Share

Chapter 4 - Putri Duyung Cantik

 “Siapa kamu? Jangan macam-macam denganku!” seru Luna si perempuan berambut merah muda. Dia menatap Rumi dengan tatapan penuh ketakutan dan kekhawatiran.

 “Aku Rumi, aku hanya ingin menolongmu. Kamu sedang terluka, jadi jangan terlalu banyak bergerak,” ujar Rumi berusaha untuk menenangkan Luna.

 Luna terdiam menggigit bibir bawahnya yang mungil. Dirinya menatap Rumi dengan tatapan mengidentifikasi. Selama ini dirinya belum pernah bertemu dengan laki-laki berambut merah dengan dua bola mata hijau setampan Rumi di kota Charon atau pun wilayah Kerajaan Pluto lainnya.

 Apakah dia orang baik? Apakah dia benar-benar ingin menolongku? Batin Luna bertanya-tanya.

 “Aku liat kau tenggelam, jadi aku hanya ingin menolongmu. Aku tidak menyangka kalau kita pada akhirnya terdampar di sini,” ujar Rumi sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal dengan jemari telunjuk kanannya.

 Luna terdiam mendengar perkataan Rumi. Dia kemudian melihat ke sekeliling dan menyadari kalau mereka kini memang benar-benar terdampar entah di mana.

 Terdampar di dasar lautan? Suatu hal yang tidak pernah Luna bayangkan sama sekali. Bahkan terdampar bersama seorang laki-laki tampan dan menawan seperti Rumi.

 “Aku Luna,” lirih Luna sambil menjulurkan tangannya. Segera saja Rumi menyambutnya dan tersenyum lebar. Rumi teramat senang bisa berkenalan dengan Luna meski dengan kondisi yang seperti ini.

 “Senang berkenalan denganmu,” ujar Rumi. Luna hanya mengangguk.

 Gemuruh air dan suara paus membuat Rumi dan Luna mengalihkan pandangannya ke sekitar. Seekor paus raksasa berkepala kotak melintas tepat beberapa meter di atas kepala mereka. Diikuti oleh penyu belimbing raksana dan ikan lainnya.

 “Kita di mana? Apa ini benar-benar di dasar lautan?” tanya Luna tidak percaya.

 “Entah, tapi yang jelas di belakang kita ada tempat manusia ikan hidup,” jawab Rumi sambil mengangkat bahunya.

 “Manusia ikan?” tanya Luna setengah tidak percaya. Rumi mengangguk.

 “Bagaimana mungkin? Apa kamu tidak salah, Rumi?” tanya Luna tidak percaya.

 “Kita berada di sini saja sudah termasuk hal yang tidak biasa,” balas Rumi. Seketika saja Luna terdiam. Apa yang dikatakan oleh Rumi memang benar. Selama Luna hidup di wilayah Kerajaan Pluto, dirinya tidak pernah sekalipun mendengar mitos atau pun legenda tentang pulau manusia ikan yang ada di dasar lautan kota Charon.

 SRAK

 Rumi melemparkan segenggam pasir ke karang berwarna biru keunguan yang ada di belakangnya.

 “Siapa di sana?” tanya Rumi yang membuat Luna kaget. Pendengaran Rumi jauh lebih tajam ketimbang manusia yang lainnya.

 Tidak berapa lama kemudian muncul seekor putri duyung berambut keunguan yang keluar dari balik karang dengan sedikit takut. Di pinggangnya terdapat gelembung air yang membuatnya bisa melayang dan berenang di udara.

 Kulitnya yang seputih salju dan bola mata hitam bulat berkilau membuatnya terlihat sangat cantik. Sebuah kecantikan yang dapat membuat siapa pun yang melihatnya terpana. Termasuk Rumi dan Luna.

 “Apa kalian manusia?” tanyanya sambil memiringkan kepalanya. Penasaran.

 “Aku Rumi, dan dia Luna. Kami terdampar di sini. Apa kau bisa memberitahu kami tempat apa ini?” tanya Rumi penasaran. Luna mengangguk.

 “Haii, aku Keiko. Ini kali pertamaku melihat manusia. Apa kalian orang jahat?” tanya Keiko dengan polosnya. Manik matanya berbinar memperlihatkan rasa penasarannya pada Rumi dan Luna.

 “Bu-bukan, kami bukan orang jahat. Aku juga baru pertama kalinya melihat seorang duyung,” ujar Luna.

 Rumi hanya mengangguk. Dirinya sebenarnya sudah pernah melihat seorang duyung saat berlatih berenang di Kerajaan Neptunus. Namun, Rumi merasa tidak perlu untuk mengatakannya. Terlebih karena pelatihan itu bersifat ekslusif.

 “Aku senang bisa bertemu dengan kalian, tapi kalian harus segera pergi dari sini. Sebentar lagi tekanan air akan semakin meninggi. Terlebih karena polar night akan datang. Kalian para manusia belum tentu bisa mengatasinya,” ujar Keiko.

 “Kau benar. Sebentar lagi akan ada polar night.” Angguk Luna.

