Share

Bab 2

Author: Jane Stanley
Di hadapanku, piring makan sudah menumpuk seperti gunung kecil, tapi aku malah terpaku menatap pergelangan tangannya yang terlihat dari balik lengan baju.

Itu ikat rambut siapa?

Tiba-tiba, rasa mual menggerogoti perutku membuat selera makanku hilang.

Seorang pria yang rela mengupas udang untukmu belum tentu mencintaimu.

Seorang pria yang selalu ingat hari peringatan pernikahan selama sepuluh tahun pun belum tentu mencintaimu.

Seorang pria yang tidak pernah melepas cincin nikahnya bahkan saat mandi pun belum tentu mencintaimu.

Aku harus berterima kasih pada Dennis. Semua ini adalah pelajaran darinya.

Dua sahabat masa kecil yang tumbuh bersama, bahkan sepadan secara status.

Namun, semua itu menggambarkan Dennis dan Risma, kakakku.

Bahkan saat aku masih belum mengerti apa-apa soal perasaan, aku sudah tahu kalau keluargaku dan keluarga Dennis berencana menjodohkan mereka.

Aku pernah melihat wajah kakakku merona malu saat berkencan dengannya.

Aku juga pernah melihat Dennis yang terkenal arogan, menjadi begitu kalem di depan kakakku.

Jika tidak, bagaimana mungkin aku yang masih lugu, diam-diam menyimpan koleksi piringan hitam yang sengaja kukumpulkan untuk Dennis?

Dalam hubungan segitiga ini, aku hanyalah bayangan kakakku.

Cinta mereka sudah mekar, mana mungkin ada lagi ruang untukku.

Tragedi terjadi saat kakak berusia dua puluh tahun.

Kakakku yang selalu anggun dan pendiam, kabur dari acara pertunangan dan meninggal dalam kecelakaan pesawat.

Bersamaan dengan itu, isi buku hariannya terungkap.

Krisis dan aib keluargaku yang selama ini tertutup rapat kini tak lagi bisa disembunyikan.

Ternyata, sikap malu-malunya juga bisa dipalsukan. Kakakku terpaksa menjadi alat tawar-menawar yang dipertaruhkan orang tuaku.

Di balik perjodohan itu bukan berdasarkan cinta yang sempurna, melainkan ambisi dan kepentingan orang tuaku.

Satu-satunya kesempatan kakak memilih untuk dirinya sendiri, malah berakhir kehilangan nyawa.

Aku pun menjadi tumpuan harapan terakhir keluargaku untuk buru-buru bertunangan dan menikah.

Tujuannya adalah untuk menyelamatkan reputasi keluarga dan mencegah kebangkrutan keluargaku.

Sepanjang proses itu, aku bahkan tidak sempat membedakan apakah yang kurasakan lebih banyak sedih atau bahagia.

Meskipun hanya sebagai pengganti, aku tetap menikah dengan pria yang kucintai sejak masa remajaku.

Namun, saat kami bertukar cincin, hanya aku yang merasakan jantung berdebar.

Bahkan saat momen mencium pengantin wanita, Dennis hanya menyentuh bibirku sekilas dan meninggalkan satu kalimat yang masih membekas sampai sekarang.

“Kalau nggak mau, kenapa harus memaksakan diri?”

Saat itu, kami sepakat untuk menjalani pernikahan ini demi kepentingan masing-masing.

Namun, dalam sepuluh tahun pernikahan, rupanya aku yang salah.

Dia memang melakukan semuanya untukku, tapi tetap saja tidak pernah mencintaiku.

Saat pesta berakhir, hari sudah tengah malam.

Entah karena mabuk atau memang pusing, aku pun tertidur pulas di mobil.

Samar-samar, aku mendengar Dennis menelepon dengan pengeras suara dan menggoda pacarnya yang baru.

Rayuannya terus berulang-ulang.

Dia tak bosan mengucapkannya, tapi aku sudah muak mendengarnya.

Di sela obrolannya, aku merasa dia sempat menyentuh keningku.

Tiba-tiba, dia mengerem mobil mendadak dan mengumpat,

“Sial, kenapa nggak bilang kalau kamu demam?”

Teleponnya langsung dimatikan. Dia tampak panik, mengambil jaket untuk menyelimutiku.

Samar-samar, aku mendengar dia memanggil nama panggilanku, “Nana.”

Mungkin berhalusinasi karena demam tinggi, aku pun mengangkat sudut bibirku dan tersenyum getir.

Dennis selalu memanggilku dengan nama lengkap, seolah takut kalau kurang satu kata saja, aku bakal merasa kalau dirikulah yang ingin dia nikahi awalnya.

Orang yang sedang sakit mungkin lebih lemah, tapi juga lebih sadar.

Tiba-tiba, aku merasa sangat capek, capek menghadapinya, capek dengan perasaan yang tak pernah dibalas.

Mobil kembali melaju, kecepatannya membuatku sulit membedakan antara kencang dan lambat.

Dia seolah tak berhenti-henti menerima telepon, “Sebentar lagi, dok. Akan baik-baik saja.”

Atau mungkin aku hanya berhalusinasi.

Sampai akhirnya mobil berhenti lagi.

Aku susah payah mengangkat kepala, melihat dia buru-buru melepas sabun pengaman dan melompat turun.

Lalu berlari ke arah sosok kurus di depan pintu rumah sakit.

Rani dipeluk erat-erat olehnya.

Kata-kata yang sebelumnya terdengar tidak jelas itu akhirnya punya arti yang utuh.

“Tunggu aku, jangan gegabah, aku sampai sebentar lagi. Semuanya akan baik-baik saja, sayang.”

Setiap kata itu diucapkan untuknya.

Dari jarak yang tidak terlalu jauh, aku mendengar Rani menangis sedih.

Aku juga mendengar Dennis menghiburnya dengan lembut.

“Mana mungkin aku membiarkan kamu menyakiti diri sendiri?”

“Sudah sudah, kita nggak putus. Soal anak, kita bicarakan lagi baik-baik.”

Pikiran yang penuh rasa sakit menyeret keluar kenangan yang selama ini kusimpan di lubuk hati terdalam.

Setengah tahun setelah menikah, sebenarnya kami juga pernah punya anak.

Waktu itu, di satu sisi aku hidup penuh kehati-hatian di keluarga Dennis dan di sisi lain juga sibuk bolak-balik mengurusi keluargaku.

Sayangnya, belum sempat aku menyadarinya, janin itu sudah tidak berkembang lagi.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Hilang Selamanya Dari Hatiku   Bab 10

    Sesekali berjalan bersama rekan, salah satu dari mereka akan merangkulku sambil memperkenalkanku pada yang lain.“Mantan Nyonya Dennis, cih… aku rasa kamu lebih mirip sekretarisnya.”Aku tersenyum canggung, “Kenapa begitu?”“Pertama kali aku lihat ada istri sah yang menyarankan selingkuhan untuk minta kompensasi lebih, benar-benar bijak sekali.”Dua gadis itu tertawa kecil.Hatiku terasa tenang. Pertemuan kali ini akhirnya tidak lagi membuat mata berkaca-kaca.Namun, tetap ada rasa kosong yang tersisa.Gadis bernama Rani itu benar-benar kasihan.Saat aku pergi mengambil kopi pesananku, sebuah suara memanggilku.Kursi rodanya perlahan mendekat dan aku menatap mata Dennis.Cuaca mulai panas, kancing kerah bajunya terbuka, tapi kedua kakinya tetap tertutup selimut tipis.Mungkin karena menyadari tatapanku, dia agak panik dan cepat-cepat merapikan selimutnya.“Sejak galerimu dibuka, aku belum sempat mampir….”Dennis tampak berusaha keras mencari alasan atau mungkin sudah menyiapkan alasan

  • Hilang Selamanya Dari Hatiku   Bab 9

    Sejak kecil, sepertinya aku selalu ada sebagai pelengkap bagi Risma, seperti bayangannya yang tidak begitu rapi.Menghindari pandangannya, aku meraih selimutnya untuk menutupi sudut yang terbuka.Namun, tiba-tiba tanganku membeku di tempat, bagian selimut yang jatuh itu membuat hatiku kosong.Dennis malah tersenyum.“Sekarang kamu sudah nggak punya alasan untuk memberontak lagi.”Tiba-tiba, aku menatapnya dan darahku seolah mengalir terbalik.“Dennis! Kamu sudah gila? Masih ada Rani di dalam mobil, kenapa kamu mengendarai secepat itu?”Tangan Dennis yang tadi di atas selimut agak bergetar.Dia tersenyum tipis, tapi senyuman itu tidak lagi menyiratkan kelegaan.“Sekilas, aku sempat mengira dia itu kamu….”…Hari itu, Dennis pergi untuk bernegosiasi dengan Rani.Setengah bulan penuh kekacauan, Dennis hampir gila karena tersiksa oleh iblis dalam hatinya sendiri.Tentu saja dia tahu orang tuanya ingin agar anak itu tetap ada, meski itu anak tidak sah.Dia berdiri lama di depan pintu, berus

