponsel di tanganku masih menyala, menampilkan pesan suara dari Tiara. "Sayang, jangan lupa makan ya. Mama pasti bakal perhatian sama kamu, jadi gak usah khawatir." Suara Tiara terdengar lembut, tapi ada sesuatu yang terasa jauh. Aku menarik napas panjang sebelum membalas. "Iya, hati-hati di sana." Setelah hampir seminggu Tiara pergi dinas ke luar kota. Awalnya, aku pikir tidak masalah tinggal sendiri di apartemen. Tapi dia bersikeras agar aku tinggal di rumah orang tuanya. "Biar Mama bisa nemenin kamu. Lagian, kamu belum terlalu akrab sama Mama, kan?" Dan di sinilah aku sekarang. Di rumah yang bukan rumahku, di bawah atap yang sama dengan seorang wanita yang… semakin sulit untuk tidak kupikirkan. Bu Siska. Bukan ibu kandung Tiara, tapi ibu tirinya—dan itu seharusnya tidak membuat perbedaan. Tapi, entah kenapa, aku mulai melihatnya dengan cara yang tidak seharusnya. Ibu Siska terlihat sangat cantik, badannya seperti gitar spanyol, kulitnya putih mulus dan senyumnya itu rasanya mengajak untuk berbuat maksiat. Aku menggeliat di tempat tidur, mencoba mengabaikan kegelisahan pikiran kotor yang mulai merayapi pikiranku. Tapi rasa lapar memaksa aku keluar kamar. Langkahku di lorong terasa lebih berat dari biasanya, mungkin karena pikiranku yang tidak tenang. Begitu tiba di dapur, aku langsung melihatnya. Bu Siska. Ia berdiri di dekat meja makan, hanya mengenakan gaun tidur satin berwarna biru muda. Kain halus itu membalut tubuhnya dengan pas, menyoroti lekukan yang masih terjaga di usianya yang menginjak 42 tahun. Bahunya terbuka sedikit, memperlihatkan kulitnya yang masih kencang dan mulus, seperti wanita yang jauh lebih muda dari usianya. Rambut hitamnya tergerai santai, memberi kesan liar namun tetap elegan. Mataku tertuju pada buah dadanya yang lumayan montok, saat dia menata piring rasanya buah dadanya akan tumpah. Aku buru-buru mengalihkan pandangan, tapi terlambat. Ada sesuatu yang menancap di benakku. Sesuatu yang mengusik. Astaga, ini ibu mertuamu sendiri, Raka. Fokus. Namun sebelum aku bisa merapikan pikiranku, ia menoleh dan tersenyum. Senyum yang lembut, tapi ada sesuatu di sana. Sesuatu yang membuat jantungku berdetak sedikit lebih cepat. "Raka, ayo makan dulu," ajaknya dengan suara yang hampir seperti bisikan. Aku mengangguk dan duduk di meja makan. Dia menuangkan sup hangat ke dalam mangkukku, aroma rempah dan jahe menguar, menyebarkan kehangatan di ruangan yang terasa semakin sempit. Entah kenapa rasanya Bu Siska, seperti sengaja menempelkan buah dadanya pada wajahku. Hingga tercium aroma parfum dan body lotion nya, yang membuat pedang pusaka ku berdenyut-denyut. "Tiara pasti sering masakin kamu, ya?" tanyanya, matanya menatapku lebih lama dari seharusnya dan dia meremas buah dadanya sendiri seperti sengaja. Aku menelan ludah. Senyum itu… tidak seperti senyum ibu mertua pada menantunya. Kenapa juga dia harus meremas buah dadanya sendiri di depanku. "Iya, Ma—eh, Bu," jawabku, buru-buru memperbaiki panggilan. Mama Siska terkekeh pelan, suara tawanya renyah, hampir seperti godaan. "Mama aja nggak apa-apa. Toh, kamu memang anak Mama sekarang." Aku ikut tertawa kecil, mencoba tetap tenang. Tapi saat aku hendak mengambil sendok, tangannya tanpa sengaja menyentuh tanganku lagi. Sekilas, itu mungkin hanya kebetulan. Tapi kehangatan yang tertinggal di kulitku bertahan lebih lama dari yang seharusnya. Aku meneguk air putih, mencoba menenangkan diri. Setelah makan, aku beranjak ke wastafel untuk mencuci tangan. Saat aku hendak kembali ke kamar, suara Mama Siska menghentikan langkahku. "Raka," panggilnya pelan. Aku menoleh. Ia berdiri di lorong, bersandar di kusen pintu kamarnya, satu tangan terangkat menyentuh kayu, tubuhnya sedikit miring. Gaun tidurnya tampak lebih pendek daripada tadi, memperlihatkan pahanya yang mulus di bawah cahaya redup. Aku menahan napas. "Kalau butuh sesuatu… jangan ragu panggil Mama, ya?" Dia mengedipkan