Begitu ledakan di laboratorium terjadi, Ethan langsung berlari panik ke arah Elowyne yang berada di paling luar dan melindunginya erat-erat dengan tubuhnya. Begitu suara ledakan berhenti, hal pertama yang dia lakukan adalah menggendong Elowyne ke rumah sakit. Dia sama sekali tidak melirik diriku yang terkapar di lantai dengan tubuh bersimbah darah akibat ledakan itu. Gadis kecil yang sudah dia besarkan selama 18 tahun itu telah memenuhi seluruh hatinya. Tidak ada lagi ruang untuk orang lain. Aku dibawa ke rumah sakit oleh rekan kerja dan nyawaku berhasil diselamatkan. Setelah keluar dari ICU, aku menelepon dosen pembimbingku dengan mata bengkak karena terlalu banyak menangis. "Pak Markus, aku sudah pikirkan matang-matang. Aku bersedia ikut Anda melakukan penelitian rahasia. Meski keberangkatannya hanya tinggal sebulan lagi dan lima tahun ke depan aku nggak bisa menghubungi siapa pun, aku tetap nggak keberatan." Sebulan lagi seharusnya adalah hari pernikahan yang sudah lama aku nantikan. Namun sekarang, aku tidak ingin menikah lagi.
View MoreEvelyn's pov
Our marriage was convenient but he reminded me of that everyday till it became my personal mantra. All my life, I had dreamed of a fairytale wedding — a Taylor Charming who loved me, a life where I felt loved. But life isn't a fairytale, and happy endings? They're not real. If they were, I wouldn't be running from my own family. My breath misted in front of me as I sprinted past the water fountain. The summer air in New York shouldn't be this cold, but chills ran down my spine. Each step felt like a countdown. My mind screamed at me that I was making a mistake but I couldn't stay here for another second. Not with them. Not after what they had done. “Evelyn, don't you dare walk away from me!” Micheal yelled behind me but I didn't stop. I couldn't. If I turned around, I would lose whatever pride I had left. “No!” I shouted without looking back. I reached the estate’s gate where two security guards stationed there shifted uncomfortably. me down. “Open it.” I clenched my fists at my side. The guards hesitated for a second before they opened the gate. The second it creaked open, I bolted. Not caring about what danger laid ahead of me outside. It couldn't be worse than the one I had faced back in that mansion. But one thing was certain, I would never return. How did this all start? Well, it began at dinner at the family dinner. The dining room sparkled with a wealth that'll take me years to make. The hall was brightly lit with a golden chandelier even the long, oak table was graciously polished. Plates and glasses clinked; echoing in the grand dining room; and laughter tore through the air – laughter that was meant for me. “You're awfully quiet, Evelyn.” Elizabeth had asked. I looked up from my plate and forced a smile. “I'm just enjoying the meal, mom.” “Well, at least you're good for that. Eating,” her red lips curved into a smile. “Though I suppose it's hard for a lazy woman like you to do anything when the chefs do all the work.” Laughter rippled through the table and my cheeks turned red with embarrassment. ‘You’re used to this, Evelyn. Their insults are nothing.’ I tell myself. There was no point in fighting back. It'll only make things worse. “Look at her, she's so useless.” Elizabeth said before sharing a laugh with the room. “That's enough, mother.” Micheal said, his tone, flat and detached as if those words meant nothing to him. During the time he spoke, his eyes were on Cassie, his childhood sweetheart, who sat next to him. He leaned in and whispered something behind her ear and her bright red lips grew into a smile. My chest tightened and I reached for a glass of water. I felt invisible. I always went around them. I thought I could handle this. I thought I could handle being a Sullivan but I was so dead wrong. The street was darker than I had expected, the light flickering from the street lamps did nothing to comfort me either. It was like I was walking wide-eyed into the valley of the shadow of death. My dress was torn at the slit and the cold air was cruel against my legs. “Where do I go?” I whispered to myself. Suddenly, a loud honk broke through my thoughts. I whipped around and found bright headlights heading my way. “No.” Before I could react, the screech of tires filled the air. Pain shot through my body as it hit the cold pavement and then, everything went dark. When I opened my eyes, the thick smell of antiseptic filled my