Home / Romansa / Hidden Truths of My Husband / 2. Pertemuan Tak Terduga

Share

2. Pertemuan Tak Terduga

Author: AdByt3
last update Last Updated: 2024-08-14 13:54:17

Nadia berdiri di depan cermin besar di kamarnya, mengamati dirinya sendiri dengan cermat. Gaun putih sederhana dengan potongan halus itu menempel sempurna pada tubuhnya, memancarkan keanggunan yang tak terbantahkan. Meski dalam hatinya masih ada sedikit keraguan, Nadia mencoba untuk tersenyum. Baginya, hari ini adalah awal dari sebuah perjalanan baru—meski bukan tanpa tantangan.

"Ibu akan sangat marah," gumamnya pelan, membiarkan pikirannya melayang pada sosok ibu yang keras dan tegas, yang selama ini memegang kendali atas setiap aspek kehidupannya.

Ketukan lembut di pintu mengalihkan perhatiannya. "Masuk," katanya sambil berbalik, memperlihatkan senyum kecil saat adik perempuannya, Alya, menyelinap masuk ke dalam ruangan.

"Nadia, kau sangat cantik!" seru Alya dengan mata berbinar-binar, kagum pada kecantikan kakaknya yang tampak sempurna dalam balutan gaun pengantin sederhana itu.

"Terima kasih, Alya. Aku harap semua akan berjalan lancar," Nadia membalas dengan lembut, meski dalam hatinya bergejolak dengan perasaan campur aduk.

"Apa kau benar-benar yakin, Kak?" tanya Alya dengan nada ragu, matanya menatap Nadia dengan serius. "Maksudku, menikah dengan Raka... Ayah dan Ibu jelas tidak setuju. Mereka bahkan tak mau datang."

Nadia menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya sendiri. "Aku yakin, Alya. Aku mencintai Raka, dan aku yakin dia adalah pria yang tepat untukku. Mereka hanya butuh waktu untuk mengerti."

Alya mengangguk pelan, meski wajahnya masih dipenuhi keraguan. "Aku tahu kau kuat, Kak, tapi... kupikir kau harus siap. Dunia ini tak seindah yang kita bayangkan."

Nadia tersenyum pahit. "Aku tahu, Alya. Tapi aku percaya pada Raka. Dia adalah seseorang yang berbeda. Dia punya hati yang baik, dan itu lebih berharga daripada semua kekayaan yang diinginkan oleh keluarga kita."

Saat itu, suara gemuruh pelan di luar menandakan bahwa para tamu mulai berkumpul. Nadia menarik napas panjang lagi, merasa sedikit cemas. Meski hanya beberapa orang yang hadir, setiap langkah ke altar terasa berat. Dia tahu, hari ini adalah pertaruhan besar dalam hidupnya.

Setelah memastikan bahwa semuanya siap, Nadia keluar dari kamarnya dan mulai melangkah menuju aula kecil tempat upacara pernikahan akan dilangsungkan. Ruangan itu sederhana, hanya dihiasi dengan bunga-bunga putih dan pita emas yang elegan. Beberapa orang dari keluarga Nadia tampak hadir, meskipun wajah mereka menunjukkan ketidaksetujuan yang jelas. Nadia bisa merasakan tatapan dingin mereka, tapi dia berusaha untuk tidak terganggu.

Di ujung ruangan, berdiri Raka. Pria yang telah mencuri hatinya dengan kesederhanaan dan kebaikannya. Raka mengenakan setelan hitam yang rapi, namun tetap sederhana, sama seperti kehidupannya yang tidak pernah menonjolkan kemewahan. Matanya yang tajam namun penuh kelembutan menatap Nadia dengan penuh cinta, seolah memberinya kekuatan untuk terus maju.

Saat Nadia mendekatinya, Raka mengulurkan tangan dan menyambutnya dengan senyum hangat. "Kau terlihat sangat cantik, Nad."

Nadia hanya tersenyum kecil, menatap Raka dengan perasaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Ada kebahagiaan, tapi juga kekhawatiran. Mereka tahu, jalan di depan mereka tidak akan mudah.

"Kau yakin tentang ini, Raka?" tanya Nadia pelan, suaranya hampir seperti bisikan. "Aku tahu kau mencintaiku, tapi keluarga kita... mereka tidak akan membuatnya mudah."

