Liana merasa sangat bingung, dengan isi surat itu, sampai-sampai tidak tahu jika mama dan papa sudah pulang. Ia menceritakan kejadian yang ia alami hari ini, dan mencoba menenangkan kedua orang tuanya.
Mereka bersyukur Aji datang tepat waktu untuk melindungi putri semata wayangnya. Mama mencoba untuk menghibur Liana agar suasana hatinya membaik.
“Aduh, anak Mama kelihatannya senang sekali,” ucap mama tersenyum.
“Apa aku terlihat senang? Enggak kok, Ma,” tanya Liana, berusaha menyembunyikan wajahnya.
“Untung saja, menantu Mama dateng tepat waktu ya, Pa,” ucap mama menggoda Liana kemudian tersenyum.
“Menantu siapa? Ah Mama. Liana ingin bersiap-siap Ma, besok Liana ada study tour ke Lombok. Boleh ikut kan Ma,” pinta Liana memohon.
“Boleh, asal Liana bisa jaga diri dan jangan telat makan,” pesan ma
“Kini hidupku sungguh hampa,” ucap Liana melamun.“Lalu apa yang kamu mau?”“Aku ingin menemui ‘Tuhan’ dan bertanya padanya,” seru Liana, sesekali tertawa kecil.“Bertanya? Untuk apa?”“Untuk tau, akhir apa yang ‘Tuhan’ rencanakan,” balas Liana, dengan tatapan kosong.***Pesan suara yang diterima Liana membuatnya sedikit kebingungan. Namun, ia berusaha untuk mengendalikan dirinya, dengan menganggap semuanya baik-baik saja, karena Tuhan selalu bersamanya.Hari pertama mereka study tour, akan menjelajahi hutan sesaot dan pusuk. Setiap kelompok membawa 1 buah tenda dome dan peralatan lainnya. Seperti biasa, Liana berkelompok dengan Salma dan Ratih.“Asik, kita satu kelompok. Ingat, jangan sampai tersesat,” ucap Salma. 
“Terlihat bagus, saat kamu pakai,” ucap Aji dengan pipi merah merona.“Ah, begitu. Terima kasih,” balasku tersenyum.“Sama-sama. Eh, kamu pasti belum makan siang, ayo mengantri makan siang bersama. Yah, sebelum kehabisan,” ajak Aji menggenggam tanganku.“Nah, aku memang sangat lapar. Ayo,” ucap Liana bersemangat.Sesampainya di dapur. Liana melihat Salma dan Ratih yang sedang asik makan tanpa mengajaknya.“Hei, apa kalian meninggalkanku?” tanya Liana kesal.“Tidak Li, kamu terlalu lama berada di hutan, dan perutku ini sudah meraung dari tadi, hehe,” elak Ratih melahap makanannya.“Dia menelan buah hutan karena kelaparan,” gurau Salma tertawa.“Hm, ya sudah tunggu aku, aku akan mengambil makan,” seru Liana kesal.
Malam ini keadaan di rumah Liana terasa berbeda. Entah kenapa tiba-tiba, mama Liana merasa ketakutan. Ia teringat kejadian yang menimpa anak sulungnya, dan gelisa memikirkan Liana“Perasaan apa ini?” tanya mama memandang ke luar jendela.“Kenapa Ma?” tanya papa menghampiri mama.“Perasaan ini, mama pernah merasakannya,” jawab mama memeluk papa.Sontak papa juga merasa ada hal ganjil, namun papa tetap mencoba menenangkan mama. Papa kemudian menelfon Reno malam ini, agar esok bisa datang ke rumah.***Di area perkemahan, Salma dan Ratih terbangun dari tidur, mereka ingin menemui Liana untuk tidur bersamanya. Saat mereka pergi dan membuka tenda Liana, tak ada tanda-tanda Liana di sana. Awalnya mereka berfikir mungkin Liana hanya pergi ke kamar mandi.“Liana kemana ya?” tanya Ratih sibuk menggaruk tangannya.
