Share

Chapter 3 - Napas Buatan di Dasar Laut

 Rumi mengernyit sambil membuka kelopak matanya. Rasa pening yang teramat sangat menyelimuti kepala Rumi.

 “Dimana ini?” tanya Rumi saat melihat langit yang seharusnya diisi oleh awan malah terlihat seperti pantulan cahaya lautan. Di sekitar gelombang diisi oleh berbagai jenis ikan. Dari yang berukuran kecil seperti ikan transparan, hingga yang lebar seperti ikan paus biru.

 “Aku bisa bernapas?!” Rumi terperanjat. Dirinya sama sekali tidak menyangka kalau di dasar lautan ada oksigen yang teramat sangat banyak. Membuatnya tidak kesulitan bernapas sama sekali. Hanya saja, mengapa bisa begini? Batin Rumi bertanya-tanya.

 Rumi mengambil segenggam pasir yang ada di sampingnya dengan tangan kirinya. Butiran-butiran pasir itu pun berjatuhan di antara sela-sela jemari tangan Rumi. Tekstur pasir di sekitarnya teramat sangat halus. Jauh lebih halus ketimbang pasir pantai biasanya.

 “Tempat apa ini sebenarnya?” tanya Rumi sambil mengedarkan pandangannya ke sekitar. Terdapat banyak karang dengan berbagai bentuk dan warna. Hanya saja tidak ada ikan di sekitarnya, melainkan beberapa kepiting dan siput laut yang menempel di sana.

 Rumi terdiam. Seingatnya beberapa saat lalu dirinya nekat berenang ke laut tanpa banyak berpikir. Dirinya hanya ingin menyelamatkan seorang perempuan beramput merah muda yang terlihat tenggelam.

 Rumi sadar kalau dirinya adalah seorang pengguna element api, tapi dirinya tidak bisa membiarkan orang lain begitu saja. Rumi harus menolongnya. Dia juga sadar kalau kesadarannya hilang setelah mendapatkan hantaman entah dari mana.

 Rumi menghela napas. Niatnya ingin menolong, tapi kenyataannya dirinya malah terdampar di tempat asing. Entah bagaimana caranya agar Rumi bisa kembali ke tempatnya semula.

 “Apa dia juga ada di sekitar sini? Semoga saja dia baik-baik saja,” ujar Rumi sambil beranjak dari duduknya.

 Bila Rumi terdampar, bukan tidak mungkin kalau perempuan berambut merah muda itu juga tidak berada jauh dari tempat Rumi berada? Rumi harus segera mencarinya sebelum ada hal buruk terjadi.

 Rumi berjalan ke arah kiri menuju jalan kecil berjarak satu meter di antara dua karang. Dirinya sadar kalau tempat yang tidak dikenal ini pastilah menyimpan berbagai rahasia yang tidak pernah diketahuinya.

 “Tempat apa ini?” tanya Rumi setengah terhenyak melihat manusia setengah ikan yang berlalu lalang di hadapannya. Makhluk yang memiliki kepala ikan, tapi memiliki dua tangan dan dua kaki seperti manusia, mereka juga tetap memiliki ekor ikan. Bukan hanya itu, terlihat banyak bangunan dengan bentuk bagaikan tumpukan kerang raksasa yang memiliki pintu dan jendela.

 Rumi mundur beberapa langkah dan bersembunyi di balik karang. Dia memang sempat mendengar legenda tentang pulau manusia ikan yang ada di lautan dalam. Sebuah legenda yang berasal dari wilayah Kerajaan Neptunus.

 Lantas mengapa pulau itu ada di sini? Seingat Rumi, dirinya berada di wilayah Kerajaan Pluto. Apakah dirinya terseret arus lautan hingga melewati portal yang terhubung dengan wilayah Kerajaan Neptunus? Batin Rumi bertanya-tanya.

 Rumi menggelengkan kepalanya. Saat ini bukan saatnya memikirkan hal itu. Dirinya harus segera menemukan perempuan berambut merah muda sebelum ada hal tidak diinginkan yang terjadi.

 Rumi mundur beberapa langkah dan mulai berjalan di belakang deretan karang. Dirinya enggan untuk masuk ke kawasan manusia ikan. Entah apa yang akan terjadi bila Rumi melakukannya, dirinya tidak mau menjadi pusat perhatian para manusia ikan.

 Setelah beberapa saat berjalan, Rumi pun menemukan orang yang sedari tadi dicarinya. Perempuan berambut merah muda. Luna.

 Perempuan itu terbaring di pasir dengan badan dan kaki yang dililit oleh rumput laut. Rambutnya tergerai berantakan, tapi wajahnya tetap terlihat menawan.

 “Apa yang terjadi?” tanya Rumi sambil bergegas menuju perempuan berambut merah muda dan melepaskan rumput laut yang melilitnya.

 Saat melepaskan rumput laut yang ada di kaki sang perempuan, Rumi melihat kakinya yang berwarna ungu lebam seolah ada yang melilitnya dengan kuat. Jauh lebih kuat ketimbang lilitan rumput laut.

 Rumi mengerutkan keningnya dengan sejuta pertanyaan yang kini menggelayut di pikirannya. Ada apa sebenarnya dengan perempuan ini? Siapa yang menyerangnya? Apakah laki-laki itu?

