Beranda / Romansa / Hidden Truths of My Husband / 3. Kehidupan Sehari-Hari Nadia dan Raka

Share

3. Kehidupan Sehari-Hari Nadia dan Raka

Penulis: AdByt3
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-16 21:28:30

Nadia menatap jendela kecil apartemen mereka, memperhatikan tetesan hujan yang menari di atas kaca. Suara hujan yang berirama seolah menjadi latar musik dalam kehidupannya yang baru, bersama Raka. Meski apartemen mereka sederhana, tempat itu terasa seperti surga baginya. Di sinilah ia bisa benar-benar menjadi dirinya sendiri, tanpa tekanan status sosial yang kerap mengikat langkahnya.

“Nadia, mau teh hangat?” Raka memanggilnya dari dapur kecil mereka, suaranya penuh kehangatan yang selalu berhasil menenangkan hati Nadia.

“Boleh, Mas,” jawab Nadia sambil tersenyum. Ia berjalan menuju dapur, tempat Raka sedang sibuk menyiapkan dua cangkir teh. Setiap gerakan Raka begitu tenang dan penuh perhatian, seolah ia selalu memastikan bahwa Nadia merasa dicintai dan diperhatikan.

“Mas, terima kasih ya, untuk semuanya.” Nadia mengambil cangkir teh yang disodorkan Raka. Pandangannya bertemu dengan mata suaminya, mata yang selalu memancarkan ketulusan yang tak pernah berubah sejak pertama kali mereka bertemu.

“Apa pun untuk kamu, Na,” jawab Raka dengan senyum lembutnya. Mereka duduk bersebelahan di sofa kecil, menikmati teh hangat sambil mendengarkan hujan yang masih turun di luar. Dalam kesederhanaan ini, Nadia merasakan kebahagiaan yang begitu murni, seakan-akan dunia di luar sana tidak ada artinya lagi.

Namun, kebahagiaan itu tak bertahan lama ketika bunyi ketukan pintu mengusik keheningan mereka. Nadia merasakan firasat tidak enak. Dan benar saja, ketika pintu terbuka, wajah dingin Bu Retno, ibu Nadia, muncul di baliknya.

“Nadia,” suara Bu Retno terdengar tegas, penuh otoritas yang sudah biasa Nadia dengar sejak kecil. “Aku ingin bicara denganmu.”

Nadia menelan ludah, mencoba menyembunyikan kegugupan yang tiba-tiba menyeruak. Raka, yang sudah mengantisipasi situasi ini, segera berdiri dan menyambut Bu Retno dengan senyum sopan.

“Ibu, silakan masuk,” kata Raka dengan nada ramah, meskipun Nadia bisa merasakan ada ketegangan tipis dalam suaranya.

Bu Retno melangkah masuk, matanya menyapu sekeliling apartemen dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia tidak berkata apa-apa, tetapi Nadia tahu persis apa yang sedang dipikirkan ibunya. Dia tahu bahwa Bu Retno sedang menilai segala sesuatu dari perabotan sederhana hingga ruang yang sempit dan pasti merasa bahwa tempat ini tidak layak untuk putrinya.

“Nadia, Ibu ingin bicara empat mata,” kata Bu Retno akhirnya, memotong keheningan yang menggantung di antara mereka.

Nadia melihat ke arah Raka, yang membalasnya dengan anggukan kecil, memberinya kepercayaan diri yang dia butuhkan. Dengan enggan, Nadia mengikuti ibunya ke ruang tamu kecil, meninggalkan Raka di dapur.

“Nadia,” Bu Retno mulai berbicara begitu mereka duduk, suaranya rendah namun penuh tekanan, “kamu tahu ibu tidak pernah setuju dengan pilihanmu menikah dengan Raka. Dan lihatlah sekarang, apa yang sudah kamu capai? Hidup di tempat kecil seperti ini, bersama pria yang tak punya apa-apa.”

Hati Nadia terasa perih mendengar kata-kata ibunya. Dia sudah tahu ini akan datang, tetapi mendengarnya langsung dari mulut ibunya tetap saja menyakitkan. Nadia berusaha menahan air matanya, tetapi sulit bagi dirinya untuk tidak merasa tersakiti.

“Bu, aku bahagia dengan Raka. Kami tidak membutuhkan banyak untuk merasa bahagia. Cukup dengan saling mencintai dan mendukung, itu sudah lebih dari cukup bagi kami,” jawab Nadia, suaranya sedikit gemetar, tetapi penuh keyakinan.

Bu Retno menggelengkan kepalanya dengan sikap tidak setuju. “Nadia, kebahagiaan itu tidak cukup. Kamu butuh stabilitas, status, dan masa depan yang jelas. Ibu tidak ingin kamu terjebak dalam kehidupan seperti ini, terperangkap dalam kemiskinan hanya karena kamu memutuskan untuk menikah dengan pria yang tidak bisa memberikan apa-apa untukmu.”

Nadia mengepalkan tangannya di pangkuannya, mencoba menahan kemarahan yang mulai mendidih di dalam dirinya. Dia tahu bahwa ibunya hanya ingin yang terbaik untuknya, tetapi kata-kata itu terasa seperti serangan terhadap pilihan dan kehidupannya bersama Raka.

“Kami sedang membangun kehidupan kami, Bu. Kami punya rencana, dan Raka bekerja keras untuk itu. Hanya butuh waktu, dan aku yakin kami bisa melalui semuanya bersama-sama,” kata Nadia, mencoba mempertahankan ketenangannya.

Bu Retno mendesah berat, seolah-olah kata-kata Nadia tidak masuk akal baginya. “Nadia, dengarkan Ibu. Kamu masih punya kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Ibu bisa mengenalkan kamu dengan seorang pria yang jauh lebih baik, yang bisa memberikan kehidupan yang layak untukmu. Kamu tidak perlu menderita seperti ini.”

Kata-kata ibunya itu adalah pukulan terakhir. Nadia merasa hatinya pecah, tetapi dia menolak untuk menyerah. Dia tahu bahwa jika dia mengikuti keinginan ibunya, dia akan kehilangan segalanya cinta yang telah dia bangun bersama Raka, dan kebahagiaan sederhana yang mereka ciptakan bersama.

“Maaf, Bu, tapi aku tidak akan meninggalkan Raka. Aku memilihnya karena cinta, dan aku akan bertahan bersamanya apapun yang terjadi,” kata Nadia dengan tegas.

Bu Retno hanya menatap Nadia dengan pandangan kecewa, sebelum akhirnya bangkit dari kursinya. “Baiklah, kalau itu keputusanmu, tapi jangan salahkan Ibu kalau semuanya berakhir buruk. Ibu sudah memperingatkanmu, Nadia.”

Setelah berkata demikian, Bu Retno pergi meninggalkan apartemen, meninggalkan Nadia yang duduk terpaku dengan perasaan campur aduk. Setelah kepergian ibunya, Nadia menatap pintu yang tertutup, merasakan beban berat di dadanya.

Raka, yang diam-diam mendengar percakapan tersebut, berjalan mendekati Nadia dan merangkulnya. “Maaf, Na, aku tidak bisa melakukan lebih banyak untuk membuat ibu percaya padaku,” katanya lirih.

Nadia menatap Raka dengan mata berkaca-kaca. “Bukan salahmu, Mas. Kita hanya perlu terus berjalan bersama, dan suatu hari nanti mereka akan melihat betapa kuatnya cinta kita.”

Raka mengangguk, kemudian mengecup kening Nadia dengan lembut. “Kita akan melalui ini bersama, Na. Aku janji.”

Dalam pelukan Raka, Nadia merasa sedikit lebih tenang. Namun, di lubuk hatinya, dia tidak bisa mengabaikan rasa khawatir yang terus menghantui. Konflik dengan keluarganya mungkin baru saja dimulai, dan dia tahu, ujian terbesar dalam pernikahan mereka mungkin masih menunggu di depan. Tapi dengan Raka di sisinya, Nadia yakin mereka bisa menghadapi apapun bahkan jika itu berarti menggali lebih dalam ke dalam rahasia yang mungkin selama ini disembunyikan Raka darinya.

To Be Continued....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hidden Truths of My Husband   66.

    Nadia duduk termenung di kursi hotel, tatapannya terpaku pada surat yang baru saja ia temukan di meja kerja Raka. Surat itu terasa begitu berat, seperti memegang potongan terakhir dari teka-teki besar yang tidak pernah ia sadari sedang ia susun. Beberapa minggu sebelum Raka menghilang, ia menulis ini, menyisakan pesan yang begitu ambigu.Tangannya gemetar saat ia mengangkat surat itu lagi, mencoba memahami setiap kata. "Aku harus pergi, Nad. Bukan karena aku ingin meninggalkanmu, tapi karena aku tak ingin kamu terluka oleh apa yang akan terjadi."“Apa maksudnya?” Nadia berbicara pada dirinya sendiri, namun suaranya hampir tak terdengar. Otaknya dipenuhi dengan pertanyaan, tetapi tidak ada jawaban yang muncul. Apakah Raka telah mengetahui sesuatu yang ia tak ketahui? Apakah dia terlibat dalam situasi yang jauh lebih berbahaya daripada yang ia bayangkan? Atau mungkin ini hanya rasa bersalah yang menumpuk dalam dirinya? Nadia menghela napas berat, berusaha memproses perasaannya.Telepon

  • Hidden Truths of My Husband   65.

    Nadia duduk di sofa ruang tamunya, matanya menatap layar laptop yang menampilkan halaman pencarian terbuka, tetapi pikirannya melayang jauh. Berhari-hari telah berlalu sejak ia mulai bekerja dengan Zaki untuk menemukan jejak Raka, dan setiap kali hasilnya sama: nihil. Raka seolah lenyap begitu saja, meninggalkan Nadia dalam kekosongan yang semakin dalam.Zaki, teman lamanya yang kebetulan bekerja sebagai ahli forensik digital, duduk di depannya. Di tangannya, ia memegang secangkir kopi yang sudah dingin. Wajahnya menunjukkan ekspresi serius, namun tidak kehilangan semangat. "Nad," kata Zaki lembut, "jejak digital Raka benar-benar bersih. Tidak ada transaksi aneh, tidak ada login media sosial. Seperti dia benar-benar memutuskan semua hubungan dengan dunia."Nadia menghela napas panjang, menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa. “Aku tidak tahu lagi harus mencari di mana, Zak. Aku sudah memeriksa setiap sudut, setiap hal kecil yang mungkin memberikan petunjuk, tapi semuanya terasa sia-si

  • Hidden Truths of My Husband   64.

    Nadia duduk di sofa kecil di sudut apartemennya, tangannya gemetar saat merapikan koper yang hampir penuh. Kepalanya dipenuhi pikiran, antara kesedihan, kebingungan, dan ketakutan. Raka menghilang tanpa sepatah kata. Meninggalkan pertanyaan yang menggantung di udara, seakan menguji kesabaran Nadia yang selama ini berusaha tegar. Apa yang sebenarnya terjadi?Terdengar ketukan pelan di pintu. Nadia menghapus air mata yang mengalir tanpa disadarinya, lalu membuka pintu dengan wajah yang berusaha tetap tegar."Maria..." Nadia tersenyum lemah melihat rekan kerjanya yang selama ini setia mendampinginya."Aku datang karena aku tahu kamu butuh teman bicara," jawab Maria, masuk ke dalam apartemen tanpa menunggu undangan. Tatapan matanya mengamati koper yang sudah siap di sebelah pintu, lalu kembali menatap Nadia dengan cemas.Nadia menarik napas panjang dan duduk kembali di sofa. "Aku tidak tahu lagi harus bagaimana. Rasanya seperti semua jalan tertutup. Raka pergi tanpa jejak, dan aku tidak t

  • Hidden Truths of My Husband   63.

    Nadia tertegun, ponselnya nyaris terjatuh dari tangannya. Kata-kata Alya terus bergema di kepalanya: Raka membawa koper besar, seolah-olah berencana pergi jauh. Hatinya seolah diremas keras, menambah berat beban di dada yang sudah sulit ia pikul. Raka tidak pernah meninggalkan tanda-tanda sebelumnya. Tidak ada kata-kata perpisahan, tidak ada penjelasan. Yang tersisa hanyalah misteri yang semakin menjeratnya.“Alya, kau yakin melihatnya sendiri?” tanya Nadia, suaranya hampir bergetar.“Iya, Kak. Aku sempat bertanya pada tetangga di sana juga. Mereka bilang Raka pergi pagi-pagi sekali, membawa koper besar. Tapi anehnya, dia tampak begitu tenang. Seperti dia tahu ke mana dia pergi dan tidak terburu-buru,” jelas Alya dengan pelan, mencoba menenangkan kakaknya.Nadia menghela napas panjang, mencoba memahami situasi. Raka bukan tipe orang yang bertindak sembarangan atau membuat keputusan impulsif, apalagi yang sebesar ini. Seandainya ada sesuatu yang dia sembunyikan, pasti itu sangat pentin

  • Hidden Truths of My Husband   62.

    Pagi itu, Nadia berdiri di depan cermin kamar hotelnya, menatap pantulan dirinya dengan tatapan kosong. Kepalanya penuh dengan keraguan. Telepon dari Bu Retno, ibunya, kemarin malam begitu melekat dalam benaknya. Kata-kata ibunya terus berputar di pikirannya, memintanya untuk pulang, untuk menghadapi kenyataan yang semakin mencekam. Namun, kepulangannya tidak hanya soal keluarga. Di balik alasan itu, Nadia tahu bahwa ada sesuatu yang lebih besar, lebih misterius: keberadaan Raka yang tidak jelas.Saat ia mencoba mengatur napas, pikirannya beralih ke pekerjaannya. Karier yang baru saja ia bangun dari nol, yang ia perjuangkan setelah menikah dengan Raka. "Apakah aku siap mengorbankannya?" Nadia bergumam lirih, merasa cemas. Di satu sisi, ia tahu bahwa hatinya tidak akan pernah tenang sebelum ia menemukan suaminya, tetapi di sisi lain, pekerjaannya di sini adalah fondasi yang menopang hidupnya selama Raka tak ada.Perasaan ini begitu mengganggu, seolah-olah ia berdiri di tepi jurang, har

  • Hidden Truths of My Husband   61.

    Nadia duduk di meja kantornya, pandangan matanya terfokus pada layar komputer, namun pikirannya melayang jauh dari ruang kerjanya. Setiap kata yang muncul di layar terlihat kabur, tertutup oleh pertanyaan yang berputar-putar di kepalanya sejak Zaki menyampaikan saran itu.“Mungkin Raka tidak benar-benar menghilang. Mungkin dia sedang mencari sesuatu.”Kata-kata Zaki berulang kali menggema di benaknya, menelusup jauh ke dalam relung hatinya yang penuh kekhawatiran. Apa mungkin Raka benar-benar sedang menyembunyikan sesuatu? Apakah ini bukan kali pertama ia merahasiakan sesuatu darinya? Pikiran itu semakin menekan perasaannya, membuat Nadia sulit untuk fokus pada pekerjaannya.“Kenapa aku tidak pernah melihat tanda-tandanya?” bisiknya dalam hati. Sebagai seorang istri, seharusnya dia bisa merasakan setiap perubahan kecil pada suaminya. Namun selama ini, ia terlalu sibuk berjuang dengan ekspektasi keluarganya dan tekanan hidup yang terus menghimpit.Nafasnya terasa berat, dan tanpa sadar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status