Edric sudah tiba di Cakrawala Hospital. Tanpa bertanya kepada siapapun lagi, dia sudah tau di kamar mana sang opa dirawat. Sudah pasti di kamar khusus untuk keluarga Ellordi yang berada di lantai lima. Edric bergegas masuk ke dalam lift diiringi sorot pandang banyak orang. Siapapun sudah tau kalau dia adalah cucu dari pemilik rumah sakit ini.
Benar saja, di depan pintu kamar yang menjadi tujuan Edric, sudah ramai anggota keluarga. Dominic, Brandon, Janice dan Calvin duduk di kursi yang menempel berjejer di tembok.
"Pa! Om! Tante!" Dia memanggil sambil mempercepat langkahnya. Dominic dan Brandon pun menoleh ke arah datangnya suara.
"Gimana keadaan opa?" Edric langsung to the point.
"Masih belum siuman, Ed. Tapi semua alat vitalnya berfungsi dengan baik dan normal," jawab Dominic. Ada gurat kesedihan di wajah tua sang ayah.
"Apa yang terjadi, Pa? Om?"
"Hanya kelelahan, Ed." Kini Brandon yang menjawab. "Tadi opa da
Hadehh Chrissss
Semua orang yang berada di dalam ruang rawat inap vvip itu mendadak diam. Dominic, Brandon, Janice, Calvin, Zac dan Zoey yang sama sekali tidak terlibat dalam obrolan di dalam tadi terlihat kebingungan dan sedikit shock. Sedangkan Amber, Cha dan Edric, mereka bertiga ibarat disambar petir tak kasat mata. What the hell! Tidak berbeda dengan semua orang, Patricia pun ikut dilanda kebingungan dengan ucapan kakek dari tunangannya tersebut. Apa maksudnya pulang-pulang membawa buah hati?? "Maksud Papa apa? Kita dari tadi nggak ada bahas Edric, Pa. Papa pasti lagi mimpi ya?" Chalondra cepat-cepat meremas telapak tangan Chris dan menatap pria sepuh itu dengan tatapan yang tidak biasa. Remasan kecil yang ia berikan rupanya berhasil ditangkap Chris sebagai sebuah kode. "Ah." Dia berpura-pura memegang kepalanya. Sepertinya opa sudah tidur terlalu lama sampai-sampai mimpinya masih teringat jelas." Fiuhhhhhh! Diam-diam Cha, Amber dan Edric bernapas lega. Ah, Dom,
Edric mengerjap dua kali mendengar kalimat yang dilontarkan Zura. Sorot mata dan juga nada bicara perempuan itu seperti menyiratkan suatu makna yang membuat dada Edric berdebar lebih kencang. Apakah ... gadis itu sudah mengetahui semuanya? Tentang kecelakaan itu? Apa Zura sudah mengetahuinya? Oh no! Edric berubah menjadi gugup. Padahal seharusnya dia lah yang mengintimidasi Zura. Namun rasa cemas akan anggapan Zura sudah mengetahui rahasia yang selama ini dia simpan, tidak dapat dicegah untuk datang menghampiri laki-laki itu. Tapi tidak mungkin. Bukankah saat melihat Hendry kemarin, Zura pun biasa saja? Dia mungkin mengingat ibunya, tapi tidak mengingat kejadian waktu itu. Mungkin kah?? "Ehm." Edric kemudian memilih untuk menetralkan sikapnya. Lebih baik berpositif thinking dari pada menduga yang tidak-tidak. Anggap saja Zura memang hanya tidak terima akan cara Edric yang menilainya sebatang kara. "Saya tidak bermaksud apapun, apalagi ingin men
Kembali ke kamar inap Chris. Setelah Edric pergi menarik Patricia keluar dari sana, keempat orang itu sudah bisa dipastikan langsung membahas tentang pertunangan cucu sulung Chris dengan puteri pengusaha kaya bermarga Roby itu. "Apa yang sudah kami lewatkan?" Chris menuntut penjelasan dari anak dan menantunya. Ingat 'kan dia hampir saja membuat kekacauan lantaran tidak mengetahui apa-apa? Amber dengan cepat menyentuh punggung tangan Chris sebelum mulai berbicara. Dia meremas tangan suaminya pelan sambil tersenyum lembut. "Chris. Dulu sebenarnya aku sudah ingin menceritakan sesuatu kepadamu. Tapi aku selalu lupa. Faktor usia, aku sudah sering melupakan hal-hal penting." "Menceritakan apa?" "Tapi berjanjilah kau tidak akan over reacted." "Tell me, Amber!" Chris malah menjadi tidak sabaran Amber pun melihat ke arah Chalondra sebentar. Seperti meminta izin untuk menceritakan hal yang sampai detik ini masih dia anggap sebagai rahasia
Mean while in Dubai.Radesh kembali melakukan visit rutin ke pabrik utama Eco Paper. Setelah beberapa kali trial and error, akhirnya tim produksi Eco berhasil menemukan formula bahan-bahan baku yang tepat untuk menghasilkan produk tisu travel pack yang ukuran serta gramasinya sesuai dengan yang diinginkan oleh pihak Radesh. "Kalau begitu kita sudah bisa lanjut ke tahap berikutnya, Pak. Paper machine kita yang baru sudah siap untuk dipakai," terang Yonathan yang berada di sebelahnya sejak tadi. Mereka berjalan santai melewati banyak orang yang sedang bekerja dan menggantungkan hidup mereka di perusahaan Ed ini."Ya, lebih cepat lebih baik. Saya sudah tidak sabar melihat produk kita beredar di pasaran. Jangan hanya melihat milik kompetitor saja" Radesh terlihat sangat excited. Senyum sumringah di wajahnya membuat Yonathan dan karyawan yang dia lewati pun menjadi ikut tersenyum. Kebahagiaan memang bisa menular begitu saja."Benar sekali, Pak. Saya j
Zura menatap layar ponselnya dengan gamang. Nama Edric tertera di sana untuk yang ke sekian kalinya. Setelah kembali dari rumah sakit, dia langsung pulang ke apartemen dan menghabiskan waktu bersama Embun. Oh come on, dia adalah cucu Galaxy Group. Tidak kembali ke kantor pun tidak masalah. Yang jadi masalah itu kalau identitas puterimu sudah diketahui oleh ayah kandungnya. Zura sampai tidak tau harus berkata apa.“What?” Zura kembali flashback ke percakapan dia dan Edric di dalam mobil tadi. Setelah pria itu mengutarakan permintaannya untuk tidak menjauhkan dia dari Embun."Kamu mendengar kata-kata saya dengan jelas, Zura." Edric menolak untuk percaya akan raut wajah Zura yang terlihat kebingungan."Siapa yang anak kita? Embun bukan anak Bapak." Zura menjauhkan dirinya dari Edric dan mencoba menguasai detak jantung yang mulai memburu."Are you sure?" Edric kembali menarik pergelangan tangan wanita itu, berencana melihat air m
Untuk pertama kalinya mereka malam bertiga. Edric, Zura dan Embun. Oke, ada Santi juga sebagai pelengkap. Bagi Zura, ini sedikit mendebarkan. Sekalipun tidak pernah terlintas di benaknya hal seperti ini akan terjadi. I mean, Edric datang ke apartemennya, bermain tanpa beban dengan Embun, lalu makan bersama layaknya keluarga kecil yang bahagia. Dia terlalu naif untuk mengakui jika diam-diam dia menyukai ini. Setelah selesai makan, Edric bertanya kepada Zura apa yang biasanya Embun lakukan menjelang tidur. "Cuci muka, ganti baju, baca dongeng," jawab Zura. "Oke, saya bagian membaca dongeng saja." "Tapi ini sudah malam, Pak." Zura menunjuk jam di dinding. Sudah jam delapan malam. Namun bukan Edric namanya jika mengindahkan perkataan wanita itu. Dia justru menyuruh Zura untuk segera membawa Embun. Semuanya berjalan dengan cepat. Edric membacakan dongeng dan menghantarkan anak kecil itu tidur dengan pulas di dekapannya. Di
Jika Edric saja sudah terkejut dengan kabar yang baru saja dia terima, apalagi Dom yang selama ini menjadikan Yonathan sebagai tangan kanannya, sumber informasinya."Bagaimana kejadiannya?" tanyanya dengan nada biasa. Edric tidak pernah tau jika ayahnya dekat dengan Yonathan."Belum tau pasti, Pa. Katanya masih sedang diusut pihak yang berwajib." Edric meletakkan ponselnya dengan sedikit kebingungan. Kabar ini bagaikan petir di siang bolong yang sama sekali tidak pernah dia duga. Perasaan mereka baru juga bertemu kemarin di Dubai."Kabari kami setiap ada perkembangan ataupun informasi baru," pinta Dominic dengan serius dan dijawab dengan anggukan oleh Edric.Sementara itu di kediaman Zura. Sudah satu jam berlalu sejak Edric meninggalkan apartemennya. Namun kedua mata wanita itu tak kunjung terpejam. Dia tidur menyamping seraya memandangi Embun yang sedang tertidur dengan pulas.Kembali mengulang kejadian yang masih begitu le
Sudah pukul sebelas malam, tapi sampai sekarang kedua mata Dominic belum bisa terpejam. Chalondra sejak tadi sudah tidur dan dia hanya bisa memandangi sang istri sambil terus berpikir. Entah kenapa feeling-nya mengatakan jika kecelakaan Yonathan ini bukanlah sebuah kebetulan. Walaupun belum tau apa dasarnya dia berpikir demikian, Dom hanya sangat yakin kalau ini terlalu mencurigakan. Berdasarkan info dari Edric, siang harinya Yonathan dan Radesh sedang kunjungan ke pabrik Eco Paper dan berdasarkan saksi mata yang ada di sana pula, mereka terlihat baik-baik saja, tidak ada cekcok atau sejenisnya. Dominic menyugar rambutnya ke belakang. Memilih untuk turun dari kasur dan membawa ponselnya ikut serta keluar ke balkon kamar. Satu-satunya orang yang ingin dia hubungi sekarang adalah ayah mertuanya, Chriss Ellordi. "Dom, malam sekali. Ada apa. Uhukk." Chris menjawab. Sesaat Dom lega karena ayah mertuanya masih berkenan mengangkat panggilannya. "Pa, salah se