nostrils. I scanned the unfamiliar room. The walls were stark white. How did I get here? I tried to sit up but a sharp pain shot through my spine and I leaned back in the bed. My body ached in all places I didn't know existed but nothing felt broken. “You're awake.” said a calm, female voice. I turned my head to see a nurse – short, with an oval face and kind green eyes. I squinted at her name tag. Her name was Hannah Truman. “It's nice to see that you're alive.” She smiled as she inched towards my bed. I didn't know this woman but she had the kind of smile that made you feel safe. “Yeah. I guess.” I replied, looking back at the ceiling. Nurse Hannah grabbed the chair at the edge of the bed. “What happened?” “Nothing.” I replied, not looking at her. “Evelyn.” Hannah called in a motherly tone that forced me to look at her. “Yes?” “What happened to you? And you better not say you were drunk. What is a beautiful young lady like you doing outside by Midnight?” “I got lost on my way to a party.” I lied. “And you didn't think to call your husband?” She asked. “Husband?” I was stunned. Then it hit me — the wedding ring on my finger – my prison and second hell. Hannah leaned closer. “Evelyn, is everything alright at home?” I was offended by her question. “This isn't an interrogation room, Nurse Hannah! You don't know me. You don't know my life!” “I know I don't buy Evelyn,” she took my hand and gave it a light squeeze. “I've seen too many women come in here with scars they didn't have to carry. And I can see in your eyes that you're hurting.” I pulled my hand away. “Stay away from my business. I don't need advice from a stranger.” Nurse Hannah sighed and rose to her feet. “I understand but dear, don't run back to whatever it is you're running from. It's not worth your life.” “Go away.” I yelled. Nurse Hannah whipped out a white business card. “Please, if you need anything, feel free to contact me.” “I won't.” She placed the card in my hand and gave me one last look and walked away. As soon as she was gone, I picked up the paper and squeezed it. I laid back in bed, the images from tonight's dinner flickered through my mind and I winced. I was humiliated and laughed at. I was never happy with Sullivan's. Maybe, Nurse Hannah was right. Going back there was not a risk worth taking, was it? “Mrs Sullivan?” I heard a knock followed by an apologetic smile. From the blue scrubs and white coat, I could tell he was a doctor. “Hello, Mrs Sullivan,” the doctor said, walking towards my bed with a clipboard. “We ran some tests while you were unconscious. Everything looks good but...” I noticed the doctor shift uncomfortably and sat up. “Is something wrong, doc?” “You're pregnant.” He said. “Pregnant?” I repeated. “Yes.” Tears pricked my eyes. “I'm pregnant?” “Yes, ma'am,” The doctor smiled. “Congratulations.” I welcomed the congratulations with all my heart. Now, Micheal would love me back."Adam, aku nggak benar-benar berencana mau ketemuan sama dia. Aku ...."Aku tidak ingin Adam salah paham. Namun, sebelum aku selesai bicara, Adam sudah menyela dengan nada kasihan, "Dasar bodoh, kamu tahunya cuma baik sama orang saja. Ketemu sama orang munafik yang cuma tahunya ngomong besar begini, kamu pasti banyak sedihnya, 'kan?""Semuanya sudah berlalu."Ethan memang pandai merangkai kata dan saat itu aku terlalu naif. Apa pun yang dia katakan, aku percaya. Karena itulah aku terjebak begitu lama dalam hubungan itu.Adam memelukku erat, lalu mengecup lembut keningku dengan penuh kasih.Keesokan siangnya, aku menemaninya menemui keluargaku. Seorang perwira muda yang biasanya galak dan semaunya, mendadak berubah total. Sepanjang jalan, dia bersikap sangat hati-hati dan setibanya di rumah, diabegitu sopan dan patuh.Kalau tidak mengenalnya, orang pasti akan mengira dia orang yang sama sekali berbeda.Keluargaku sangat menyukai Adam. Mereka langsung mengajaknya mengobrol hangat. Aku ik
Ethan menatap pria yang baru datang. Ekspresinya berubah tidak percaya lalu menoleh ke arahku.Namun, aku bahkan tidak meliriknya sedikit pun. Mataku hanya tertuju pada Adam, lalu tak kuasa tersenyum. "Bukannya kamu bilang baru bisa pulang dua hari lagi?""Kalau ikut prosedur, memang begitu. Tapi aku terus bujuk mereka. Aku bilang, aku susah payah baru dapat calon istri. Kalau mereka sampai bikin urusanku tertunda dan ganggu rencana pernikahanku, aku janji setiap hari akan nangis di depan kantor mereka."Begitu menghadapku, suara Adam langsung berubah menjadi lembut dan manja. Sulit dipercaya, dia bisa mengambek dengan wajah sedingin itu. Namun, aku tahu dia memang demikian.Di markas dulu, aku sering jadi bahan candaan. Orang-orang bilang, sebelum aku datang, Adam itu dingin dan kaku. Selain kerja, dia tidak peduli pada siapa pun. Namun begitu jatuh cinta, dia malah jadi lebih genit dari siapa pun.Siapa pun yang mengganggunya untuk dekat denganku, dia bisa nekat melakukan apa pun.Ad
