Sedangkan gadis yang dilihat oleh Sev tidak menyadari tatapan Sev, dia masih asyik mengelus kepala kucing itu. Dia mulai menggambar dengan iPad, dan memakan satu suapan mi instannya. Dengan mata yang sesekali menatap langit malam. dia mulai masuk ke imajinasinya. Tangannya bergerak dengan lihai menggambar di layar iPad dengan bantuan pen yang dia pegang.
Pergerakan tangannya terhenti ketika mendengar ponselnya yang berdering, dengan cepat dia mengambil ponselnya. Matanya sedikit terbelalak saat melihat nama sang mama terpampang di layar ponsel. Trisha berdeham dengan menghela napas panjang. Lalu, mengusap tombol hijau ke atas.
“Halo, Ma. Kenapa?” tanya Trisha saat menempelkan ponsel ke telinga.
“Halo, kamu lagi di mana? Udah sampai rumah? Udah makan? Makan apa kamu hari ini,” tanya sang mama dari seberang telpon.
Trisha tersenyum tipis saat mendengar pertanyaan sang mama, dia sudah tau kalau mamanya akan bertanya seperti ini. &ldqu
Pesan terakhir yang Zhui kirim membuat Trisha langsung bergegas keluar rumah, dan berlari. Dia celingukan mencari taksi, karena sudah larut, tidak mungkin ada bus yang datang. Satu-satunya harapan adalah taksi.Jarak yang dikirim Zhui pun lumayan jauh, jadi tidak mungkin dia berlari ke sana. Dia sangat cemas, karena Zhui juga tidak bisa menolong Sev. Sedari tadi dia terus berdoa dalam hati agar menemukan taksi.Trisha tersenyum saat melihat taksi dari kejauhan yang melaju ke arahnya. Dia melambaikan tangannya guna memanggil taksi itu. Dua lampu jauh pada taksi itu berkedip, menandakan kalau dia akan segera datang.Setelah taksi berhenti di hadapan Trisha, dengan cepat wanita itu masuk ke dalam. Dia memberikan ponsel itu pada sang sopir untuk menunjukan alamat yang di kirim oleh Zhui.“Malam-malam ke bar, Mbak? Enggak takut? Mbaknya bukan—““Bukan, Pak. Saya mau jemput …”“Pacar ya, Mbak? Anak muda jaman sekarang, tuh, pasti
Lin memasukkan Sev ke dalam mobil dengan perlahan dibantu oleh Trisha, lalu pria itu menatap Trisha dengan tatapan tak enak. Karena ini sudah malam, dia takut kalau terjadi apa-apa dengannya.“Ada apa?” tanya Trisha.Lin menggeleng. “Kau yakin tidak mau saya antar ke rumah?” tanyanya memastikan lagi.“Iy—maaf, saya angkat telpon dulu,” ujar Trisha seraya mengambil ponselnya yang ada di saku.Satu panggilan masuk dari Vanda membuat dia langsung mengangkat telepon itu. “Halo, Van. Lo di mana?”“Gue ada di dekat bar, lo di mana? Gue susul.”Bibir Trisha perlahan membentuk senyuman mendengar ucapan Vanda, dia merasa beruntung mempunyai teman yang selalu ada di saat seperti ini.“Halo! Lo di mana, Sha! Jangan bikin gue panik dong!”“Gue di … depan bar, dekat tiang.”“Oke, gue tutup, ya!” ujar Vanda yang langsung memati
"Gue mau izin Zhui dulu, lo istirahat--" Ucapannya terhenti saat Trisha menggelengkan kepalanya cepat. "Kenapa?" tanya Vanda yang tidak mengerti maksudnya."Lo tau Sev, kan? Bisa dipecat gue kalau hari ini izin. Sekarang jam berapa?" tanya Trisha celingukan mencari jam dinding. Matanya terbelalak ketika melihat jam yang menunjukan pukul tujuh pagi. Dia teringat pada ucapan Sev yang akan memecatnya kalau ia terlambat."Lo kenapa, sih?""Van, panggil perawat. Kita harus pulang!" ujar Trisha dengan nada cemas.Vanda mengangguk dan langsung pergi memanggil perawat. Sedangkan Trisha, dia meraih ponselnya untuk mengecek apakah lelaki itu mengirimkan pesan. Namun, seketika dia teringat kalau lelaki itu tak mungkin menyimpan nomornya. Secara dia aktor, mana mungkin menyimpan nomor telepon sembarangan.Saat hendak meletakan kembali ke atas nakas, satu pesan masuk membuatnya mengurungkan niatnya, lalu kembali melihat ke layar ponselnya. Trisha menautkan kedu
Trisha langsung masuk ke mobil, dia duduk di samping Sev karena kursi paling belakang sudah penuh dengan barang.Mobil itu pun melaju meninggalkan rumah sakit, dan bergabung dengan kendaraan lainnya di jalan raya. Trisha mendadak canggung dengan Sev, karena mengingat kejadian tadi malam di bar. Meskipun tidak berbuat apa-apa, tapi entah kenapa jantung wanita gemuk itu berdegup kencang saat duduk sebelahan dengan Sev.“Sha, kita langsung menuju lokasi syuting. Itu udah gue bawakan minuman dan camilan untuk Sev,” ujar Zhui memecahkan keheningan.Trisha mengangguk paham. “Baik, Kak. Terima kasih, maaf merepotkan,” ucap Trisha yang merasa tidak enak. Padahal seharusnya semua ini menjadi tugasnya, bukan Zhui.“Sama sekali tidak merepotkan. Justru gue mau berterima kasih sama lo, karena tadi malam lo udah datang tepat waktu. Sev ini tidak kuat minum, tapi selalu saja pergi ke bar. Apa tadi malam dia bikin repot?” tanya Zhui s