Raka menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba membaca isi hatinya. "Aku tahu, Nadia. Tapi aku mencintaimu. Aku siap menghadapi apa pun, asalkan kita bersama."

Mendengar itu, Nadia merasa sedikit lega. Kata-kata Raka, meskipun sederhana, memberikan keyakinan bahwa mereka bisa melewati semua rintangan ini bersama.

Upacara pernikahan berlangsung dengan khidmat. Meskipun hanya dihadiri segelintir orang, momen itu tetap berharga bagi Nadia dan Raka. Mereka mengucapkan sumpah dengan tulus, berjanji untuk selalu bersama dalam suka dan duka, kaya dan miskin, sehat dan sakit.

Ketika ciuman pertama mereka sebagai suami istri selesai, Nadia merasakan sesuatu yang berbeda. Dia merasa seolah-olah telah melangkah ke dunia yang baru, dunia yang penuh dengan misteri dan ketidakpastian, tapi juga penuh dengan cinta yang mendalam.

Setelah upacara selesai, Raka menggenggam tangan Nadia erat-erat, seolah ingin memastikan bahwa dia tidak akan pernah melepaskannya. "Kita akan baik-baik saja, Nad. Aku janji."

Nadia mengangguk pelan, meskipun dalam hatinya masih ada keraguan. "Aku berharap begitu, Raka. Aku berharap begitu."

Namun, jauh di dalam hatinya, Nadia tahu bahwa perjalanan ini baru saja dimulai. Dan dia tidak tahu apa yang akan terjadi di depan. Tapi satu hal yang pasti, dia akan menghadapi semuanya bersama dengan Raka, apa pun yang terjadi.

Dengan hati yang penuh tekad dan cinta, mereka melangkah keluar dari aula itu, meninggalkan masa lalu mereka di belakang, dan memasuki masa depan yang penuh dengan misteri dan tantangan yang menanti.

To Be Continued....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hidden Truths of My Husband   66.

    Nadia duduk termenung di kursi hotel, tatapannya terpaku pada surat yang baru saja ia temukan di meja kerja Raka. Surat itu terasa begitu berat, seperti memegang potongan terakhir dari teka-teki besar yang tidak pernah ia sadari sedang ia susun. Beberapa minggu sebelum Raka menghilang, ia menulis ini, menyisakan pesan yang begitu ambigu.Tangannya gemetar saat ia mengangkat surat itu lagi, mencoba memahami setiap kata. "Aku harus pergi, Nad. Bukan karena aku ingin meninggalkanmu, tapi karena aku tak ingin kamu terluka oleh apa yang akan terjadi."“Apa maksudnya?” Nadia berbicara pada dirinya sendiri, namun suaranya hampir tak terdengar. Otaknya dipenuhi dengan pertanyaan, tetapi tidak ada jawaban yang muncul. Apakah Raka telah mengetahui sesuatu yang ia tak ketahui? Apakah dia terlibat dalam situasi yang jauh lebih berbahaya daripada yang ia bayangkan? Atau mungkin ini hanya rasa bersalah yang menumpuk dalam dirinya? Nadia menghela napas berat, berusaha memproses perasaannya.Telepon

  • Hidden Truths of My Husband   65.

    Nadia duduk di sofa ruang tamunya, matanya menatap layar laptop yang menampilkan halaman pencarian terbuka, tetapi pikirannya melayang jauh. Berhari-hari telah berlalu sejak ia mulai bekerja dengan Zaki untuk menemukan jejak Raka, dan setiap kali hasilnya sama: nihil. Raka seolah lenyap begitu saja, meninggalkan Nadia dalam kekosongan yang semakin dalam.Zaki, teman lamanya yang kebetulan bekerja sebagai ahli forensik digital, duduk di depannya. Di tangannya, ia memegang secangkir kopi yang sudah dingin. Wajahnya menunjukkan ekspresi serius, namun tidak kehilangan semangat. "Nad," kata Zaki lembut, "jejak digital Raka benar-benar bersih. Tidak ada transaksi aneh, tidak ada login media sosial. Seperti dia benar-benar memutuskan semua hubungan dengan dunia."Nadia menghela napas panjang, menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa. “Aku tidak tahu lagi harus mencari di mana, Zak. Aku sudah memeriksa setiap sudut, setiap hal kecil yang mungkin memberikan petunjuk, tapi semuanya terasa sia-si

  • Hidden Truths of My Husband   64.