 Helaan napas terdengar, apa pun yang terjadi, untuk saat ini Rumi harus menyelamatkan sang perempuan berambut merah muda terlebih dahulu.

 “Denyut nadinya semakin lemah,” ujar Rumi saat menekan ibu jemarinya di pergelangan tangan si perempuan.

 “Hey, apa kamu baik-baik saja? Apa ada yang terluka? Sakit?” tanya Rumi sambil menggoyangkan tubuh sang perempuan dengan perlahan.

 Tidak ada jawaban. Tidak ada respon.

 “Hey, jawablah,” ujar Rumi dengan perasaan yang was-was. Dirinya khawatir kalau perempuan berambut merah muda ini mengalami cedera dalam hingga menyebabkan kesadarannya semakin menghilang.

 Rumi mendekatkan pipinya ke wajah sang perempuan. Berharap ada sedikitnya hembusan napas yang bisa dirasakannya, tapi tidak sama sekali.

 Gawat, apakah perempuan ini bisa bertahan? Berada di tempat asing tidaklah mudah. Bagaimana caranya agar dia sadar? Apakah harus diberikan napas buatan? Batin Rumi bergemuruh.

 Napas buatan?

 Seketika saja Rumi terdiam. Dirinya adalah seorang pangeran dari Kerajaan Matahari yang sedang kabur bersama Leonardo di wilayah Kerajaan Pluto.

 Bagaimana mungkin seorang pangeran memberikan ciumannya pada sembarangan orang? Terlebih pada orang asing seperti perempuan berambut merah muda ini. Tidak mungkin.

 “Aku tidak bisa.” Rumi menggelengkan kepalanya, “tapi, dia cantik juga sih,” lirih Rumi kemudian. Dirinya bimbang apakah harus memberikan napas buatan ataukah tidak.

 “Aku harus bagaimana?” tanya Rumi sambil menggaruk kepalanya dengan cepat.

 Semoga saja perempuan ini bisa segera sadar. Namun, apa mungkin? Bisa jadi sekarang adalah kondisi paling kritis. Bila dibiarkan saja, bisa membuat otaknya cedera.

 Rumi tidak punya banyak waktu. Ketika menghadapi seseorang yang jantungnya berhenti mendadak, dirinya hanya punya waktu tiga menit saja. Kalau tidak, akan menimbuklan kerusakan otak yang cukup parah.

 Rumi terdiam. Dia tidak tega bila perempuan yang kini ada di hadapannya akan menghabiskan sisa hidupnya dengan kerusakan otak parah karena terlambat mendapat pertolongan, atau bahkan mati di hadapannya saat ini juga.

 Apakah Rumi harus meminta bantuan para manusia ikan? Mungkinkah mereka akan membantu? Rumi meragukannya.

 Helaan napas terdengar. Rumi tidak punya pilihan lain. Dia pun menaruh tangannya di dada atas Luna kemudian menekannya berkali-kali. Setelah itu Rumi meletakkan tangan kirinya di dahi Luna. Ujung jari tangan kiri Rumi mengangkat dagunya agar kepalanya menengadah.

 “Hmm.” Rumi berdehem. Sedikit ragu melanjutkan apa yang harus dia kerjakan. Jantungnya berdetak cukup keras mengingat dirinya sama sekali tidak pernah menyentuh seorang perempuan pun selama ini.

 Mau bagaimana menyentuh perempuan kalau Rumi lebih sering terlihat bermain dengan Leonardo. Pangeran dari Kerajaan Saturnus. Orang yang juga mengajaknya untuk kabur dari istana dan pergi ke Kerajaan Pluto untuk bemain arum jeram di sungai.

 Rumi menarik napasnya dalam. Rumi membuka mulut sang perempuan. Dirinya kemudian menakan menutup hidung sang perempuan dengan ibu jari dan telunjuknya. Tidak berselang lama kemudian Rumi memberikan bantuan napasnya.

 Sebuah bantuan napas yang juga berarti ciuman pertamanya. Sebuah ciuman yang diberikan pada perempuan asing yang sama sekali tidak dikenalnya.

 “Sekali lagi,” lirih Rumi dengan napas kembang kempis. Entah apa yang akan dikatakan oleh Leonardo kalau dia mengetahui apa yang dilakukannya. Bisa jadi Leonardo akan terus menertawankan dan menggodanya selama beberapa hari.

 Rumi menatap wajah perempuan berambut merah muda. “Setidaknya kamu selamat,” lirih Rumi yang kemudian memberikan napas buatannya lagi agar jalan pernapasannya terbuka.

 Para ikan berenang dengan bebasnya beberapa meter di atas kepala Rumi. Gelembung air terlihat keluar dari beberapa terumbu karang berwarna putih. Seolah menjadi saksi.

 “Uhuk.” Perempuan berambut merah muda terbatuk. Menandakan kesadarannya sudah mulai kembali.

 Rumi tersenyum. Bersyukur karena apa yang dilakukannya bisa menolong sang perempuan bernama Luna.

 “Pergi dariku! Jangan ganggu aku!” seru Luna dengan ekspresi kagetnya yang terdengar lemah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status