Share

Bab 3

Penulis: Jane Stanley
Aku tak akan lupa suara dingin Dennis yang terdengar dari luar ruang rawat saat itu.

“Lebih baik begitu, lagipula dia juga nggak seharusnya ada.”

Sejak hari itu, kami seolah mencapai kesepakatan dalam diam.

Dia melanjutkan hidupnya sebagai seorang buaya darat.

Asal keluargaku masih bertahan, itu sudah cukup.

Dennis bisa menjalin hubungan tanpa menikah, asalkan… tidak ada yang hamil.

Sekarang, dia yang lebih dulu mengingkari janji.

Keluargaku sudah menjadi cangkang kosong sejak orang tuaku meninggal.

Jadi, aku juga tak perlu memaksakan hubungan dengan Dennis lagi.

Aku bersandar di jendela mobil, napasku terengah-engah dan terasa panas.

Aku melihatnya menenangkan Rani, lalu kembali lagi ke depanku.

Dia membuka pintu mobil, melingkari tanganku di lehernya dan menggendongku ke UGD.

Di balik bahunya, aku melihat Rani mendengus dingin dan menatapku dengan jijik.

Saat Dennis berjalan melewatinya, Rani mencoba meraih ujung pakaiannya, tapi tak berhasil.

Dennis melangkah cepat. Bahkan pemahat terbaik pun tak bisa menandingi wajahnya yang tampan dan serius itu.

Dia selalu memberikan ilusi, tak peduli berapa lama dia berkeliaran, akhirnya akan kembali padaku.

Namun kali ini, aku menggelengkan kepala dan menyadarkan diri lebih dulu.

“Dennis, kita cerai saja.”

Langkahnya terhenti, tapi matanya tak menoleh ke arahku.

“Ya?”

“Cerai, boleh?”

Ekspresi di wajahnya tampak rumit, dari muram menjadi bingung, hingga akhirnya hanya tersisa tawa pelan.

“Nggak mau tunggu sebentar lagi? Siapa tahu beberapa tahun lagi….”

Dia melirikku dan senyumannya penuh ejekan.

“Aku bakal sadar dan berubah?”

Aku juga tersenyum, mataku terasa panas, mungkin demamnya semakin tinggi.

“Bagaimana dong? Sudah bosan, nggak ada perasaan baru lagi, lebih baik kita jadi saudara angkat saja,” ujarku.

Seketika, raut wajah Dennis menegang, dia menggertakkan gigi sekuat mungkin, hingga otot-otot di wajahnya menegang.

“Masih nggak cukup perasaan barunya?” tanya Dennis.

Pandangan mataku sudah kabur karena genangan air mata, tapi aku tetap berusaha tersenyum.

“Kita memang tak seharusnya menikah, seperti yang kamu bilang dulu,” ujarku.

“Rina? Lebih baik aku menjadi saudara angkat dengan dia!”

Tentu saja Dennis tak ingin menjadi saudara angkat denganku.

Keluargaku sudah banyak mendapat bantuan dari keluarga Dennis selama sepuluh tahun terakhir.

Kami sudah menjadi beban.

Jadi, ketika berita perceraian kami menyebar, seluruh keluarga Dennis tampaknya pun menghela napas lega.

Aku menandatangani perjanjian cerai dengan demam tinggi yang tak kunjung turun, lalu pingsan selama dua hari.

Saat sadar, kulihat surat itu sudah ditandatangani oleh Dennis.

Aku sempat terdiam sejenak, lalu merasa kosong bercampur rasa bersalah.

Surat cerai itu jelas tak bisa disebut jujur, apalagi berjiwa besar.

Selama ini, aku selalu membantu menyingkirkan para mantannya dan setiap kali selesai, aku bakal menerima transfer uang darinya.

Uang itu selalu kusimpan dan kini, dalam pembagian harta, aku tetap menyiapkan jalan keluar untuk diriku sendiri.

Orang secerdas dia pasti bisa menyadari ketamakanku.

Namun, dia tetap menandatanganinya tanpa ragu.

Hal itu membuatku sedih cukup lama. Mungkin dia sudah lama menungguku untuk mengucapkan kata cerai.

Baginya, mengeluarkan uang untuk menyingkirkan masalah jauh lebih baik daripada terikat lagi denganku sepuluh tahun ke depan.

Setelah suhu tubuhku kembali normal, aku yang masih lemah mulai berkemas.

Sepuluh tahun yang terasa panjang itu ternyata hanya terisi dalam dua koper kecil.

Aku menuruni tangga, pelayan dan sopir memandangiku dari dalam dan luar rumah.