 “Memangnya polar night itu apa?” tanya Rumi penasaran. Dia memang belum benar-benar mengerti tentang polar night yang berkali-kali disebut ketika dirinya sampai di kota Charon.

 “Hah?!” Keiko dan Luna terlihat kaget melihat Rumi.

 “Sudah kuduga, Rumi pasti bukan berasal dari wilayah Kerajaan Pluto,” ucap Luna. Seketika saja Rumi hanya bisa terkekeh sambil mengangguk.

 “Polar night itu adalah masa di mana matahari berada pada titik lebih dari 12 derajat di bawah cakrawala. Akibatnya siang hari akan gelap seperti malam,” terang Luna.

 “Bukan hanya itu, lapisan air paling atas akan membeku dan tempat ini akan menjadi sangat gelap dan dingin sekali. Kalian bisa mati kalau terjebak di sini,” tambah Keiko.

 “Keiko, apa kamu benar-benar hidup di sini? Aku sama sekali tidak pernah mendengar kalau ada kehidupan putri duyung dan manusia ikan di dasar laut,” ujar Luna penasaran.

 “Aku tidak selamanya tinggal di sini. Para duyung dan manusia ikan akan pergi ke wilayah Kerajaan Neptunus bila polar night datang. Kami di sini hanya sebatas berlibur dan bekerja menjaga kelestarian para ikan yang tinggal di sini,” terang Keiko.

 “Jadi begitu.” Luna mengangguk.

 “Seberapa dalam tempat ini?” tanya Rumi penasaran. Bila kabar tentang kehidupan para duyung tidak tersiar, tandanya tempat ini tidak terjangkau oleh manusia.

 “Perlu kalian tahu, tempat ini berada di kedalaman 50.000 kilometer di dasar laut. Manusia biasa tidak akan bisa sampai ke sini. Mereka akan kehabisan napas dan hancur oleh tekanan air ketik sampai di kedalaman 10.000 kilometer,” terang Keiko yang membuat Rumi dan Luna terperangah tidak percaya.

 “Mustahil,” ucap Luna tidak percaya.

 “Kalau kalian berhasil sampai di sini, aku rasa itu karena kalian terbawa arus samudra. Kalian bisa kembali lewat sana,” ujar Keiko sambil menunjuk sebuah arus lautan yang berputar cukup panjang.

 “Sepertinya kau benar, arus samudra membawa air hangat dengan jarak yang teramat sangat jauh. Mempunyai tekanan yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya,” ujar Rumi. Dirinya memang memiliki pengetahuan yang sangat banyak. Selain karena didikannya selama ini, Rumi juga sering membaca buku yang ada di istana.

 “Terimakasih, Keiko. Tanpamu, mungkin kami tidak akan pernah tahu jalan pulang,” ujar Luna sambil tersenyum.

 “Akan aku antar kalian ke sana,” ucap Keiko ramah. Rumi pun bangkit dari duduknya.

 “Ack.” Luna meringis karena kakinya yang lebam.

 “Oh tidak, kakimu terluka?!” Keiko yang khawatir langsung mengusap kaki Luna dengan tangan kanannya yang terlihat bersinar. Tidak berapa lama kemudian luka Luna pun sembuh.

 “Terimakasih, Keiko,” ucap Luna senang setelah beberapa saat takjub. Rumi juga tersenyum lega.

 “Kemarilah, akan aku antar sampai ke karang,” ujar Keiko yang kemudian berenang ke arah arus samudra. Rumi dan Luna pun berjalan mengikuti Keiko.

 Setelah sampai di sebuah karang besar berwarna keabuan, Rumi dan Luna pun naik ke atasnya sesuai arahan Keiko.

 “Ah, iya. Kalian membutuhkan gelembung udara,” ujar Keiko sambil menjentikkan jemari tangannya. Dua gelembung yang ukurannya lebih besar dari bola basket pun muncul di kepala Rumi dan Luna.

 “Nah, sekarang kalian sudah siap untuk pergi. Jangan sampai keluar dari arus samudra, ya, nanti kalian bisa mati,” ucap Keiko sambil menggelitiki kerang yang sedang diinjak Rumi dan Luna.

 Hanya dalam hitungan detik, kerang terbuka. Melemparkan Rumi dan Luna ke arah arus samudra.

 “Selamat tinggal, semoga kalian selamat!” seru Keiko sambil melambaikan tangannya.

 “Terimakasih banyak, Keiko!” teriak Rumi dan Luna berbarengan. Mereka berdua saling berpegangan tangan memasuki arus samudra. Sebuah arus yang memiliki aliran air yang cukup cepat dan berbeda dari air yang ada di sekitarnya.

 “Apa kita bisa bertemu dengan Keiko lagi?” tanya Luna penasaran.

 “Semoga saja,” jawab Rumi singkat. Dirinya sebenarnya ingin jauh lebih lama bersama Keiko dan melihat seperti apa pulau manusia ikan, tapi mereka tidak punya banyak waktu lagi sebelum polar night datang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status