  • Hilang Selamanya Dari Hatiku   Bab 8

    Malam itu, saat dia pulang, sudah tengah malam. Seluruh tubuhnya masih bercampur bau parfum dan alkohol.Saat aku dengan hati-hati menyerahkan proposal investasi yang diminta ayahku, tatapan jijiknya seperti binatang buas yang siap menelanku hidup-hidup.Bagaimana aku terhempas ke sofa, bagaimana bajuku tersobek dari tubuh…Semuanya hanya tersisa kepingan-kepingan ingatan yang kabur.Gigitan liar, isak tertahan penuh rasa sakit, itulah mimpi burukku sepanjang malam.Yang membuatnya tersadar adalah darah yang terus mengucur tanpa henti, yang membasahi karpet.Sejak tahu aku hamil dan anak itu menghilang, semua hanya berlangsung setengah hari saja.“Aku mendengar jelas apa yang dokter bilang tadi, meski kamu memaksa dia untuk memberikan keterangan berbeda padaku.”Ujarku sambil melihat sorot mata rumitnya, tiba-tiba aku tak ingin melanjutkan lagi.“Dennis, mungkin kita pernah saling mencintai dulu…”“Tapi, waktu kita untuk saling mencintai sudah terlewatkan. Kini yang tersisa hanyalah ke

  • Hilang Selamanya Dari Hatiku   Bab 7

    “Aku selalu menyebut mereka mantanmu, meskipun mereka muncul saat pernikahan kita masih berjalan.”“Tapi, tak satu pun dari mereka yang benar-benar jadi perusak pernikahan ini. Dari awal sampai akhir, yang perlahan menghancurkan aku hanyalah dirimu.”Mereka semua hanyalah tamu singgahan, datang dan pergi secepat aliran air.Dulu, aku kira mereka setidaknya lebih baik dariku dan mungkin akan meninggalkan sedikit jejak di hati Dennis.Namun, saat melihat tatapan mata Dennis yang semakin kosong, tiba-tiba aku malah merasa kasihan pada mereka.“Kamu sudah lupa?”“Yang ini, kamu cukup menyukainya. Kalian bersama setahun lebih. Dia bahkan mengenakan gaun pengantin untuk memohonmu kembali.”“Lalu yang satu ini, karena ketahuan oleh orang tuaku, mereka sempat pergi menanyaimu. Kamu sampai memutus beberapa pinjaman bank keluargaku demi dia.”Mungkin karena selama sepuluh tahun ini, aku sudah terlalu sering mendengar berbagai tuntutan tak masuk akal dari orang tuaku.Jadi, ketika menyebut mereka

  • Hilang Selamanya Dari Hatiku   Bab 6

    Perasaan asing yang terpendam di hatiku kembali muncul, perlahan aku mendongak menatapnya.“Sebenarnya Risma tahu semuanya.”“Tahu betapa aku menyukaimu waktu itu.”“Masih ingat pameran pribadiku yang pertama? Yang akhirnya tak berbuah apa-apa itu? Seluruh galeri kala itu penuh dengan lukisan dirimu.”Senyuman getir terlukis di bibirku, “Karena takut kakak sedih, aku bahkan diam-diam menggantung beberapa lukisan dirinya.”“Sebagai hadiah untuk peringatan pacaran satu tahun kalian.”Aku mempersiapkannya selama tiga bulan penuh dan dengan penuh kehati-hatian meletakkan tiket masuk pameran itu di laci kakak.Saat turun, aku langsung disambut dengan suasana gembira.Keesokan harinya adalah hari pertunangan mereka.…Bahasa kuas tidak akan berbohong.Risma pasti sudah melihat kanvas yang diam-diam kututupi dengan kain putih.Dia bisa melihat perasaan cinta yang tidak bisa kuceritakan saat aku melukis Dennis.Sekarang semuanya terungkap, akhirnya aku bisa melihat masa lalu dengan sudut panda

  • Hilang Selamanya Dari Hatiku   Bab 5

    Dennis tersadar kembali dan menarik kembali tangannya.Dengan kesal, dia melambaikan tangan, “Pergilah, sesuai permintaanmu, cari saja asistenku.”Setelah Dennis melambaikan tangan, anak buahnya langsung menarik Jeff keluar.Aku buru-buru maju dua langkah, “Tunggu, apa maksudmu tadi?”Dennis berdiri menghalang di depanku, kedua tangannya mencengkeram bahuku.“Nggak ada, ayo pulang denganku.”Aku berusaha keras melepaskan diri, lalu berlari dan menarik kerah baju Jeff.“Bukannya kamu mau uang? Aku kasih padamu, tapi jelaskan apa yang kamu katakan tadi.”Jantungku berdetak kencang, rasa panik yang belum pernah kurasakan membuat napasku jadi tak beraturan.Jeff sudah melepaskan diri, dengan santai memandang Dennis dari atas bahuku.“Bulan lalu, saat aku menunggu dana investasi darimu, aku seolah sudah mengerti banyak hal.”“Sepuluh tahun, cukup untuk membuktikan bahwa aku memang nggak cocok menjadi pengusaha. Berganti jalur berkali-kali pun tetap berakhir sia-sia.”“Jadi setelah mendengar

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status