Share

Bab 212

Author: Bhay Hamid
last update Last Updated: 2025-05-28 15:23:58

Embun belum benar-benar menguap dari rerumputan ketika palu besar masih terdengar bertalu-talu di perbatasan Desa Kali Bening dan Desa Anggur. Bangunan raksasa dari batu kapur dan kayu ulin itu berdiri setengah jadi, tapi bentuknya sudah cukup membuat siapapun terdiam. Bukan lagi sekadar balai desa—melainkan sebuah istana tanpa mahkota.

Balai Desa Giri Amerta, kini disebut Balai Kota, telah diperluas dengan sayap-sayap bangunan tambahan. Pilar-pilar tinggi menopang atap bersusun tiga, dan di tengah halaman berdiri kolam air mancur dari batu hitam, memantulkan cahaya pagi.

Di dalamnya, orang-orang lalu-lalang. Juru tulis membentangkan gulungan naskah, prajurit patroli bersiaga di pintu gerbang, dan para utusan dari kedua desa menunggu giliran menghadap.

Lukma (juru tulis): “Tuan Raka, laporan dari Pasar Hulu dan Pasar Selatan sudah masuk. Tapi surat dari Desa Anggur belum ditandatangani Cakra.”

Raka (membaca cepat): “Tunggu di meja rapat. Jangan kirim utusan lagi sebelum waktunya. Cakr
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 215

    Angin pagi dari barat membawa kabar besar ke Desa Kali Bening.“Enam utusan dari Negeri Amer dan Negeri Pesit sudah memasuki wilayah perbatasan timur laut, Tuan Raka,” lapor Dargo di beranda balai desa. “Mereka membawa bendera perdamaian, lengkap dengan seserahan diplomatik.”Raka menutup gulungan bambu yang tadi ia baca. “Akhirnya mereka datang juga.”Andini, yang sedari tadi menata bunga kenanga di vas tanah liat, menoleh dengan tenang. “Kanda sudah menebak ini akan terjadi, bukan?”Raka tersenyum tipis. “Giri Amerta bersinar terlalu terang untuk diabaikan. Negeri yang jauh pun mulai melirik.”‘Benar tuan di Pelabuhan teluk penyu kini sudah banyak pedagang dari negeri tersebut.” Dan pasar kita di teluk penyu juga sudah ramai.”Raka mengangguk puas akan perkembangan desa kali bening dan giri amerta, karena hanya dalam waktu lima tahun des aini berkembang menjadi kota kecil.Balai Desa Kali Bening hari itu disulap jadi ruang diplomasi. Tikar rotan terbaik digelar, meja kayu damar yang

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 214

    Langit pagi masih mengambang abu-abu saat kabar dari gerbang desa sampai ke meja Raka.“Lurah desa petir mengirim utusan, tuan Raka. Ia gelisah,” ujar Goro, kepala urusan keamanan Giri Amerta, sambil meletakkan gulungan surat bertanda lilin merah. “Katanya, ada gerakan janggal dari pihak Kadipaten Kemusuk dan Lurah Anom.”Raka membuka gulungan itu. Tulisannya rapi, tetapi jelas terburu-buru. Ia membaca pelan.‘Kami tak ingin ikut dalam perseteruan, namun gerak-gerik Aryo dan Lurah Anom mulai mengganggu ketenteraman warga kami. Harap bijak menyikapinya. Hormat kami, Lurah Petir.’Raka menghela napas panjang. “Petir tak bersalah. Tapi jika Aryo dan Anom terus mengipasi api, maka percikan bara akan menjalar ke mana-mana.”Aina, yang ikut duduk di sudut balai rapat, menimpali pelan, “Kanda tahu ini bukan lagi soal dua desa. Tapi soal pengaruh.”“Benar,” jawab Raka. “Dan pengaruh yang tak dikawal dengan baik, akan jadi alasan untuk dijatuhkan.”“Sepertinya anom dan aryo sudah merencanakan

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 213

    Di atas bukit kecil yang menghadap ke lembah, Lurah Anom berdiri termenung. Dari kejauhan, ia memandang Kota Kecil Giri Amerta yang baru diresmikan. Asap dari pabrik arang dan dapur umum mengepul perlahan. Suara derap roda pedati, cuit burung, dan sorak anak-anak kecil terdengar samar.Lurah Anom menggigit bibirnya. Wajahnya tampak tegang. "Tak masuk akal," gumamnya. "Dua desa yang dulunya hanya sekumpulan tanah basah dan alang-alang, kini telah menjelma menjadi kota? Sementara desaku... masih begitu-begitu saja."Di belakangnya, seorang pembantunya, Sema, menyahut pelan, "Maaf, Lurah. Tapi mereka bekerja siang malam, anak-anak muda di sana pun ikut gotong royong. Rakyat mereka memang... berbeda."Anom menoleh cepat. "Berbeda? Apa kau bilang? Mereka manusia, sama seperti kita! Yang membedakan hanyalah siapa yang memimpin mereka!"Sema tak menjawab. Ia tahu bila Lurah Anom sudah marah, lebih baik diam daripada memperkeruh suasana.Beberapa hari kemudian, Anom datang ke Ibu Kota Keraja

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 212

    Embun belum benar-benar menguap dari rerumputan ketika palu besar masih terdengar bertalu-talu di perbatasan Desa Kali Bening dan Desa Anggur. Bangunan raksasa dari batu kapur dan kayu ulin itu berdiri setengah jadi, tapi bentuknya sudah cukup membuat siapapun terdiam. Bukan lagi sekadar balai desa—melainkan sebuah istana tanpa mahkota.Balai Desa Giri Amerta, kini disebut Balai Kota, telah diperluas dengan sayap-sayap bangunan tambahan. Pilar-pilar tinggi menopang atap bersusun tiga, dan di tengah halaman berdiri kolam air mancur dari batu hitam, memantulkan cahaya pagi.Di dalamnya, orang-orang lalu-lalang. Juru tulis membentangkan gulungan naskah, prajurit patroli bersiaga di pintu gerbang, dan para utusan dari kedua desa menunggu giliran menghadap.Lukma (juru tulis): “Tuan Raka, laporan dari Pasar Hulu dan Pasar Selatan sudah masuk. Tapi surat dari Desa Anggur belum ditandatangani Cakra.”Raka (membaca cepat): “Tunggu di meja rapat. Jangan kirim utusan lagi sebelum waktunya. Cakr

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 211

    Mentari pagi menyusup malu-malu di balik kabut tipis yang menggantung di atas Desa Kali Bening. Angin dari arah laut membawa harum garam dan rempah yang menempel di layar-layar kapal yang bersandar di Pelabuhan Teluk Penyu. Hari itu, hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba.Di tengah alun-alun baru yang kini berdiri gagah, sebuah bangunan besar dari batu kali dan kayu jati menjulang Balai Kota Giri Amerta. Penduduk mulai berkumpul. Anak-anak berlarian di sekitar taman, para perempuan membawa anyaman dan bunga, sementara para lelaki tampak mengenakan pakaian terbaik mereka.Raka berdiri di hadapan podium kayu berukir, diapit oleh para tetua, pengrajin, pedagang, dan panglima-panglima muda. Jubah hitam bersulam benang emasnya berkibar ringan, dan sorot matanya memancarkan kebanggaan yang tak tersembunyikan.Ia mengangkat tangan, memanggil hening.Raka: “Wahai rakyat Giri Amerta… dari Kali Bening kita berangkat, dan kini, kita berdiri sebagai satu kota yang hidup! Hari ini, Balai Kota Gi

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 210

    Kabut pagi mengambang ringan di atas sawah luas Desa Kali Bening. Gemericik air irigasi yang ditata rapi menyatu dengan dentingan palu para pandai besi dan celoteh para petani yang menata hasil panen. Jalan-jalan tanah kini berubah menjadi jalur batu lempeng yang dilalui pedati dan kereta kayu penuh muatan dari arah pelabuhan Teluk Penyu.Di tengah pasar baru yang selalu ramai sejak matahari muncul, para saudagar dari berbagai penjuru berdatangan. Mereka tak hanya membawa barang, tapi juga membawa kabar Kali Bening dan Desa Anggur kini menjadi pusat ekonomi baru di wilayah timur Kerajaan Surya Manggala.Bahkan pusat desa kini sudah menjadi kota baru giri amerta, karena pesatnya Pembangunan dan perdagangan yang ramai dan ketertiban yang tercipta membuat wilayah kali bening kini menjadi sebuah kota kecil yang maju dan berkembang.Pertumbuhan yang MelonjakDi bale uCakra pasar, dua tokoh penting tengah berdiskusi serius Kades Cakra dari Desa Anggur, dan Goro, penasihat kepercayaan Raka.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status