    Nadia duduk di sofa kecil di sudut apartemennya, tangannya gemetar saat merapikan koper yang hampir penuh. Kepalanya dipenuhi pikiran, antara kesedihan, kebingungan, dan ketakutan. Raka menghilang tanpa sepatah kata. Meninggalkan pertanyaan yang menggantung di udara, seakan menguji kesabaran Nadia yang selama ini berusaha tegar. Apa yang sebenarnya terjadi?Terdengar ketukan pelan di pintu. Nadia menghapus air mata yang mengalir tanpa disadarinya, lalu membuka pintu dengan wajah yang berusaha tetap tegar."Maria..." Nadia tersenyum lemah melihat rekan kerjanya yang selama ini setia mendampinginya."Aku datang karena aku tahu kamu butuh teman bicara," jawab Maria, masuk ke dalam apartemen tanpa menunggu undangan. Tatapan matanya mengamati koper yang sudah siap di sebelah pintu, lalu kembali menatap Nadia dengan cemas.Nadia menarik napas panjang dan duduk kembali di sofa. "Aku tidak tahu lagi harus bagaimana. Rasanya seperti semua jalan tertutup. Raka pergi tanpa jejak, dan aku tidak t

  • Hidden Truths of My Husband   63.

    Nadia tertegun, ponselnya nyaris terjatuh dari tangannya. Kata-kata Alya terus bergema di kepalanya: Raka membawa koper besar, seolah-olah berencana pergi jauh. Hatinya seolah diremas keras, menambah berat beban di dada yang sudah sulit ia pikul. Raka tidak pernah meninggalkan tanda-tanda sebelumnya. Tidak ada kata-kata perpisahan, tidak ada penjelasan. Yang tersisa hanyalah misteri yang semakin menjeratnya.“Alya, kau yakin melihatnya sendiri?” tanya Nadia, suaranya hampir bergetar.“Iya, Kak. Aku sempat bertanya pada tetangga di sana juga. Mereka bilang Raka pergi pagi-pagi sekali, membawa koper besar. Tapi anehnya, dia tampak begitu tenang. Seperti dia tahu ke mana dia pergi dan tidak terburu-buru,” jelas Alya dengan pelan, mencoba menenangkan kakaknya.Nadia menghela napas panjang, mencoba memahami situasi. Raka bukan tipe orang yang bertindak sembarangan atau membuat keputusan impulsif, apalagi yang sebesar ini. Seandainya ada sesuatu yang dia sembunyikan, pasti itu sangat pentin

  • Hidden Truths of My Husband   62.

    Pagi itu, Nadia berdiri di depan cermin kamar hotelnya, menatap pantulan dirinya dengan tatapan kosong. Kepalanya penuh dengan keraguan. Telepon dari Bu Retno, ibunya, kemarin malam begitu melekat dalam benaknya. Kata-kata ibunya terus berputar di pikirannya, memintanya untuk pulang, untuk menghadapi kenyataan yang semakin mencekam. Namun, kepulangannya tidak hanya soal keluarga. Di balik alasan itu, Nadia tahu bahwa ada sesuatu yang lebih besar, lebih misterius: keberadaan Raka yang tidak jelas.Saat ia mencoba mengatur napas, pikirannya beralih ke pekerjaannya. Karier yang baru saja ia bangun dari nol, yang ia perjuangkan setelah menikah dengan Raka. "Apakah aku siap mengorbankannya?" Nadia bergumam lirih, merasa cemas. Di satu sisi, ia tahu bahwa hatinya tidak akan pernah tenang sebelum ia menemukan suaminya, tetapi di sisi lain, pekerjaannya di sini adalah fondasi yang menopang hidupnya selama Raka tak ada.Perasaan ini begitu mengganggu, seolah-olah ia berdiri di tepi jurang, har

  • Hidden Truths of My Husband   61.

    Nadia duduk di meja kantornya, pandangan matanya terfokus pada layar komputer, namun pikirannya melayang jauh dari ruang kerjanya. Setiap kata yang muncul di layar terlihat kabur, tertutup oleh pertanyaan yang berputar-putar di kepalanya sejak Zaki menyampaikan saran itu.“Mungkin Raka tidak benar-benar menghilang. Mungkin dia sedang mencari sesuatu.”Kata-kata Zaki berulang kali menggema di benaknya, menelusup jauh ke dalam relung hatinya yang penuh kekhawatiran. Apa mungkin Raka benar-benar sedang menyembunyikan sesuatu? Apakah ini bukan kali pertama ia merahasiakan sesuatu darinya? Pikiran itu semakin menekan perasaannya, membuat Nadia sulit untuk fokus pada pekerjaannya.“Kenapa aku tidak pernah melihat tanda-tandanya?” bisiknya dalam hati. Sebagai seorang istri, seharusnya dia bisa merasakan setiap perubahan kecil pada suaminya. Namun selama ini, ia terlalu sibuk berjuang dengan ekspektasi keluarganya dan tekanan hidup yang terus menghimpit.Nafasnya terasa berat, dan tanpa sadar

  • Hidden Truths of My Husband   60.

    Nadia duduk di tepi tempat tidur apartemennya, matanya menatap ponselnya yang bergetar. Nama Alya muncul di layar, dan ada sesuatu dalam hatinya yang tiba-tiba berdebar lebih cepat. Sudah larut malam di kota asing ini, dan Alya jarang menelepon kecuali ada hal penting. Segera, ia menggeser layar untuk menerima panggilan."Hallo, Kak Nadia," suara Alya terdengar, pelan namun penuh kecemasan."Ada apa, Alya? Kamu baik-baik saja?" Nadia segera bertanya, merasa ada sesuatu yang salah."Ini tentang Kak Raka…" Suara Alya terdengar bergetar, membuat Nadia langsung duduk lebih tegak. "Kakak harus tahu… dia menghilang."Nadia membeku sejenak. Pikiran itu menghantamnya seperti petir. "Menghilang? Apa maksudmu, Alya?" Suaranya pecah, seolah tak percaya."Dia pergi, Kak. Tak ada yang tahu ke mana dia. Sebelum dia pergi, dia hanya meninggalkan pesan singkat…""Apa yang dia tulis?" Nadia merasakan napasnya mulai pendek, dadanya terasa sesak."‘Aku

  • Hidden Truths of My Husband   59.

    Hari pertama Nadia di perusahaan startup itu penuh dengan harapan dan ketegangan. Ruangan yang dipenuhi warna-warni kain dan desain yang beragam membuatnya merasa seakan memasuki dunia baru. Begitu melangkah masuk, ia disambut dengan senyum hangat dari rekan-rekannya, yang langsung membuatnya merasa lebih nyaman."Nadia, bukan?" suara lembut menyapa dari arah kanan. Seorang wanita berambut keriting dengan riasan ceria mendekatinya. "Aku Mira, bagian desain. Selamat datang! Kita akan segera memulai proyek besar, dan aku yakin kamu akan suka."Nadia tersenyum, merasa sedikit lebih tenang. "Terima kasih, Mira. Aku sangat bersemangat!"Seiring berjalannya waktu, Nadia mulai beradaptasi dengan lingkungan barunya. Ia belajar bahwa orang-orang di sekitarnya tidak terjebak dalam pandangan sosial yang sempit seperti keluarganya. Di sini, status dan kekayaan bukanlah yang utama; ide, kreativitas, dan passion menjadi hal yang jauh lebih berharga.Selama satu minggu pertama, Nadia terlibat dalam b

  • Hidden Truths of My Husband   58.

    Pagi itu, Nadia menatap koper yang sudah tertata rapi di ujung kamar. Ruangan tampak hening, hanya suara detik jam yang terdengar. Di luar, Raka baru saja pergi, mengendarai motor tuanya menuju tempat kerja. Nadia merasakan berat di dadanya, tetapi ia tahu ini keputusan yang harus diambil. Surat yang ia tulis semalam kini tergeletak di atas meja kecil, menunggu untuk ditemukan Raka.Dengan langkah perlahan, Nadia mengambil tas jinjingnya dan berjalan keluar dari rumah yang selama ini mereka tempati bersama. Setiap langkah terasa semakin berat, namun ada sesuatu yang mendorongnya maju, sebuah dorongan untuk mencari kejelasan di luar semua kebingungan yang kini melingkupinya.Saat tiba di bandara, tangannya sedikit gemetar saat menyerahkan tiket kepada petugas. "Apakah aku benar-benar melarikan diri?" gumamnya dalam hati. Namun, suara di dalam dirinya terus mengatakan bahwa dia butuh waktu, dia butuh ruang untuk berpikir.Saat pesawat lepas landas, Nadia menatap awan putih yang membentan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status