mata sambil mengigit bibirnya. Suaranya begitu lembut, hampir seperti bisikan di telinga. Seakan ada sesuatu yang ingin ia sampaikan lebih dari sekadar kata-kata. Aku hanya bisa mengangguk. "I-iya, Ma." Ia tersenyum tipis, sebelum masuk ke kamarnya dan menutup pintu perlahan. Aku diam di tempat, jantungku berdegup lebih cepat dari seharusnya. Tidak. Ini pasti cuma pikiranku saja. Tapi saat aku berbalik, mataku tak sengaja menangkap pantulan di kaca jendela ruang tamu. Pintu kamar Mama Siska belum benar-benar tertutup. Masih sedikit terbuka… cukup untuk kulihat sepasang mata yang mengawasiku dari celah itu. Aku merinding. Aku segera berbaring di kasur, menarik selimut dan berharap segera pagi. Tapi ternyata aku tidak bisa tidur, pikiranku terbayang wajah Mama Siska apalagi saat dia meremas buah dadanya. Gara-gara memikirkan Mama Siska, membuat gairahku naik. Seketika benda pusaka ku langsung mengeras, sampai terlihat jelas di dalam celanaku. "Ssshhh aaahhhh...." Tiba-tiba terdengar suara aneh, aku turun dari ranjang dan mencari sumber suara itu. Aku membuka pintu dan ternyata pintu kamar Mama Siska masih terbuka, suara itu semakin terdengar jelas. Sekarang aku tau jika itu suara Mama Siska, dia sedang mendesah membuat kerongkonganku mendadak kering. Aku berjalan secara perlahan, sampai berada di depan kamar Mama Siska. Aku mengintip di balik tembok melihat ke dalam kamarnya dan betapa terkejutnya aku, melihat Mama Siska berbaring tanpa sehelai benangpun. Tangan kirinya membelai lembah terlarang nya, dan tangan kanannya meremas buah dadanya. "Ahhh enak Raka, terus sayang.... !" Nafasku terasa sesak, mungkin aku salah dengar. Jantungku berdebar kencang, rasanya udara semakin panas dan keringat menetes di dahi ku. Di tambah lagi benda pusaka ku malah makin keras, apalagi melihat tubuh Mama Siska yang aduhai. "Masuk Raka, jangan ngintip!" Aku semakin terkejut, rupanya Mama Siska tau jika aku sedang ngintip. Akhirnya aku menampakan diri, aku berdiri sambil menatap Mama Siska yang masih berbaring telentang dengan begitu menggoda. "Kamu gak bisa tidur ya? Ayo sini tidur sama Mama!" Aku harus melawan antara nafsu dan status. Dia mertua ku, tidak mungkin jika aku mengkhianati istriku sendiri. Tapi nafsu mengalahkan segalanya, aku tidak peduli yang jelas malam ini harus di lampiaskan. Aku sudah tidak kuat menahannya, dalam beberapa hari ini. Sedangkan di depan mataku, terdapat kenikmatan surgawi yang sudah menantang ku. Aku tidak akan menyia-nyiakannya, aku butuh pelampiasan. "Raka...... Raka.... Raka.... !" Suara itu semakin terdengar jelas, hingga aku membuka mataku. "Tokkk.... Tokkkk.... Tokkkk... Raka... Raka... Bangun!" Itu suara Mama Siska, ternyata semuanya hanya mimpi. "I-iya Ma, aku sudah bangun." Jawabku gelagapan. "Mama tunggu di meja makan ya?" "Iya Ma," Aku segera berlari ke kamar mandi. Gara-gara memikirkan Mama Siska, membuatku bangun kesiangan.Arjun’s PoVShe looked lovely in the lehenga I custom made for her. I couldn't hold myself back from touching her but did it anyway as the hall was full of people. As soon as we got in the car, I intertwined my fingers with hers and started driving towards Coonoor. Her nearness and her beauty was driving me nuts every passing second. She was talking non-stop about Danya and Akshitha and how they were going to be best friends. Of Course yes, Danya and Akshitha are just as talkative as Anika and they make the place lively wherever they are. Rishi and Yadav are cool guys too and since I am an introvert so far, I have had a borderline relationship with everybody and now I guess I have to be friends with them!It was about a two and half hour drive and we stopped twice on the road as she felt nauseous on the winding road. As soon as we reached, the helpers there broug