Aku menelepon polisi. Tak lama kemudian, dua orang polisi datang dan membawanya pergi.Ethan lalu mengirimiku pesan.[ Aku tahu kamu masih menyimpan perasaan padaku. Hanya saja, lima tahun lalu aku terlalu menyakitimu, jadi kamu enggan menemuiku. Nggak apa-apa, aku akan buktikan ketulusanku padamu! ]Aku membalas.[ Kamu salah. Aku sudah punya pacar. Hubungan kami stabil, sudah bertemu orang tua, dan sedang bersiap untuk bertunangan. Jadi tolong, jangan datang mencariku lagi. ]Yang kukatakan itu adalah kenyataan.Selama lima tahun menjalani penelitian rahasia, aku menjalin hubungan dengan seorang perwira militer yang bertanggung jawab atas keamanan di markas penelitian. Namanya Adam. Kami sudah berpacaran selama tiga tahun.Namun, Ethan tidak percaya.[ Kamu cuma masih marah padaku, makanya sengaja ngomong begitu, 'kan? Kita pacaran sepuluh tahun dan sama-sama adalah cinta pertama. Aku nggak percaya kamu bisa jatuh cinta pada orang lain. ][ Memang dulu aku nggak tahu menghargai, tapi
Ethan akhirnya menyadari bahwa aku benar-benar serius. Hari ini saat aku pergi, aku memang sudah tidak berniat untuk kembali."Yuko ...." Dia memanggil namaku. Karena terlalu panik, suaranya bahkan bergetar. Tapi, apa yang perlu dipanikkan? Aku juga manusia, bisa sedih, bisa kecewa.Saat dia berkali-kali memilih Elowyne dan meninggalkanku, dia seharusnya sudah memikirkan bahwa hari seperti ini akan datang.Aku menutup mata dan bahkan tidak ingin melihatnya.....Penelitian rahasia tidak boleh berkomunikasi dengan dunia luar. Saat aku bertemu lagi dengan Ethan, lima tahun sudah berlalu.Aku pulang dan teman-teman serta keluargaku menyiapkan pesta penyambutan. Banyak orang mengelilingiku dengan penuh semangat dan antusias."Yuko, kamu nggak tahu betapa kacaunya hari pernikahan lima tahun lalu.""Begitu foto dan video itu tersebar di layar, nama baik keluarga Ethan benar-benar hancur. Pasangan nggak tahu malu itu sungguh menjijikkan!""Betul. Ethan juga keterlaluan. Sudah menyakiti kamu,
"Yuko, kamu mau ke mana?""Yu! Ko!" Ethan meneriakkan namaku dengan panik.Di tengah deru dari baling-baling helikopter, aku menunduk dan memandangi tanah di bawah sana. Dia berlari sekuat tenaga untuk mencoba mengejar helikopter, tapi usahanya sia-sia. Tubuhnya tersandung dan terjatuh dengan begitu menyedihkan.Para pendamping pria buru-buru membantunya berdiri, tapi dia malah menepis tangan mereka dan terus berlari di landasan untuk mengejar helikopter dengan panik.Belum pernah seumur hidupku aku melihat Ethan begitu kehilangan kendali hanya untukku.Mungkin tidak juga. Di lima tahun pertama hubungan kami, dia memang sangat memperhatikanku.Waktu aku sampai muntah darah karena harus minum demi membantunya menjalin hubungan dengan klien penting, dia memelukku sambil menangis dengan suara tercekat.Saat perusahaannya sedang dalam masa krusial menuju IPO, aku bergadang berhari-hari melakukan eksperimen demi membantunya, hingga akhirnya pingsan karena kelelahan. Dia panik tak karuan dan
Namun, sebelum aku sempat membuka mulut, Elowyne sudah lebih dulu menempel manja ke tubuh Ethan."Paman, aku tiba-tiba ingat, siang ini ada pertandingan basket yang sudah lama banget aku tunggu-tunggu."Ethan mencubit pipinya sambil tersenyum, "Kenapa kamu nggak bilang dari tadi?"Elowyne manyun, "Baru ingat, kok! Bukan sengaja lupa! Kalau kamu nggak sempat temanin aku, ya nggak apa-apa, aku pergi sendiri saja.""Siapa tahu di sana ada pria tampan yang ngajak kenalan, aku juga nggak rugi. Bisa jadi malah ketemu jodoh sejatiku." Dia langsung berdiri dan bersiap pergi.Ethan panik dan langsung menarik tangannya, lalu menariknya masuk ke dalam pelukan. "Siapa bilang aku nggak temanin kamu?" Lalu, dia menoleh ke arahku dengan wajah serba salah. "Yuko, kamu lihat sendiri ...."Aku menatapnya dengan sinis, "Ke kantor catatan sipil itu cuma bisa berdua. Tapi masa pertandingan basket juga ada hukum yang mewajibkan kamu jadi pendamping Elowyne?"Seketika, wajah Ethan menjadi muram. "Elowyne cum
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments