Tahun 2042 berita mengenai ‘bencana besar akan datang’ muncul di berbagai media. Menanggapi hal itu, seluruh negara melakukan segala upaya untuk mengantisipasi ‘bencana yang akan datang’ tersebut. Salah satunya ialah membangun bungker raksasa. Alhasil, tiga tahun kemudian, umat manusia pun mulai melanjutkan kehidupan serta peradaban di bawah permukaan bumi.
View MoreCeklek! Krriiiieeettt….
Dengan perlahan aku mendorong pintu kayu yang sudah tua itu.
“Permisi…” ucapku. Namun tidak ada balasan. Aku pun berjalan memasuki ruangan. Tidak lupa untuk menutup pintu.
“Huu.. huu huu huu…”
“Astaga!”
Aku dikejutkan dengan seekor burung hantu yang sedang bertengger di atas sebuah tiang yang terletak persis di sebelah kiri pintu. Bulunya putih seperti salju. Matanya yang hitam bundar membuat keberadaannya menjadi menakutkan. Aku langsung menjauhkan diri darinya. Setelah berjarak kurang lebih lima langkah besar, mata burung hantu itu perlahan terpejam.
“Dia… tidur?”
Merasa sedikit aman, aku mulai melihat-lihat sekeliling ruangan. Sebagian besar isi ruangan tersebut ialah… buku. Sisanya hanyalah rak buku, kedua pintu, tiang beserta burung hantu itu, dan… aku. Tidak ada jendela satupun. Aku mendongak untuk melihat satu-satunya penerangan di ruangan itu.
“Lah.. dimana atapnya..?”
Aku menyipitkan mata untuk melihat langit-langit, tapi tidak menemukan ujungnya. Yang terlihat hanyalah barisan-barisan buku yang menjulang hingga entah berapa meter ke atas sana. Aku yakin barisan terakhir yang terlihat jelas di mataku bukanlah barisan buku yang paling atas. Lupakan tentang atap. Aku jadi penasaran dengan orang yang mengoleksi ribuan buku ini sekarang.
“Satu buku saja sudah sangat tebal, butuh berapa tahun untuk membaca semua yang ada disini…”
Ketika sedang melihat-lihat, mataku menangkap sebuah buku yang berada di baris keempat belas dari bawah. Aku menjinjit untuk mengambilnya, namun tetap tidak sampai. Tidak ada tangga ataupun bangku yang bisa digunakan sebagai pijakan pula. “Satu.. dua.. tiga.. hup!” Segere setelah kakiku menolak, jantungku kembali diburu. Bagaimana tidak, tubuhku seperti menjadi sangat ringan dan terhempas begitu saja ke atas.
Jadi begini rasanya terbang…
Dua puluh baris telah kulewati. Tiga puluh… empat puluh.. sampai-sampai aku tidak terhitung lagi. “Eh, eh, ini gimana berentinya..!?” Segera setelah kuteriakkan kalimat itu, dapat kurasakan seseorang berhasil menangkap dan menarik pergelangan kakiku. “Terima ka, eeh!!?” Dengan tenaga yang luar biasa kuat, orang itu menarikku bersamanya ke arah bawah. “Waaaa!!!” teriakku merasa takut karena akan menabrak lantai dengan keras. “Sshhh…” Tanpa kusadari kecepatan jatuh kami melambat dan aku telah berhasil mendarat di lantai tanpa luka fisik sedikitpun.
Tapi mentalku yang kenapa-napa!!
“Bagaimana terbangnya? Seru..?”
Aku langsung menengok ke sumber suara. Berdiri seseorang berambut hitam panjang terikat dengan kemeja putih dipadu dengan jas serta celana panjang hitam. Sebuah topeng berbentuk wajah dari burung hantu menutupi bagian atas wajahnya.
Pria?
“Bukan,” jawabnya seakan mengetahui isi pikiranku. Mendengar itu, aku tidak terkejut. Sepertinya aku sudah terbiasa dengan hal-hal tak lazim seperti terbang dan semacamnya disini.
Suaranya tidak seperti perempuan, tuh? Tunggu, memangnya suaranya tadi seperti pria? Sebentar, kenapa aku jadi tidak bisa membedakan suaranya ini suara pria atau wanita?
“Aku juga bukan wanita.”
Oke, sekarang, barulah aku terkejut.
“Tapi dulunya aku adalah wanita, dan juga pria.” Ia menyeringai lebar.
Dia ini suka membuat orang lain bingung ya..?
“Ah, sudah pasti bukan waria juga ya.. hahahaha!” lanjutnya membuatku semakin bingung.
“Jadi, apa kau ingat kenapa kau bisa sampai disini? Aiyaa, Sonou terbangun ya? Utututu...” ucapnya sambil mengelus-elus kepala burung hantu yang terbangun ketika mendengarnya tertawa tadi.
Iya juga..
Aku darimana?
“Tidak...?” jawabku ragu.
“Tidak? Hmm… kalau namamu?” Aku menggeleng pelan.
“Umurmu?” Aku menggeleng lagi.
“Jadi, apa yang kau ingat?” Mendengar pertanyaan itu, aku terdiam.
Apa yang kuingat? Bahkan nama dan umurku sendiri, aku tidak bisa mengingatnya… Aneh, apakah ingatanku dihapus? Tapi dihapus siapa?
“Huu.. huu..”
“Oh, oke Sonou, oke..” jawab orang itu seolah-olah mengerti perkataan dari burung hantu tersebut.
“Mohon maaf nona yangtidakbisamengingatnamanyasendiri, tapi waktumu hampir habis. Selanjutnya, aku beri dua pilihan, masuk ke pintu itu atau… membantuku mencari sebuah buku.” ujarnya sambil tersenyum. Tangannya menunjuk sebuah pintu yang berseberangan dengan pintu masukku tadi.
Pasti ada sesuatu di balik pintu itu, pasti! Tapi bagaimana kalau ternyata tempatnya lebih buruk dari tempat ini? Bagaimana kalau aku tidak bisa kembali? Tidak menutup kemungkinan kalau itu pintu keluar sih.. Tapi kalau disana nanti tidak ada makanan dan air gimana? Ah, aku kan bawa botol min-
Aku tidak bisa menemukan tasku.
“Hoo..? Kenapa? Kau mengingat sesuatu?” ujarnya yang masih bermain dengan burung hantu itu sementara aku memeriksa kantung dan punggungku.
“Iya, ranselku.”
“Ransel? Untuk apa?”
“Botol minumku di dalamnya.”
“Kau mau minum?”
“Tidak, aku hanya ingin mengecek barang.”
“Oh, nyerah aja. Lagipula kau juga tidak bisa minum lagi.”
“Kenapa begitu?”
“Kenapa? Yaah.. kau kan, sudah mati?”
Fungus Co. , salah satu dari lima perusahaan terbesar se-nasional yang bergerak di bidang jasa. Didirikan oleh seorang pebisnis misterius yang sampai saat ini hanya segelintir orang yang mengetahuinya. Jasa yang mereka tawarkan ini sedikit unik. Meskipun memiliki ribuan pekerja (termasuk AMAH & AMAPOB), tetapi mereka hanya melayani satu jenis layanan, yakni membasmi musuh-musuh kecil yang terus muncul di sepanjang dinding-dinding bunker yang lazim disebut jamur. Memang tersebut terdengar sederhana, bahkan sepele. Namun, mengingat maraknya pertumbuhan jamur di dinding-dinding bunker yang terus menerus muncul semenjak tiga puluh tahun yang lalu membuat mereka selalu mendapatkan permintaan setiap harinya. Entah jam berapa pun itu. Budi, salah satu pekerja di Fungus Co., sedang melaksanakan pekerjaannya. Namun, ruangan tempat ia berada saat itu sangat gelap meskipun waktu menunjukkan jam satu siang. Hanya ada lampu-lampu kecil berwarna merah yang memiliki jarak sejauh empat meter dengan
-Lantai 33, kediaman utama Gray, ruang tidur tamu- Klang! “Aduh, jatuh deh, haha!” Tuan Anomen tertawa canggung sembari membungkuk untuk mengambil sendok yang terjatuh. “Sepertinya kita harus menambahkan fitur di bagian telapak tangan. Para AMAH masih susah untuk menggenggam benda-benda yang kecil.” ujarnya. “Apa karena aku sudah terlalu tua…?” lanjutnya bergumam. “Toras!” serunya. Robot berang-berang yang berdiri di sampingnya sedari tadi langsung menyala kembali. “Ya, tuan?” “Ambilkan sendok yang baru.” “Baik, tuan.” Kemudian robot itu langsung bergerak meninggalkan ruangan. “Kita tunggu dulu ya…!” ucap Tuan Anomen menoleh ke arah kirinya. Rosa yang sedari tadi menyaksikan monolog yang tidak bisa dipahaminya itu hanya mengangguk pelan. . Beberapa menit kemudian… . Wungg…. Pintu terbuka. “Ini, tuan.” Robot berang-berang itu membuka bagian perutnya dan memperlihatkan sebuah ruang kecil yang menampung sebuah sendok di dalamnya. Tuan Anomen langsung mengambil dan menyendok
-Lantai 130, ruang kelas- Di atas tempat duduknya Visera termenung. Saat itu, waktu terasa sangat amat lambat baginya. Entah sudah berapa kali ia memeriksa jadwal pembelajarannya itu- berharap agar jam istirahat segera datang. Penjelasan yang dilontarkan oleh gurunya pun sama sekali tidak ada yang masuk di otaknya. Tau gitu aku telat-telatin aja tadi… batinnya yang tadi terburu-buru karena bangun kesiangan. Ia menoleh ke sebelah kiri dan kanannya. Pantas saja banyak kursi yang kosong- Eh, ngga sih, cuma delapan… Mana gurunya cuma rekaman lagi…! Canggih apanya! Ini mah namanya pembodohan! batinnya menatap sinis hologram bergerak yang menyerupai seorang wanita dewasa itu. Yaah, wajar sih. Toh biaya pembelajarannya gratis. Mana mungkin mereka menyediakan pengajar yang berpendidikan tinggi. Memutar rekaman materi dari internet yang sudah diubah ke bentuk hologram saja sudah cukup. Memang cara yang jenius, paman Gray. “Demikian pemaparan materi untuk hari ini, selanjutnya kita akan m
TheBarr : Sebelum melewati perbatasan lantai, jangan lupa ganti jaringanmu ke privat. Sangria : roger. | Klang! "Ups.." Untung di atas tempat yang sepi... batin Visera menghela napas. Di dalam terowongan setinggi 60 cm itu ia merangkak. Beberapa barang bawaannya ia rekatkan erat pada tubuhnya. Dengan penuh hati-hati, ia bergerak menuju ke atas sembari sesekali memeriksa peta hasil tiruannya itu. Sepuluh meter lagi.... batinnya mengusap keringat dingin yang mengalir di pelipisnya. [ Berhasil tersambung ke jaringan Privat. ] Ting! TheBarr : Ikuti saja navigasi ini [ TheBarr mengirimkan berkas ] Ia menekan dokumen itu dan muncul sebuah layar baru yang berisikan peta dari area yang telah, sedang, dan akan dilaluinya tersebut, termasuk tempat yang menjadi tujuan perjalanannya. TheBarr : kalau ada gang yang berkedap-kedip merah, itu tandanya ada orang lain di sana. Orang... Lain? Visera terdiam selama beberapa saat. Oh, para pekerja... (tukang AC seperti Dan) Kemudian ia mela
Jika ada suatu gagasan dikumandangkan ke orang banyak… Menurutmu apa yang akan terjadi setelahnya? | “…kembali ke permukaan, bukanlah sekedar angan-angan belaka lagi…” Semuanya terdiam, membuat Tuan Anomen menjadi sedikit ragu akan pendapat semuanya tentang gagasan darinya itu, terlebih ketika ia menatap ketiga orang yang sama sekali tidak disangka-sangka olehnya sebelumnya untuk datang menghadiri pertemuan itu. Prok… prok…! Tiba-tiba terdengar suara tepukan dari seseorang. Lantas yang lainnya pun ikut bertepuk tangan. “Ide yang sangat luar biasa, Tuan Anomen! Brilliant! Bukan begitu, para hadirin sekalian??” sahut Tuan Gray mengambil alih panggung sementara yang lainnya sibuk berbisik-bisik ke kanan dan kirinya. “…Saya paham, beberapa di antara anda sekalian pasti masih mempertimbangkan apakah hidup di permukaan dapat menjamin kehidupan yang aman dan nyaman seperti dulu ataukah sebaliknya.” Tuan Anomen kembali buka suara. “Tapi bukan berarti keraguan itu harus dijadikan halan
Hari itu, aku menyaksikan semuanya dari dalam ventilasi… . . . Duk… duk… duk… Dengan merangkak, ia terus maju melewati terowongan yang tingginya hanya sebatas 60 cm itu. Mata ambernya terlihat mengkilap setiap kali melewati cahaya menembus penutup ventilasi di bawahnya. Klang! “Ups-!” Tidak sengaja lututnya mengenai bagian besi yang mencembung keluar. Ia langsung terdiam, berusaha mendengar kalau-kalau ada suara lain dari arah ujung depan dan belakangnya. Merasa tidak ada suara apapun, ia pun lanjut merangkak ke depan hingga menemukan satu penutup ventilasi lain yang menjadi tempat tujuannya itu. Duk… Ia merendahkan tubuhnya untuk melihat sisi bagian yang lain dengan jelas. Terlihat sekumpulan beberapa orang dewasa yang sedang berdiri di bawah sebuah panggung. Beberapa dari mereka tengah berbincang dan tertawa. Salah satu suara terdengar familiar di telinganya. ‘Ah, itu papa…’ pikirnya. Begitu menemukan sosok ayahnya yang tengah tersenyum lebar di antara barisan tersenyum, i
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments