Short
Di Antara Tangis Anakku dan Diam Suamiku

Di Antara Tangis Anakku dan Diam Suamiku

Oleh:  QuinnTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
8Bab
4Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Setelah dipaksa menukar jantung untuk cinta pertama suamiku, aku mati di koridor rumah sakit swasta yang didirikannya sendiri. Saat menjelang ajal, anak lelakiku yang berusia enam tahun menangis dan memohon padanya tiga kali. Pertama, anakku menggandeng tangan ayahnya dan berkata bahwa aku muntah darah. Ayahnya menyeringai dingin dan berkata, "Kali ini akhirnya ada kemajuan, sampai mengajarkan anak untuk berbohong." Lalu menyuruh pengawal mengusir anakku dari kamar. Kedua, anakku menarik lengan bajunya dan berkata bahwa aku sudah mulai mengoceh tak karuan karena menahan sakit. Ayahnya mengerutkan kening dan berkata, "Bukannya hanya mengganti jantung? Kata dokter, tidak akan mati." Pengawal maju dan kembali menyeret anakku keluar dari kamar. Ketiga, anakku merangkak di lantai, menggenggam erat ujung celananya sambil menangis, berkata bahwa aku sudah tidak sadarkan diri. Ayahnya akhirnya marah, mencekik leher anakku dan melemparkannya keluar dari kamar. "Sudah kukatakan, Kiyano tidak akan mati. Jika kamu masih berani mengganggu istirahat Sheilla, pasti akan kulempar kalian berdua keluar dari rumah sakit." Untuk menyelamatkanku, anakku menggadaikan Kalung Penjaga Umur yang paling berharga kepada perawat. "Bibi, aku tidak ingin panjang umur lagi, aku hanya ingin ibuku hidup." Perawat menerima Kalung Penjaga Umur dan bersiap mengatur kamar terakhir untukku. Namun Sheilla, cinta pertama suamiku, menyuruh orang menggendong anjing peliharaannya dan menghalangi depan kamar, lalu berkata, "Maaf ya nak, ayahmu khawatir aku akan bosan tidak bertemu anjing, kamar ini disediakan untuk anjingku."

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1

Setelah dipaksa menukar jantung untuk cinta pertama suamiku, aku mati di koridor rumah sakit swasta yang didirikannya sendiri.

Saat menjelang ajal, anak lelakiku yang berusia enam tahun menangis dan memohon padanya tiga kali.

Pertama, anakku menggandeng tangan ayahnya dan berkata bahwa aku muntah darah.

Ayahnya menyeringai dingin dan berkata, "Kali ini akhirnya ada kemajuan, sampai mengajarkan anak untuk berbohong."

Lalu menyuruh pengawal mengusir anakku dari kamar.

Kedua, anakku menarik lengan bajunya dan berkata bahwa aku sudah mulai mengoceh tak karuan karena menahan sakit.

Ayahnya mengerutkan kening dan berkata, "Bukannya hanya mengganti jantung? Kata dokter, tidak akan mati."

Pengawal maju dan kembali menyeret anakku keluar dari kamar.

Ketiga, anakku merangkak di lantai, menggenggam erat ujung celananya sambil menangis, berkata bahwa aku sudah tidak sadarkan diri.

Ayahnya akhirnya marah, mencekik leher anakku dan melemparkannya keluar dari kamar.

"Sudah kukatakan, Kiyano tidak akan mati. Jika kamu masih berani mengganggu istirahat Sheilla, pasti akan kulempar kalian berdua keluar dari rumah sakit."

Untuk menyelamatkanku, anakku menggadaikan Kalung Penjaga Umur yang paling berharga kepada perawat.

"Bibi, aku tidak ingin panjang umur lagi, aku hanya ingin ibuku hidup."

Perawat menerima Kalung Penjaga Umur dan bersiap mengatur kamar terakhir untukku.