“Nyo… Nona Rina, perlukah kami mengabari Pak Dennis kalau kamu mau pergi?”

Aku menggeleng dan menjawab, “Nggak perlu.”

Jadi, tak ada yang mengucapkan selamat tinggal dan tak ada juga yang maju untuk menghentikan.

Mereka hanya terdiam sebentar, lalu kembali sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Seketika, aku merasa hampa. Bahkan mereka pun sudah menyadari bahwa diriku hanya seorang tamu.

Saat taksi yang kupesan keluar dari rumah Dennis, aku tidak menoleh ke belakang.

Kenangan yang dimulai sejak masa kecil, akhirnya berakhir di saat ini.

Sopir bertanya dalam keheningan, “Butuh tisu?”

Barulah aku sadar bahwa wajahku sudah penuh air mata.

Padahal, seharusnya aku merasa lega.

Namun, burung yang terlalu lama terkurung dalam sangkar, saat tiba-tiba dilepaskan, tetap akan merasa asing.

Dari rumah Dennis menuju bandara, aku menukar boarding pass dan sekaligus menukar kartu lamaku.

Begitu masuk pesawat, aku langsung terlelap.

Beberapa hari ini, aku seperti dilanda kantuk yang tak ada habisnya.

Merasa kehilangan arah, aku hanya ingin larut dalam mimpi dan diam-diam mengobati luka perasaan ini.

Belasan jam kemudian, akhirnya aku mendarat di negeri seberang.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hilang Selamanya Dari Hatiku   Bab 10

    Sesekali berjalan bersama rekan, salah satu dari mereka akan merangkulku sambil memperkenalkanku pada yang lain.“Mantan Nyonya Dennis, cih… aku rasa kamu lebih mirip sekretarisnya.”Aku tersenyum canggung, “Kenapa begitu?”“Pertama kali aku lihat ada istri sah yang menyarankan selingkuhan untuk minta kompensasi lebih, benar-benar bijak sekali.”Dua gadis itu tertawa kecil.Hatiku terasa tenang. Pertemuan kali ini akhirnya tidak lagi membuat mata berkaca-kaca.Namun, tetap ada rasa kosong yang tersisa.Gadis bernama Rani itu benar-benar kasihan.Saat aku pergi mengambil kopi pesananku, sebuah suara memanggilku.Kursi rodanya perlahan mendekat dan aku menatap mata Dennis.Cuaca mulai panas, kancing kerah bajunya terbuka, tapi kedua kakinya tetap tertutup selimut tipis.Mungkin karena menyadari tatapanku, dia agak panik dan cepat-cepat merapikan selimutnya.“Sejak galerimu dibuka, aku belum sempat mampir….”Dennis tampak berusaha keras mencari alasan atau mungkin sudah menyiapkan alasan

  • Hilang Selamanya Dari Hatiku   Bab 9

    Sejak kecil, sepertinya aku selalu ada sebagai pelengkap bagi Risma, seperti bayangannya yang tidak begitu rapi.Menghindari pandangannya, aku meraih selimutnya untuk menutupi sudut yang terbuka.Namun, tiba-tiba tanganku membeku di tempat, bagian selimut yang jatuh itu membuat hatiku kosong.Dennis malah tersenyum.“Sekarang kamu sudah nggak punya alasan untuk memberontak lagi.”Tiba-tiba, aku menatapnya dan darahku seolah mengalir terbalik.“Dennis! Kamu sudah gila? Masih ada Rani di dalam mobil, kenapa kamu mengendarai secepat itu?”Tangan Dennis yang tadi di atas selimut agak bergetar.Dia tersenyum tipis, tapi senyuman itu tidak lagi menyiratkan kelegaan.“Sekilas, aku sempat mengira dia itu kamu….”…Hari itu, Dennis pergi untuk bernegosiasi dengan Rani.Setengah bulan penuh kekacauan, Dennis hampir gila karena tersiksa oleh iblis dalam hatinya sendiri.Tentu saja dia tahu orang tuanya ingin agar anak itu tetap ada, meski itu anak tidak sah.Dia berdiri lama di depan pintu, berus

