Darren mendengus sebal ketika tempatnya disambangi Grazian yang tanpa permisi masuk begitu saja ke kamarnya ketika tengah mengerjakan tugasnya. "Ada apa?" tanya Darren malas."Om sama tante kemana?" Grazian balik bertanya, lalu merebahkan dirinya di tempat tidur Darren."Eropa, urusan pekerjaan."Grazian lalu bangun lagi. "Lo enggak berniat ambil alih perusahaan kakek, The King?"Tampaknya Grazian ingin serius bicara maka, Darren mengenyampingkan tugas-tugasnya dahulu. Kursinya diputar agar bisa menghadap Grazian yang duduk di tempat tidur."Lo tahukan kalau yang anak kakek itu mama, jadi mama enggak akan dapat sebanyak yang bokap lo dapat. Perusahaan utama jelas jadi milik bokap lo, mama dapat anak perusahaan, restoran. Ditambah lagi papa juga punya perusahaan sendiri yang akan gue warisi, jadi gue enggak tertarik sama sekali dengan The Kings.""Yakan siapa tahu lo mau, jadi kakek enggak harus mendesak gue lagi.""The Kings itu Casino terbesar ke tiga di dunia, dan terbesar pertama d
Saat pagi menjelang dengan malas Grazian membuka matanya. Tirai yang dibuka oleh Merona membawa matahari pagi masuk menyilaukan matanya. Seperti pagi-pagi sebelumnya, Grazian menggerutu ketika dibangunkan oleh Merona."Silau banget, Roo. Tutup lagi dong."Merona tentu saja tidak mengindahkan permintaan Grazian. "Hari ini kamu ada kelas, jam sembilan dan ini sudah jam tujuh. Buruan bangun.""Masih dua jam lagi.""Awas ya kalau kamu sampai bolos. Aku mau ke kampus sekarang nih.""Iya, kamu pergi aja sana."Merona mendengus tentu saja. Tingkah Grazian setiap pagi tidak pernah benar. Meninggalkan Grazian yang masih di tempat tidur, Merona segara menyambar tasnya. Dia sudah membuatkan sarapan untuk lelaki itu, jadi perasaanya lebih tenang.Di dekat apartemen ada halte, Merona melihat Aresh yang beberapa hari belakangan terlihat menghindarinya. "Hai, Resh." sapanya kemudian."Hai," balas Aresh singkat. Dia melirik Merona. "Enggak diantar cowok lo?""Lo tuh sebenarnya kenapa sih, Resh? Lo te
Pukul empat sore Grazian baru keluar dari kelasnya sambil menguap lebar. Langkah-langkah kakinya terlihat berat diseret. Kelasnya hari ini nyaris membuat kepalanya pecah karena tiga dosen yang mengajar hari ini adalah dosen-dosen yang menyandang sebagai musuh besar Grazian. Grazian melihat jam tangannya, kelas Merona sudah selesai sejak lima belas menit yang lalu. Grazian segera mengirim pesan pada Merona untuk bertemu di gerbang belakang yang biasa sepi.Baik Grazian mau pun Merona memang sengaja merahasiakan kedekatan mereka sejak lama dari teman-temannya. Keduanya perihal privasi paling tidak suka diusik."Zian!" Rachel memanggilnya ketika Grazian berjalan menuju tempat parkir."Iya?""Kayaknya kita berhenti deh buat mengusut kasus bokap tiri gue." "Kenapa? Bukannya lo mau ini cepat selesai, lagi pula Teja juga mendukung penuh?" tanya Grazian penuh selidik."Lo tahu bokap tiri gue enggak mungkin menyebarkan video gue yang tidur dengan temannya dan dia...""Dia siapa?""Lucas Baska
Sepulang makan malam Merona dan Grazian mendapati Haris di depan pintu apartemen menunggu kedatangan mereka. Grazian sebenarnya sudah sangat lelah untuk menerima tamu tapi, dia masih menghargai Haris yang lebih tua darinya. Terlebih lagi ada Merona sebagai anak dari Haris."Ada perlu apalagi anda datang kemari?" Tanya Grazian sinis. Jelas sekali bahwa raut wajah rupawannya itu menunjukkan ketidaksukaan Grazian pada Haris.Sebelum menjawab pertanyaan Grazian, lebih dahulu Haris melirik Merona yang sendu menatapnya. "Saya ingin bicara empat mata dengan putri saya."Mata Grazian menatap Merona. "Kamu mau?" Grazian tetap sopan dengan menanyakan lebih dulu pendapat Merona.Tatapan mata Merona masih pada ayahnya. "Baiklah, kita bicara," lalu beralih menatap Grazian dengan senyum. "Kamu masuk dulu ya, aku enggak lama kok.""Oke," balas Grazian dengan mengusap puncak kepala Merona. Grazian memberikan izin pada Haris begitu Merona setuju. Merona membawa ayah ke taman apartemen yang berada di
