Share

Bab 306

Penulis: Bhay Hamid
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-21 04:51:05

Kekalahan di Desa Petir adalah bencana bagi Aryo. Pasukannya yang tersisa melarikan diri tak tentu arah, terdesak hingga tepi Safana Rawa Bening.

Patih Tomi: (Memimpin kavaleri Giri Amerta, berteriak lantang) "Jangan biarkan mereka berkumpul kembali! Kejar hingga ke perbatasan! Tunjukkan pada mereka bahwa Giri Amerta tidak memberi ampun kepada pengkhianat!"

Kavaleri Giri Amerta yang dipimpin Patih Tomi bergerak cepat, membersihkan sisa-sisa pasukan Surya Manggala yang ketakutan. Aryo sendiri lolos dari kejaran utama, memanfaatkan sisa tenaga kudanya yang lelah dan luka yang ia dapatkan dari duelnya dengan Cakra.

Patih Tomi (Dalam Hati): "Aryo pasti tidak jauh. Dia terluka. Kita harus menemukan bajingan itu sebelum dia kabur kembali ke Kemusuk!"

**

Raka tidak menunggu. Ia menanggalkan jubah dukanya dan mengenakan zirah tipis, melompat ke atas punggung kuda putihnya. Pedang di pinggangnya adalah pedang yang sama yang ia gunakan saat memimpin perang di Desa Petir.

Panglima Wirantaka: "Pa
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 307

    Tepat saat pedang Raka hampir menghujam Aryo, sebuah anak panah melesat cepat dari balik pepohonan. Anak panah itu menghantam zirah Raka di bahu, menghasilkan bunyi klenting yang tajam, cukup untuk mengalihkan konsentrasi Raka dan membuat ujung pedangnya meleset.Raka: (Meringis kesakitan, menarik pedangnya dari tanah. Ia memegang bahunya yang kini terasa perih. Matanya menyapu hutan) "Siapa di sana?! Keluarlah!"Aryo, yang sedetik lagi akan mati, memanfaatkan kesempatan ini. Darah Aryo yang sudah dingin kembali terpompa oleh harapan baru.**Dari balik semak, muncul seorang pria dengan zirah gelap, memegang busur. Dia adalah Jenderal Harut, seorang Jenderal yang memimpin bagian dari pasukan Surya Manggala dan dikenal loyal kepada Aryo.Jenderal Harut segera berlari ke arah Aryo dan memapahnya.Aryo: (Terengah-engah, tubuhnya gemetar) "Kau datang tepat waktu, Harut! Aku hampir mati di tangan iblis ini!"Jenderal Harut: "Tenang, Patih. Tugas hamba adalah melindungi Paduka. Mundurlah se

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 306

    Kekalahan di Desa Petir adalah bencana bagi Aryo. Pasukannya yang tersisa melarikan diri tak tentu arah, terdesak hingga tepi Safana Rawa Bening.Patih Tomi: (Memimpin kavaleri Giri Amerta, berteriak lantang) "Jangan biarkan mereka berkumpul kembali! Kejar hingga ke perbatasan! Tunjukkan pada mereka bahwa Giri Amerta tidak memberi ampun kepada pengkhianat!"Kavaleri Giri Amerta yang dipimpin Patih Tomi bergerak cepat, membersihkan sisa-sisa pasukan Surya Manggala yang ketakutan. Aryo sendiri lolos dari kejaran utama, memanfaatkan sisa tenaga kudanya yang lelah dan luka yang ia dapatkan dari duelnya dengan Cakra.Patih Tomi (Dalam Hati): "Aryo pasti tidak jauh. Dia terluka. Kita harus menemukan bajingan itu sebelum dia kabur kembali ke Kemusuk!"**Raka tidak menunggu. Ia menanggalkan jubah dukanya dan mengenakan zirah tipis, melompat ke atas punggung kuda putihnya. Pedang di pinggangnya adalah pedang yang sama yang ia gunakan saat memimpin perang di Desa Petir.Panglima Wirantaka: "Pa