“Suara siapa itu?” tanya Liana menoleh ke kanan dan kiri. Ia merasa bingung, tak ada seorang pun yang ada di tempatnya berdiri. Namun, suara itu jelas ia dengar, dengan kedua telinganya.***Keesokan harinya, Panji siuman dan menceritakan segalanya kepada mama, papa, dan Liana. Namun, Aji tak kunjung sadar. Liana selalu ada di samping Aji, setiap waktu dengan begitu banyak harapan.“Kumohon, sadarlah Aji,” ucap Liana memegang tangan Aji.Takdir telah mempertemukan mereka tanpa sengaja, apakah takdir juga yang akan memisahkannya, pikir Liana. Ia selalu membersihkan wajah, tangan, dan kaki Aji setiap hari.Sudah 3 hari ini Aji tidak sadarkan diri. Hari ini Liana akan membacakan suatu kisah kepada Aji. Kisah 2 orang kekasih yang berebut mati untuk mempertahankan satu sama lain agar tetap hidup. Saat Liana bercerita, jari-jemari Aji bergerak.“Aji
Api menyembur dari dalam retakan yang diakibatkan oleh gempa. Dengan cepat aku memeluk Salma kemudian jatuh tersungkur di rerumputan. Semua orang yang menyaksikan kejadian itu berusaha untuk melindungi diri.“Panas,” keluh Salma.“Apa kamu tidak apa-apa?” tanyaku membantunya berdiri.“Aku baik-baik saja, hanya saja api itu, terasa sangat panas,” jawab Salma memandangku.Ya, api itu sangatlah panas dan membara, namun hanya beberapa detik. Setelah api itu masuk kembali ke dalam retakan, rumput yang kini kupijak perlahan hangus. Semua orang berhamburan karena khawatir akan terjadi hal serupa.***2 minggu setelah kejadian itu, kini taman depan toko buku telah dibatasi dengan garis polisi. Ilmuan kota berusaha mencari titik terang penyebab kejadian itu.“Huft, panas sekali hari ini. Padahal masih pukul 09.00, panas
“Semuanya berhenti.” Liana kebingungan melihat kejadian itu, dengan kedua matanya. Ia terus berusaha, menyadarkan Reno. Tapi, tidak ada respon sama sekali. Semua orang, juga ikut diam mematung.Bahkan, anjing peliharaan dan beberapa daun yang berterbangan pun, ikut berhenti. Ia mencoba membuka ponsel, namun sinyalnya tidak muncul. Karena mulai gemetaran, Liana pun berteriak.“Ada apa ini? Siapa kamu, yang berbuat seperti ini?” tanya Liana sambil berteriak.“Bukankah, sudah ku bilang. Jangan dekati Panji,” suara seseorang dari balik pintu kayu.Liana terkejut, ketika suara itu semakin mendekat. Ia melihat, seorang perempuan berambut Panjang. Mengenakan gaun dan tudung merah. Liana kemudian berdiri, dan menghampiri perempuan itu.“Siapa kamu?” tanya Liana dengan tangan gemetar.“Kamu tidak perlu tau, siapa a
Suasana café kembali seperti semula. Tidak ada hal yang mencurigakan kali ini. Bahkan, saat ini Liana yang nampak berbeda. Berulang kali Reno memanggilnya, namun tidak ada jawaban sama sekali dari Liana.“Liana,” kata Reno menggoyangkan tangan Liana.“Oh iya, kenapa?” tanya Liana tersadar dari lamunan.“Kamu kenapa?” tanya Reno bingung, melihat sikap aneh Liana.“Aku tidak apa-apa,” jawab Liana kemudian tersenyum.“Oke, aku akan menjawab pertanyaanmu sebelumnya.Soal menjaga dirimu sendiri, bukankah kamu sudah lulus tahap 4 takewondo. Dan soal menyelamatkan dunia, itu bukan sepenuhnya tugasmu Liana. Aku tau, kamu dan kakakmu adalah orang yang jenius. Dulu, kakakmu sudah dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggungjawab untuk sebuah kejahatan. Tapi, ini tidak sepenuhnya menjadi tanggungjawabmu untuk memperbaiki apa yang
Keadaan begitu sunyi dan senyap. Cahaya mentari, menembus masuk melalui ventilasi kecil. Liana mulai membuka mata, perlahan ia memperhatikan sekitar. Beberapa kali mengeluh karena rasa pusing itu terus mucul.“Dimana aku? Semua terasa begitu asing,” tanya Liana memperhatikaan sekitar. Ruangan ini cukup besar. Ada tempat tidur dan kamar mandi. Hanya saja, mengapa ruangan ini tidak memiliki pintu. Tiba-tiba muncul cahaya biru di dinding. Kemudian beberapa orang dengan pakaian serba hitam keluar dari cahaya itu.“Oh, kamu sudah sadar,” ucap seorang pria.“Siapa kamu?” tanya Liana perlahan mundur.“Perkenalkan aku Jack Marco,” jawabnya, kemudian tersenyum.“Jack, kamu adalah Jack, orang yang dibicarakan kakakku selama ini,” ucap Liana terkejut.“Kakakmu menepati janjinya, untuk menyerahkanmu. Beris