Namun Sheilla, cinta pertama suamiku, menyuruh orang menggendong anjing peliharaannya dan menghalangi depan kamar, lalu berkata, "Maaf ya Nak, ayahmu khawatir aku akan bosan tidak bertemu anjing, kamar ini disediakan untuk anjingku."

Demi mengosongkan ruang rawat terakhir untuk anjing milik Sheilla Yasmin, tempat tidurku dipindahkan ke koridor.

Saat pintu kamar rawat tertutup.

Anakku masih menggenggam erat Kalung Penjaga Umur yang baru saja dilepaskannya.

Dia mengepalkan tinjunya yang sudah membiru, lalu berkali-kali memukul pintu kamar dengan sekuat tenaga.

"Tante, boleh tidak kembalikan kamar ini untuk ibuku?"

"Tante, Martin mohon, tolong buka pintunya!"

Suara Martin yang masih polos menggema di sepanjang koridor, tapi tetap tak mampu menggoyahkan Sheilla yang sedang asyik bermain dengan anjing di dalam.

Semakin keras tangisan dan teriakan Martin, semakin bersemangat Sheilla mengelus dan bermain dengan anjingnya.

"Anjing sayang, jangan pedulikan makhluk kotor seperti itu."

Suara Martin perlahan serak.

Anak kecil yang dulunya sedikit luka saja saat terjatuh sudah langsung menangis minta dipeluk.

Kini hanya bisa menyeka darah yang merembes dari tangannya dengan ujung baju secara asal.

Dengan mata berlinang, dia berkata penuh kebencian, "Perempuan jahat! Ini kamar rawat yang Martin tukar dengan Kalung Penjaga Umur! Kenapa kamu pakai buat pelihara anjing?!"

"Kamu perempuan jahat!"

Suara Martin semakin serak sampai-sampai tak terdengar jelas, bahkan setiap pertanyaannya terdengar rapuh dan menyayat hati.

Aku terbaring di tempat tidur di koridor, air mataku bercampur darah mengalir tanpa henti.

'Maaf, Martin.'

'Ibu tidak bisa melindungimu, maaf.'

'Maaf.'

Pintu kamar itu tetap tak terbuka.

Martin kembali ke ranjangku dengan langkah linglung, matanya membengkak sampai terlihat menyeramkan.

"Ibu, maaf, Martin tidak berguna, kamar rawatnya direbut oleh orang jahat."

"Ibu, maaf."

Aku bisa merasakan nyawaku perlahan menghilang.

Aku tahu, aku sudah tak punya banyak waktu.

Tapi aku takut membuat Martin ketakutan.

Dengan sisa tenaga terakhir, aku paksa bibirku tersenyum dan berkata dengan suara lemah, "Martin, Ibu agak kedinginan, bisakah kamu ambilkan selimut untuk Ibu?"

Martin tertegun dua detik, lalu buru-buru menyeka air matanya, mengangguk cepat dan berkata, "Baik, Martin ambilin sekarang juga buat Ibu!"

"Ibu, Ibu harus tunggu Martin kembali! Harus tunggu Martin!"

Menatap punggung kecilnya yang semakin menjauh, aku pun perlahan menutup mata.

"Martin, maaf ya, Ibu mungkin nggak sempat nunggu."

Ketika aku membuka mata lagi, aku sudah menjadi arwah yang mengikuti anakku.

Anakku sangat pintar, dia tahu jarak pulang rumah terlalu jauh, jadi saat melihat kamar rawat yang terbuka, dia langsung masuk tanpa ragu.

Di tempat tidur itu terbaring seorang wanita muda.

Suami dari wanita muda itu sedang membetulkan selimutnya dengan hati-hati, tidak melewatkan satu sudut pun.

Di samping, ada seorang anak laki-laki berusia lima tahun, memegang secangkir air hangat sambil manja memanggil ibunya.

Entah kenapa, mata Martin tiba-tiba berkaca-kaca.

Tapi Martin tidak boleh menangis, dia masih harus meminjamkan selimut untuk ibunya.
Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
8 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status