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 305

    Di tengah kekacauan pelarian, Cakra melihat sosok yang paling ia benci: Patih Aryo, yang sedang menunggang kuda tercepatnya, berusaha kabur. Aryo tidak hanya memimpin penyerangan, ia juga merupakan sumber intrik dan ancaman yang tak berkesudahan bagi Giri Amerta.Cakra, yang jiwanya membara oleh kesetiaan dan kemarahan, segera menaiki kudanya, mengabaikan usianya dan kelelahan pertempuran.Cakra: (Berteriak melengking, suaranya pecah namun penuh amarah) "Bajingan Aryo, Jangan Lari! Kau yang memulai kekacauan ini, kau harus bertanggung jawab! Hadapi aku, pengecut!"Aryo menoleh ke belakang, melihat Cakra yang mengejarnya sendirian. Ia tahu Cakra adalah pahlawan tua Giri Amerta, dan membunuhnya akan menjadi kemenangan simbolis di tengah kekalahan memalukan. Aryo mendorong kudanya lebih cepat, menolak berduel, karena ia tahu tujuannya adalah melarikan diri hidup-hidup.Aryo (Dalam hati): "Aku tidak punya waktu untuk berduel dengan veteran tua ini! Aku harus lolos! Kekalahan ini... ini me

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 304

    Rentetan meriam dari pasukan Surya Manggala dan Negeri Angin mengawali pertempuran. Bola-bola besi menghantam lapisan terluar Benteng Petir dengan suara yang memekakkan telinga.Patih Aryo (Berteriak penuh kemenangan dari kemahnya): "Serang terus! Tembak hingga tembok itu runtuh! Hancurkan pertahanan mereka!"Lapisan dinding pertama, yang sengaja dibuat lebih tipis sebagai umpan dan penyerap kejut, segera ambruk. Debu beterbangan, dan sorak-sorai kemenangan terdengar dari kubu Aryo.Panglima Wirantaka: (Melirik Raka, wajahnya sedikit pucat) "Lapisan pertama runtuh, Paduka! Musuh mengira kita lemah!"Raka: (Sangat tenang, mengawasi dengan teropong) "Biarkan mereka bergembira sesaat, Wirantaka. Lapisan pertama telah menjalankan tugasnya. Itu hanya kulit luar. Inti kita masih utuh. Beri sinyal kepada operator meriam. Sekarang giliran kita menunjukkan kepada mereka apa arti peperangan yang sesungguhnya!"Di balik lapisan kedua benteng yang kokoh, para prajurit Giri Amerta bersiap. Meskipu

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 303

    Benteng Petir kini bukan hanya diisi oleh prajurit Giri Amerta, tetapi juga oleh kontingen sekutu yang datang dari kejauhan. Pasukan Negeri Pasir, yang terkenal dengan ketahanan dan keahlian bertarung di medan kering, telah tiba untuk membantu.Di lapangan benteng, Raka berbicara kepada pasukan gabungan tersebut.Raka: "Dengarkan aku, para pejuang Giri Amerta dan saudara-saudara kami dari Negeri Pasir! Musuh kita, Patih Aryo, mengira kita lemah karena duka yang baru melanda. Dia mengira dengan membawa bala bantuan, dia bisa menghancurkan kita!"Kepala Suku Pasir, Malik: (Berdiri di samping Raka) "Dia salah, Rajasa! Rakyat Negeri Pasir menghargai sekutu sejati. Kami mendengar kabar kemakmuran Giri Amerta dan keadilan Rajasa. Kami datang bukan karena paksaan, melainkan karena kami percaya pada kebenaran perjuangan kalian! Kami akan berdiri di samping kalian, di antara Kemusuk dan Petir, hingga tetes darah terakhir!"Seruan persatuan menggema. Rakyat desa sekitar juga ikut membantu, memb

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 302

    Meskipun para penasihat memohon Raka untuk tetap berada di ibu kota demi keselamatan dan moral, Sang Rajasa menolak. Ia tahu, di saat duka dan ancaman ganda, kehadirannya di garis depan adalah simbol tak tergantikan.Di hadapan ribuan prajurit dan sukarelawan rakyat yang siap berangkat, Raka berpidato dengan suara lantang.Raka: "Warga Giri Amerta, kita baru saja kehilangan Ratu Andini, dan kini musuh mengira duka kita adalah kelemahan kita! Mereka datang dari Kemusuk, dipimpin oleh Patih Aryo yang tamak, ingin merampas kemakmuran yang telah kita bangun!"Raka: "Mereka berpikir, kami para pemimpin akan bersembunyi di balik tembok istana! Mereka salah besar! Benteng Petir adalah benteng pertama kita, dan aku, Raka, Rajasa kalian, akan berdiri di sana! Aku tidak akan menyuruh kalian bertempur; aku akan bertempur bersama kalian!"Sorakan prajurit dan rakyat memecahkan keheningan pagi. Raka, dengan baju besi khasnya, memimpin barisan terdepan, didampingi oleh Panglima Wirantaka. Rakyat ya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status