Anika’s PoVIt is my birthday tomorrow! I am waiting for my hubby to wish me happy birthday but it looks like all he is caring about now is to pack for our honeymoon tomorrow. I wonder whether he knows it is my birthday tomorrow or not. We are going to Coonoor tomorrow as I am in the first trimester of pregnancy and air travel is not advisable right now. Arjun talked to his relative Yadav Rishid who owns a resort in Coonoor for blocking a room for us. I remember Yadav Rishid and his wife Akshitha, they came to our home the next day of our wedding to congratulate us. He is now busy talking to his another relative Rishi to whom he has ordered a special outfit for me. He was the one that helped Arjun to choose all the clothes Arjun got for me.“Arjun…” I called him sitting on the bed.
Anika’s PoVThe house was in pindrop silence and no one was ready yet to take it in. I heard the sniffs of Dhanam Perima but she didn't dare to look Anand in the face. My dad gestured to my mom to go and talk to Dhanam perima. I think they need more time to sink in the information and understand their feelings over it. I am truly glad that Sivaprakasam Perippa stayed quiet instead of talking thick words that would hurt Anand out of overwhelming feelings. His silence is a good sign, he is thinking about it and I agree that this society has made up some rules that are ridiculous and he needs a huge courage to accept the truth against the society.As we parked the car, Anand got down from the other car that came towards us. He was waiting for our arrival. When we went in along with Anand, my mom, dad, Aunt, Priya and Rajesh were already in the house, talking to Peri
Anika’s PoVAll my anger flew away when I saw her in the hospital bed with the hospital patient uniform. She has lost so much weight and also lost her charm and beauty. Her eyes had dark circles around it. She was leaning back on the bed and was looking at the ceiling when I opened the door. It’s good that Arjun did not accompany me to see her, he cannot digest this sight. As she heard the door, she just moved her eyes to the door and her facial expression changed from nude to anger in just a matter of seconds.“Why are you here?” She asked me as soon as I entered the room.“I am here to see you. Isn’t it obvious?” I asked her back.“I hate to even see you. You made Arjun see me differently. How di
Anika’s PoVAfter a week,I was in constant touch with Sharanya to know the condition of Preethi. She was still in the hospital until yesterday and nobody tried to talk to her because the doctor adviced against bringing up the reason for her attempted suicide while she was still healing. Preethi chose not to talk to anybody also. Sharanya said that Praveen and his parents are still mad at Arjun but they dare talk about him in front of Preethi. She also said that it was very unlikely for Preethi to not ask about Arjun for a complete week.“They will come around when they know the truth. We are happy to wait and we are really happy that Preethi has recovered completely and is doing well.” I told Sharanya when I spoke to her two days back.
Anika’s PoV“Thank you, dad. I never knew you would be the invisible help I would get.” Arjun told his dad. Arjun and I went to uncle’s room to thank him for his timely help.“You are a grown man, Arjun. But you will always be my son no matter how big you get. I only wish for your happiness. I have enough trust in you to lead your life without my intervention but I also have that wisdom to see through you and read your heart. You are my son, dear boy and I can see what you were going through. I initially thought it was Anika’s fault but soon realized that she was in love with you. That is when I extended my support to her. I pointed out her mistakes and made her think out of the situation. I know you would come around as I saw your love towards Anika. I am happy you sorted things on a good note. So what are you going to do abou
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Comments