Kabar Grazian yang memutuskan para kekasihnya itu menjadi obrolan ramai di kampus, bahkan sampai pada media sosial. Diketahui bahwa beberapa mantan Grazian membuat komunitas untuk membicarakan Grazian. Ada juga yang curhat di group bagaimana cara Grazian memutuskan mereka. Hal yang paling hangat adalah Grazian yang kedapatan menjemput Merona di pintu gerbang belakang kampus. Hanya saja Merona dalam posisi memunggungi kamera dan juga sedikit terhalang tubuh Grazian. Kabar tersebut tidak hanya beredar di dalam group tapi, juga bocor keluar sampai-sampai banyak sekali yang membicarakan siapa gadis yang dijemput Grazian. Mereka juga menduga bahwa gadis baru Grazian itu akan bernasib sama seperti mereka, namun ada juga yang mengatakan bahwa Grazian akan serius dengan gadis yang belum mereka ketahui identitasnya itu, mengingat Grazian yang rela memutuskan seluruh pacarnya demi satu orang gadis. Jika kabar tersebut tengah santer dibicaran oleh kalangan mahasisiwi lain lai dengan Merona yang
Sejak resmi berpacaran dengan Merona, si playboy Grazian sepertinya sudah tobat. Beberapa hari ini Grazian jarang keluar malam hanya untuk mencari gadis-gadis. Lebih lagi Grazian kalau mau keluyuran malam pasti minta izin dulu seperti bocah pada emaknya. Kalau Merona setuju dia akan keluar, tapi kalau tidak akan merengek sampai Merona setuju. Mereka sepakat hubungan mereka akan tetap dirahasiakan, kecuali Hanna—sahabat Merona yang tidak bisa dibohongi. Bahkan hari pertama saja sudah tahu. Untungnya Hanna mulutnya tidak bocor, jadi rahasia Merona aman. Hanya saja ada hal yang meresahkan Merona, yaitu Grazian sendiri yang lebih sering mencium dirinya. Beberapa kali Grazian lebih dari sekedar mencium, tapi pemuda itu masih menahan diri terhadap Merona. “Zian! Mau makan malam enggak?” tanya Merona mengetuk pintu kamar Grazian. Ini tidak seperti biasanya Grazian mengunci pintu kamarnya. “Zian kamu sakit!”Merona jadi resah karena tak ada balasan dari dalam, namun terdengar kemudian suara
Merona duduk di bangku taman bersama Hanna. Ada setumpuk camilan dan minuman segar di tengah-tengah mereka. Bukan sedang mengerjakan tugas, tapi sedang bergosip. Hanna menjadi sumber paling terpercaya bagi Merona. Sahabatnya itu bercerita dengan sangat menggebu-gebu. “Gue bahkan menyusup ke WAG deretan para mantan Grazian,” jelas Hanna ketika berhasil mendapatkan link group khusus yang dibuat mantan Grazian. “Serius mereka sampai punya group? Buat apaan coba?”“Isinya tuh mencari tahu pacar Grazian yang baru. Lo kayaknya beneran kudu waspada. Di antara mereka ada satu yang terobsesi banget sama Grazian. Nih, lo lihat sendiri aja obrolan mereka.”Hanna memberikan ponselnya pada Merona agar sahabatnya itu membaca sendiri obrolan mereka. “Terus kalau misalnya mereka tahu siapa pacarnya Grazian sekarang, mau diapain gitu?”“Disuruh putus kali.”Merona mengembalikan ponsel itu pada Hanna. “Grazian emang sudah keterlaluan sebagai cowok. Mungkin enggak sedikit dari mereka yang hatinya saki
Merona menghela nafas lega tatkala yang berdiri di hadapannya adalah Hanna. Cewek itu sudah tahu perihal hubungannya dengan Grazian, tapi Hanna tetap merasa tidak nyaman ketika melihat Merona bersama Grazian. Pandangan mata Hanna pada Grazian sangat tajam. “Lo kalau berani nyakitin Merona, gue potong burung lo dua kali. Sampai ke akarnya!” ucapnya memperingati Grazian. Apa yang baru saja Hanna katakan membuat Grazian ngeri sekaligus tersenyum kikuk. “Hehehe... Iya.”Hanna lalu memijat keningnya. “Aduh, pusing gue menghadapi kenyataan ini,” katanya lalu pergi begitu saja. Merona dan Grazian saling berpandangan dan terkekeh kemudian. “Itu enggak apa-apa dia tahu?”“Dia justru tahu duluan tanpa aku kasih tahu,” jawab Merona. “Dia hapal sama tas yang aku pakai.”Mereka keluar dari perpustakaan setelah mendapatkan beberapa buku yang Merona butuhkan. Saat keduanya keluar mereka melihat Hanna yang sedang membeli cilok. Merona tersenyum tipis melihat hal itu. Saat Merona dan Grazian mendek