  • Hilang Selamanya Dari Hatiku   Bab 8

    Malam itu, saat dia pulang, sudah tengah malam. Seluruh tubuhnya masih bercampur bau parfum dan alkohol.Saat aku dengan hati-hati menyerahkan proposal investasi yang diminta ayahku, tatapan jijiknya seperti binatang buas yang siap menelanku hidup-hidup.Bagaimana aku terhempas ke sofa, bagaimana bajuku tersobek dari tubuh…Semuanya hanya tersisa kepingan-kepingan ingatan yang kabur.Gigitan liar, isak tertahan penuh rasa sakit, itulah mimpi burukku sepanjang malam.Yang membuatnya tersadar adalah darah yang terus mengucur tanpa henti, yang membasahi karpet.Sejak tahu aku hamil dan anak itu menghilang, semua hanya berlangsung setengah hari saja.“Aku mendengar jelas apa yang dokter bilang tadi, meski kamu memaksa dia untuk memberikan keterangan berbeda padaku.”Ujarku sambil melihat sorot mata rumitnya, tiba-tiba aku tak ingin melanjutkan lagi.“Dennis, mungkin kita pernah saling mencintai dulu…”“Tapi, waktu kita untuk saling mencintai sudah terlewatkan. Kini yang tersisa hanyalah ke

  • Hilang Selamanya Dari Hatiku   Bab 7

    “Aku selalu menyebut mereka mantanmu, meskipun mereka muncul saat pernikahan kita masih berjalan.”“Tapi, tak satu pun dari mereka yang benar-benar jadi perusak pernikahan ini. Dari awal sampai akhir, yang perlahan menghancurkan aku hanyalah dirimu.”Mereka semua hanyalah tamu singgahan, datang dan pergi secepat aliran air.Dulu, aku kira mereka setidaknya lebih baik dariku dan mungkin akan meninggalkan sedikit jejak di hati Dennis.Namun, saat melihat tatapan mata Dennis yang semakin kosong, tiba-tiba aku malah merasa kasihan pada mereka.“Kamu sudah lupa?”“Yang ini, kamu cukup menyukainya. Kalian bersama setahun lebih. Dia bahkan mengenakan gaun pengantin untuk memohonmu kembali.”“Lalu yang satu ini, karena ketahuan oleh orang tuaku, mereka sempat pergi menanyaimu. Kamu sampai memutus beberapa pinjaman bank keluargaku demi dia.”Mungkin karena selama sepuluh tahun ini, aku sudah terlalu sering mendengar berbagai tuntutan tak masuk akal dari orang tuaku.Jadi, ketika menyebut mereka

  • Hilang Selamanya Dari Hatiku   Bab 6

    Perasaan asing yang terpendam di hatiku kembali muncul, perlahan aku mendongak menatapnya.“Sebenarnya Risma tahu semuanya.”“Tahu betapa aku menyukaimu waktu itu.”“Masih ingat pameran pribadiku yang pertama? Yang akhirnya tak berbuah apa-apa itu? Seluruh galeri kala itu penuh dengan lukisan dirimu.”Senyuman getir terlukis di bibirku, “Karena takut kakak sedih, aku bahkan diam-diam menggantung beberapa lukisan dirinya.”“Sebagai hadiah untuk peringatan pacaran satu tahun kalian.”Aku mempersiapkannya selama tiga bulan penuh dan dengan penuh kehati-hatian meletakkan tiket masuk pameran itu di laci kakak.Saat turun, aku langsung disambut dengan suasana gembira.Keesokan harinya adalah hari pertunangan mereka.…Bahasa kuas tidak akan berbohong.Risma pasti sudah melihat kanvas yang diam-diam kututupi dengan kain putih.Dia bisa melihat perasaan cinta yang tidak bisa kuceritakan saat aku melukis Dennis.Sekarang semuanya terungkap, akhirnya aku bisa melihat masa lalu dengan sudut panda

  • Hilang Selamanya Dari Hatiku   Bab 5

    Dennis tersadar kembali dan menarik kembali tangannya.Dengan kesal, dia melambaikan tangan, “Pergilah, sesuai permintaanmu, cari saja asistenku.”Setelah Dennis melambaikan tangan, anak buahnya langsung menarik Jeff keluar.Aku buru-buru maju dua langkah, “Tunggu, apa maksudmu tadi?”Dennis berdiri menghalang di depanku, kedua tangannya mencengkeram bahuku.“Nggak ada, ayo pulang denganku.”Aku berusaha keras melepaskan diri, lalu berlari dan menarik kerah baju Jeff.“Bukannya kamu mau uang? Aku kasih padamu, tapi jelaskan apa yang kamu katakan tadi.”Jantungku berdetak kencang, rasa panik yang belum pernah kurasakan membuat napasku jadi tak beraturan.Jeff sudah melepaskan diri, dengan santai memandang Dennis dari atas bahuku.“Bulan lalu, saat aku menunggu dana investasi darimu, aku seolah sudah mengerti banyak hal.”“Sepuluh tahun, cukup untuk membuktikan bahwa aku memang nggak cocok menjadi pengusaha. Berganti jalur berkali-kali pun tetap berakhir sia-sia.”“Jadi setelah mendengar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status