Keadaan begitu sunyi dan senyap. Cahaya mentari, menembus masuk melalui ventilasi kecil. Liana mulai membuka mata, perlahan ia memperhatikan sekitar. Beberapa kali mengeluh karena rasa pusing itu terus mucul.
“Dimana aku? Semua terasa begitu asing,” tanya Liana memperhatikaan sekitar. Ruangan ini cukup besar. Ada tempat tidur dan kamar mandi. Hanya saja, mengapa ruangan ini tidak memiliki pintu. Tiba-tiba muncul cahaya biru di dinding. Kemudian beberapa orang dengan pakaian serba hitam keluar dari cahaya itu.
“Oh, kamu sudah sadar,” ucap seorang pria.
“Siapa kamu?” tanya Liana perlahan mundur.
“Perkenalkan aku Jack Marco,” jawabnya, kemudian tersenyum.
“Jack, kamu adalah Jack, orang yang dibicarakan kakakku selama ini,” ucap Liana terkejut.
“Kakakmu menepati janjinya, untuk menyerahkanmu. Beris
“Oh, hai Sal, aku tidak papa,” jawab Liana tersenyum kepada Salma.“Kamu pasti cemas, dengan berita yang akhir-akhir ini ramai di televisi ya,” ucap Salma memberikan botol minum kepada Liana.“Iya Sal, semenjak kejadian di Lombok, semakin banyak kejadian di luar akal manusia yang terjadi,” balas Liana menengguk minuman itu.“Betul, tapi kamu sudah bisa menemukan kakakmu. Kemudian, beberapa ilmuan kota yang hilang juga telah ditemukan,” seru Salma kemudian tersenyum.“Iya aku tau, tapi keadaan sekarang semakin menghawatirkan. Apalagi, kita akan melakukan penyambutan di balai kota besok pagi. Pasti, mereka yang memiliki niat yang tidak baik, akan membuat onar disana,” balas Liana mengela napas.“Benar juga Li, aku harap mereka akan tertangkap oleh petugas keamanan sebelum membuat keributan saat acara. Yang terpenting
Semua orang berhamburan untuk berlindung dari gedung-gedung tinggi yang kemungkinan akan runtuh. Gempa ini masih terus terasa. Liana masih memeluk Salma yang gemetar dengan erat. Liana mengaktifkan protokol keamanan yang telah ia rancang 2 minggu sebelumnya.“Akhirnya, alatku bekerja,” ucap Liana menghela napas. Tiba-tiba, terlihat beberapa kawanan nyamuk yang terbang diudara. Tentu itu bukan nyamuk sungguhan, itu adalah prototipe dengan desain nyamuk yang diciptakan Liana. Ukuran prototipe nyamuk adalah 5 inch, sehingga semua orang terkejut.Semua orang melihat kawanan nyamuk itu turun ke lahan yang tanahnya retak akibat gempa. Prototipe itu didesain sebagai suntikan yang berisi cairan khusus. Ya, cairan ini adalah cairan ekstrak yang bisa menghentikan kekacauan akibat alat pemusnah itu. Karena Liana yakin, gempa yang terjadi bukanlah gejala alam biasa, namun efek dari pengaktifan alat pemusnah.***2
Gempa dengan kekuatan sebesar itu tidak biasanya tiba-tiba muncul tanpa penringatan dini dari BMKG. Sesampainya di rumah Salma, Liana berpesan jika sesuatu terjadi, ia harus segera menghubungi Liana.Saat perjalanan pulang, Liana melihat beberapa mobil polisi dan tim penyelamat dikerahkan untuk menyisir lokasi terdampak gempa karena mungkin akan ada korban. Sesampainya di rumah, mama dan papa langsung memeluk Liana dan bertanya bagaimana keadaannya. Liana menjawab dengan tenang, sambil memperhatikan Panji.“Kenapa kak Panji tidak menanyakan keadaanku?” Seperti kata kak Sofi, Panji terlihat santai ketika Liana pulang dengan selamat, tanpa ekspresi apapun. Namun, Liana percaya kakaknya tidak akan menjadi orang jahat.“Beristirahatlah,” pinta mama Liana.“Iya, Ma,” jawab Liana berjalan pergi, sembari memperhatikan Panji.Liana masuk ke dalam kamar
“Pergi dari sini Liana,” teriak seseorang sembari memohon.“Tidak, kakak,” teriak Liana berusaha menyelamatkannya.“Kumohon,” ucapnya, dengan meneteskan air mata.***Pesan ancaman itu terus berdatangan. Liana mengira, pesan itu mungkin di kirim oleh Jack, untuk menakutinya. Namun, semenjak Sofi mengatakan jika Panji, kini sudah menjadi orang yang berbeda. Pikiran Liana menjadi tidak karuan.“Tetap saja, misi ini harus terlaksana.” Liana memakai kacamatanya, kemudian mulai membuat beberapa desain, dan menuliskan bahan-bahan yang ia butuhkan. Entah bagaimana ini akan berhasil, namun setidaknya Liana harus mencoba.4 bulan kemudian …“Liana, ayo makan dulu,” ajak mama mengetuk kamar Liana.“Iya Ma, Liana akan segera turun,” jawab Liana mematikan tabnya.
“Liana,” ucap Aji melihat seseorang mendekati Liana, yang terkapar tak berdaya.Ia berlari kemudian menendang pria itu. Saat ini, terjadi perkelahian yang sengit, antara Aji dan pria penguntit itu. Beberapa saat kemudian, pria itu berhasil ditaklukkan oleh Aji. Kini, ia bersikeras untuk mengintrogasinya, setelah memanggil tim keamanan.“Hei, berengsek, siapa kamu?” tanya Aji marah, sembari menarik kera pria itu.“Aku tidak ada masalah denganmu, kenapa kamu memukuliku?” tanya pria itu kemudian tertawa.“Aish… dasar gila,” ucap Aji dengan mata marahnya.Ketika petugas keamanan datang, pria itu di bawa ke kantor polisi terdekat. Saat ini, Aji tengah menemani Liana mendapatkan pertolongan pertama, akibat kejadian itu. Meskipun Liana tidak terluka, Aji merasa ketakutan saat melihatnya terkapar di lantai, tanpa respon sama sekali s
Liana terus memikirkan banyak hal tanpa henti. Terkadang, semua angan-angan yang ada di pikirannya terasa sangat berat. Namun, Liana tetap saja berpikir untuk mencari lebih banyak opsi untuk penyelesaian setiap masalah, yang ada di kepala kecilnya. Kini, ia duduk termenung dengan menyandarkan kepalanya.“Tuhan, tidakkah sekarang engkau bersamaku.”Ya, Liana selalu percaya bahwa Tuhan selalu menyertainya. Tapi, ia tidak mengerti mengenai takdir Tuhan yang sudah digariskan untuknya.Tit…tit…tit…Alarm jam tangan Liana berbunyi keras, sehingga menyadarkannya dari lamunan. Kemudian, ponselnya berdering. 20 panggilan tidak terjawab.“Liana, tolong aku,” teriak Salma kemudian mematikan panggilan itu.“Kenapa? Ada Apa?” tanya Liana terkejut.Panggilan itu tiba-tiba berakhir. Karen
Liana kemudian berlari sambil mengikuti titik lokasi di jam tangan itu, dan sampai di taman kota. Ia menghela napas, kemudian menyandarkan tubuhnya di kursi taman. Liana menyadari, bahwa tepat di bawah air mancur dibelakangnya, terdapat kebocoran gas yang diakibarkan oleh efek alat pemusna itu.“Air mancur itu, pantas saja baunya sedikit samar.” Ia memilih untuk duduk diam, dan menunggu apakah Tuhan kali ini ada di pihaknya, atau sebaliknya. Namun, semua keputusannya itu berubah ketika Reno menghampirinya.***“Cepat, beri oksigen,” teriak beberapa petugas ambulan. Beberapa korban syok akibat ledakan itu, langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat. Polisi dan pemadam kebakaran, menutup tempat ledakan itu agar masyarakat tidak melewati garis polisi untuk mencegah jatuhnya korban jiwa.Sofi memasuki ruangan cermin dengan raut wajah marah, kemudian menampar Liana.&l
“Tidak, kak Sofi.” Liana mulai berteriak memanggil nama Sofi. Namun, hologram itu menghilang seketika. Perawat langsung memanggil dokter, ketika tidak mendapati Liana ada di ruang inapnya. Ketika sampai di ruang rawat Liana, tidak satupun dari mereka melihat anak itu.“Cepat, temukan Liana,” perintah dokter Bagus.“Baik,” jawab perawat itu, kemudian berlari bersama beberapa rekannya.Dokter menugaskan 4 perawat untuk pergi mencari Liana. Mama dan papa menghubungi Reno, untuk membantu menemukannya. Liana merasa kesakitan karena melepas infus dengan keras. Ia terus berlari menyusuri kolidor rumah sakit dengan darah yang terus menetes.“Aa.. sakit, aku harus, menemukan kak Sofi,” keluh Liana menguatkan diri, dengan napas tak beraturan.Ia yakin, hologram itu nyata, bukan hanya halusinasinya semata. Dengan tubuh lemas, ia berusaha berla