Yang masih menjadi pertanyaan di pikiran Trisha adalah, kenapa dia membenci komik dan mangaka? Apakah dulu dia pernah dikhianati oleh mangaka? Benar-benar membuatnya penasaran.“Jangan sering-sering natap gue! Nanti lo suka lagi sama gue!” ketusnya seraya berjalan meninggalkan Trisha yang baru saja tersadar dari lamunannya. Dia berdecak kesal, lalu menoleh dan menatap punggung Sev yang sudah jauh itu.Menyukai Sev? Hanya orang buta yang menyukai Sev. Menjadi asistennya saja sudah menjadi hari tersialnya, apalagi pacaran? Bisa mati di tempat wanita gemuk itu.“Jangan ditatap terus, nanti suka lagi!” Ucapan seseorang dari belakang membuat Trisha terlonjak kaget dan langsung membalikkan tubuhnya. Spontan tangannya itu memukul pelan lengan Vanda yang baru saja datang.“Bikin kaget lo! Cepet banget perasaan?”Vanda terkekeh pelan ketika mendengar suara omelan dari Trisha, dia meletakkan tasnya di meja, lalu duduk deng
“Gimana? Mau, kan, temani Sev?”“Mau, Kak. Tenang aja, gue bakal jaga dia dari penggemar sampai orang yang benci sekalipun.”Zhui tersenyum lebar. “Thank you, Sha. Kapan-kapan gue traktir. Kalau gitu gue ke sana dulu. Beberapa jam lagi selesai. Oh, iya, kalau lo lapar, langsung ke restoran yang nggak jauh dari sini,” ucap Zhui panjang lebar yang hanya dijawab satu anggukan oleh Trisha, lalu dia berjalan meninggalkan wanita gemuk itu untuk mengawasi Sev yang sedang syuting.Trisha mau saja menunggu Sev di restoran atau cafe yang tak jauh dari sini, hanya saja dia sedang berhemat untuk kehidupan sehari-harinya dan membayar rumah sewa bulan depan. Untung saja dia membawa satu bungkus roti dan susu kotak di dalam tasnya. Meskipun tidak membuatnya kenyang, setidaknya bisa mengganjal rasa laparnya.Matanya bergerak mengamati Sev yang sedang melakukan adegan bertengkar, perlahan Trisha menarik bibirnya dengan senyuman tipis sa
Setelah berlari jauh, akhirnya dia sampai di butik yang sesuai dengan perintah Sev. Dia mengatur napasnya sejenak sebelum masuk ke dalam. Saat berhasil menenangkan detak jantungnya yang berdegup kencang, Trisha masuk ke dalam butik dengan senyuman natural yang dia buat-buat.“Apa yang bisa saya bantu?” tanya pegawai itu sedikit ramah setelah melihat penampilan Trisha yang berantakan. Bahkan, dia berbeda saat melayani pengunjung yang lain. Apa karena penampilannya yang tidak terlihat orang kaya?Trisha tersenyum canggung dengan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. “Saya mau ambil pesanan.”Pegawai itu mengangkat satu alisnya sambil melihat ke atas sampai bawah tubuh Trisha. Dia tersenyum remeh dengan melipat kedua tangannya di depan perut. “Maaf, di butik ini hanya menjual pakaian kecil.”“Ah, maaf. Bukan pesanan saya, melainkan untuk Tuan Sev.”Pegawai itu yang mendengar sama Sev seketika raut wajahny
Trisha menarik napas panjang untuk memberikannya sedikit ketenangan, lalu menepuk pundak lelaki itu pelan.“Apa?!” sentak lelaki itu mengangkat kepalanya menatap Trisha dengan tatapan mata tajamnya. Bukan sikap lembut yang dia dapatkan, melainkan sikap menyebalkan.Trisha hanya tersenyum canggung sambil memperlihatkan kertas. Lelaki itu sontak langsung berdiri saat selesai membaca tulisan peringatan itu, lalu dia melihat ke bagian belakang yang sudah terkena noda. “Kenapa kertas itu lo ambil?! Orang jadi enggak tau kalau cat di kursi ini masih basah!” marahnya seraya mengambil kertas itu secara paksa.Trisha menarik bibirnya membentuk senyuman paksa. “Kertas itu terbang, bukan gue yang ambil!” Trisha pun melepas jaket yang dia kenakan, lalu memberikannya pada lelaki itu sambil mengucapkan, “Ambil, untuk menutupi cat yang ada di belakang.”Setelah lelaki itu mengambil jaket Trisha, wanita gemuk itu langsung m