Terjebak Kerjasama Paksa Dengan Gadis Indigo

Terjebak Kerjasama Paksa Dengan Gadis Indigo

By:  Lady Magnifica  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
13Chapters
341views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Pembunuhan misterius seorang wanita bernama Arina Wijanarko terjadi di sebuah area di pinggir Nusantara City. Semua petunjuk yang mengarah pada si pembunuh, menemui jalan buntu. Aidan Hunter, seorang Crime Investigator dari BIN (Badan Investigasi Negara), yang ditugaskan untuk menyelidiki kasus tersebut, mendapat perintah bosnya untuk bekerja sama dengan seorang gadis cenayang bernama Nara Hamarung, dalam menyelesaikan kasus pembunuhan itu. Aidan yang selalu berpikir realistis, tentu saja sangat keberatan bekerja sama dengan seorang paranormal. Tetapi, karena perintah bosnya, dia tidak dapat menolak. Aidan pun selalu bersikap ketus dan meremehkan kemampuan Nara. Bagaimana kelanjutan kerjasama antara seorang detektif dan paranormal ini, ikuti kisah mereka yang emosional ini. Dan peristiwa-peristiwa apa saja yang akan keduanya temui selama penyelidikan?

View More
Terjebak Kerjasama Paksa Dengan Gadis Indigo Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
13 Chapters
Pembunuhan Di Pinggir Nusantara City
Wanita itu berlari kencang dengan napas memburu. Tergambar jelas ketakutan di wajahnya. Ia tidak ingin mati malam ini. Tidak dengan cara yang brutal. Sementara langkah kaki cepat dan berat mengikutinya masuk ke dalam hutan."Aaah!" Kakinya tersandung sesuatu di tanah. Entah ranting pohon yang teronggok atau batu yang menghalangi langkahnya, ia tidak tahu. Sepasang matanya tidak mampu melihat jelas. Cahaya bulan malam itu tidak terlalu membantu.Wanita itu tersungkur. Cepat ia berusaha bangkit dan kembali berlari, tetapi, tanah becek sisa hujan tadi sore membuat kakinya terpeleset dan membuatnya cidera. Ia meringis kesakitan. Air mata telah membanjiri wajahnya. Bukan karena rasa sakit di pergelangan kaki, namun karena begitu dekatnya ia dengan kematian."Aku mohon, jangan bunuh aku," rengeknya putus asa. Ia bergerak mundur, berusaha menjauh semampunya dari kematian yang siap menyongsong.Ia menggeleng, meratap, memohon agar nayawanya diampuni. Ia masih ingin menghirup udara esok hari,
Read more
Perintah Bos Yang Aneh
"Hmmm," gumam Aidan. Ia menggeleng pelan."Hasil penyelidikan tim forensik nanti akan sangat membantu."Aidan menghela napas pelan. Hasil tim forensik akan memakan waktu berhari-hari. Dan ia tidak suka menunggu. Sesuatu yang membuatnya penasaran harus segera ia pecahkan."Mas Aidan, kopi dulu!" seru seorang petugas dari balik garis vektor bertuliskan crime scene do not cross.Aidan melambai pada si petugas dan tersenyum. "Kopi dulu, Pak Musa," ajaknya pada si pria berkumis tipis.Dua minggu kemudian, Aidan belum menemukan titik terang tentang kasus yang telah ditetapkan menjadi kasus pembunuhan itu, meskipun telah mengantongi identitas si wanita. Arina Wijanarko namanya. Lahir dan besar di Nusantara City, yatim piatu dan pernah tinggal di sebuah panti asuhan. Namun, Aidan tidak mendapatkan informasi apapun yang berarti saat mendatangi panti asuhan itu. Kepala panti mengatakan Arina sudah tidak tinggal di sana sejak lima tahun lalu dan tidak ada kabarnya lagi.Sialnya, di tempat kejadi
Read more
Si Cenayang Nara Hamarung
"Kenapa kartu saya buruk semua, Mbak Nara?" Wanita berusia lima puluhan dengan sanggul tinggi dan riasan wajah cukup tebal itu tampak frustrasi. Sudah satu jam lebih ia berkonsultasi tentang kondisi rumah tangganya, namun sepertinya, kartu-kartu yang ia pilih tidak ada satu pun yang membuatnya lega.Nara mengulas senyumnya. "Tidak semua buruk, Bu Siska. Seperti yang saya bilang tadi, ada beberapa kartu yang memiliki dua sudut pandang. Dari sisi positif dan negatif. Itu tergantung perspektif Bu Siska sendiri," terangnya. Wanita itu adalah klien terakhir Nara hari ini. Namun, sepertinya, ia akan menyita waktu gadis itu lebih lama. Ia cukup merasa lelah seharian memforsir kekuatannya membaca nasib para klien."Boleh, ya, saya ambil kartu satu lagi?" Wanita yang dipanggil Siska itu memohon. Meskipun sesi konsultasinya seharusnya sudah selesai."Silahkan, Bu." Nara mengurai tumpukan kartu ke atas meja. Ia prihatin dengan wanita itu. Begitu naif sehingga tidak mengetahui suaminya main di be
Read more
Aidan Yang Ketus
"BIN?" Nara mengerutkan dahi. Ada keperluan apa orang pemerintah menemuinya. Ia berharap bukan sesuatu yang buruk. Namun, dari raut wajah tampannya, Nara bisa membaca ada hal penting yang hendak ia sampaikan padanya. Hal yang sangat sangat penting.Aidan mengambil stopmap berwarna kuning dengan simbol Badan Investigasi Negara (BIN) yang berbentuk burung elang dan tiga bintang di atas kepalanya. "Kamu tahu tentang kasus ini, bukan?" tanyanya seraya menyodorkan stopmap pada Nara.Nara yang masih merasa heran dengan kunjungan anggota BIN itu, membaca tulisan di sampul stopmap. Berkas Arina Wijanarko. Tentu ia sudah mendengar kasus pembunuhan seseorang wanita di hutan pinggir kota yang terjadi sekitar dua bulan lalu."Kami ingin menyewa jasamu, Nara. Boleh saya panggil begitu?" tanya Aidan sembari mengulas senyum tipis. Sungguh ia merasa saat ini dirinya begitu bodoh menuruti perintah dari bosnya yang konyol ini."Menyewa jasa saya untuk membantu investigasi tentang kasus pembunuhan Arina
Read more
Hari Pertama Bekerjasama
"Mas Aidan, ada cewek nyariin."Seto menyembul dari balik pintu ruangan Aidan. "Tapi, ceweknya aneh," lanjutnya."Suruh masuk, Set," perintah Aidan pada bawahannya, pemuda berumur dua puluh dua tahun yang baru lulus dari sekolah intelijen negara."Mas Aidan kenal?" tanya Seto. Pemuda berambut cepak itu masih melongokkan kepalanya."Kenal. Sudah, suruh dia masuk." Aidan masih berkutat di depan layar komputernya tanpa menoleh ke arah Seto.Seto meringis. "Siap, Komandan!" seru pemuda itu sambil berlalu."Silahkan masuk, Mbak."Aidan mendengar suara Seto mempersilahkan seseorang untuk masuk ke ruangannya. Dia memandang ke arah pintu. Tidak lama kemudian, seorang gadis berpakaian hitam, rambut hitam panjang dengan poni lurus menghiasi kening, muncul."Hello, Nara. Silahkan duduk.""Apa saya terlambat, Mas?" tanya Nara sambil menarik kursi di depan meja Aidan lalu mendudukinya."Tidak." Aidan menutup komputernya dan mengumpulkan sebungkus rokok, ponsel dan sebuah buku catatan kecil lalu ia
Read more
Menolak Mengakui
"Ini jalan satu-satunya ke tempat kejadian perkara. Kalau kita putar balik artinya kita nggak jadi ke sana," ujar Aidan geram."Iya, tapi ....""Nara, kamu sudah paham aturanku, kan?" Aidan menatap tajam pada Nara, membuat gadis itu menunduk lesu. Kemudian dia mengemudikan kembali mobilnya ke jalan raya. Hingga beberapa kilometer di depan, dia terpaksa menghentikan mobil karena ada dua mobil polisi yang melintang di tengah jalan. Terlihat dari kejauhan asap mengepul di udara."Tunggu, aku periksa dulu." Aidan melirik Nara. Wajah gadis itu tampak tegang menatap kepulan asap di udara. Namun, dia tidak peduli dengan reaksi Nara. Aidan keluar dari mobilnya dan menemui beberapa orang polisi yang sedang meminta mobil-mobil yang mulai berdatangan untuk berputar arah."Pak, ada apa, ya?" tanya Aidan pada salah seorang petugas polisi."Kecelakaan, Mas. Mohon putar balik, ya?" pinta pria berkumis tebal dengan ramah.Aidan mengeluarkan kartu pengenal dari balik mantel. Si petugas segera memberi
Read more
Berburu Petunjuk
Aidan menepikan mobil di depan sebuah toko senjata dengan desain bagian depan yang terlihat unik. Kaca dan pintu dikelilingi frame ukiran suku kuno yang langka. Pasalnya, banyak bangunan di Nusantara City yang berkonsep futuristik."Cari apa, Mas?" Pria botak bermata sipit yang mengenakan singlet putih bertanya pada Aidan dari balik meja kasir. Kacamata yang dikenakannya terlihat melorot dari hidung kecilnya. Sehingga, rasanya kacamata itu tidak ada fungsinya sama sekali membantu penglihatannya.Aidan merogoh mantel untuk mengambil ponsel. Kemudian menunjukkan sebuah foto pada si pria botak. Sementara Nara masih berkeliling ruangan toko melihat-lihat senjata-senjata tajam yang semuanya terlihat antik. Desainnya kuno. Beberapa di antaranya bahkan sepertinya tidak diproduksi lagi."Belati tiga mata pisau. Hmmm ...." Si pria mengelus dagu. "Ini barang langka desain abad pertengahan. Aku cuma punya dua, tapi sudah laku semua. Tidak ada yang memproduksi lagi karena kurang diminati," terang
Read more
Terus Berburu
Rumah bercat putih itu sepertinya dibangun tahun tujuh puluhan, terlihat dari design vintage klasiknya yang kental. Dua kursi dengan sandaran melebar bagian atas yang ada di teras semakin memperkuat dugaan Aidan.Aidan menepikan mobil di depan gerbang. Saat dia dan Nara turun, lalu memeriksa gerbang apakah terkunci atau tidak, mereka disambut gonggongan anjing yang terikat di batang sebuah pohon mangga berdaun lebat. Anjing jenis pitbull terus menggonggong ke arah mereka sehingga sang pemilik rumah---seorang pria berusia lima puluhan berjenggot tipis yang telah memutih---keluar dari pintu depan."Siapa?" tanyanya setengah berteriak mengimbangi suara anjingnya."BIN!" seru Aidan seraya menunjukkan ID Card miliknya pada pria itu. "Boleh kami masuk?""Diam, Roger, diam!" bentaknya membuat makhluk bergigi runcing itu mengakhiri gonggongannya dengan geraman. Pria berperut buncit itu melangkah membelah halaman rumah dan membuka pintu gerbang, mempersilahkan Aidan dan Nara masuk."Ada yang
Read more
Firasat Nara
Hasil dari investigasi di stasiun adalah, memang benar, Pranata Yuwana melakukan perjalanan ke Trowulan pada tanggal 23 Januari dengan menggunakan kereta Puma Express. Hal itu tentu saja membuat pria itu gugur sebagai calon tersangka.Tentu saja Aidan kecewa. Wajahnya bertambah muram. Nara tidak berani berpendapat karena takut akan menambah suasana hati pria itu menjadi semakin buruk. Bisa-bisa dirinya menjadi sasaran kekesalan Aidan."Lapar, nggak?" tanya Aidan membuat Nara terkesiap. Pria itu menepikan mobil di depan sebuah restauran."Lumayan," jawab Nara. Sementara Aidan keluar begitu saja dari dalam mobil tanpa mengajaknya. Gadis itu pun menyusul keluar, masuk ke dalam restauran yang tampak sepi. Hanya ada beberapa meja yang terisi pengunjung.Aidan memilih tempat di dekat jendela kaca menghadap ke jalan raya. Seorang pelayan datang menghampiri untuk menuliskan pesanan."Sama kaya yang Mas pesan aja," ucap Nara saat Aidan memintanya memesan makanan. Si pelayan mengambil buku menu
Read more
Pondok Di Dalam Hutan
Tiga puluh menit perjalanan, mobil Aidan sampai di dekat sungai. Keduanya harus menyeberangi bebatuan yang untungnya cukup besar untuk kaki mereka berpijak. Air sungai pun sedang tidak terlalu deras. Keduanya menginjakkan kaki di padang rumput luas dan harus membelahnya agar sampai ke bibir hutan."Yakin mau masuk ke sana?" tanya Aidan seraya mengedarkan pandangnya ke sekeliling. Hening. Hanya terdengar kicauan burung-burung liar dan suara air mengalir dari kejauhan."Iya, Mas." Tanpa pikir panjang, Nara masuk ke dalam hutan melalui jalanan setapak yang kanan kirinya ditumbuhi semak-semak. Cahaya matahari terhalang rimbunnya dedaunan dari pohon-pohon besar tinggi menjulang. Hanya sebagian kecil saja yang berhasil menerobos sela-sela dedaunan.Aidan berjalan di belakang Nara, memperhatikan gerak-gerik gadis itu yang membuatnya mendesis pelan dan menggeleng. Sesekali sepasang matanya mengawasi sekitar."Hei, kamu tahu tempat yang akan kamu tuju?" Aidan mulai meragukan perjalanan mereka
Read more
DMCA.com Protection Status