Share

3. Tentang Nicholas

Nicholas Luciano, merupakan pria berdarah Italia-Indonesia. Nicholas lahir dan besar di Italia. Nicholas merupakan anak dari pasangan Tuan Luciano dan Nyonya Elina. Ibunya merupakan wanita asli Indonesia.

Walau kedua orang tuanya memilih tinggal di Indonesia sejak 15 tahun terakhir, dia tetap tidak mau mengikuti kedua orang tuanya di sana.

Nicholas lebih memilih tinggal di tanah kelahirannya. Dia hanya berkunjung sesekali ke Indonesia, untuk menemui kedua orang tua dan juga urusan pekerjaan.

Nicholas Luciano, pria berusia 30 tahun itu merupakan seorang Ceo dari salah satu perusahaan milik ayahnya yang berada di Milan. Perusahaan yang bergerak di bidang desain itu telah berkembang pesat di tangannya.

Perusahaan yang dulunya kecil, kini telah menjadi perusahaan yang mulai diperhitungkan di kota Milan.

Tentang Sofia, Nicholas bertemu dengan gadis itu kurang lebih 5 tahun lalu. Pertemuan yang membuat Sofia ikut bersamanya, dan tinggal di salah satu kota di Italia itu.

***

Jakarta, 26 April 2013

Nicholas tiba di bandara setelah diminta pulang, dengan dalih bahwa ibunya itu merindukan putra sulung mereka.

Pria itu dijemput oleh sopir pribadi ibunya. Ketika sedang dalam perjalanan, mobil yang dinaiki Nicholas tidak sengaja menabrak seseorang di depan sana.

“Pak apa itu?” tanya Nicholas ketika mobilnya berhenti tiba-tiba. Dia juga mendengar suara yang cukup keras, seperti menghantam sesuatu.

“Sepertinya saya menabrak seseorang Tuan.” Wajah Pak Supri tampak pucat pasi.

Nicholas segera membuka pintu mobil, lantas berjalan ke depan dengan sedikit tergesa. Dia terkejut ketika mendapati seorang gadis kecil yang tertabrak mobilnya.

Dilihatnya gadis berambut hitam panjang dengan wajahnya tampak pucat pasi serta pakaian yang sedikit lembab.

“Pak ayo cepat, bawa gadis ini ke rumah sakit!” Entah kenapa dia merasa khawatir melihat wajah itu.

“Baik Tuan.” Pak Supri segera membuka pintu belakang mobil, membantu tuan mudanya untuk menolong gadis itu.

Nicholas memang fasih dalam berbahasa Indonesia, meskipun dia tinggal di luar negeri, ibunya selalu mengajarinya sedari kecil.

.

.

.

.

.

“Bagaimana Dok?” tanya Nicholas ketika dokter yang menangani gadis yang sudah tertabrak oleh mobilnya tad, keluar dari ruang gawat darurat.

“Apa Tuan suaminya?” tanya dokter itu.

Nicholas menggeleng, otaknya berpikir keras kenapa dokter justru bertanya tentang suami dari gadis kecil itu? Lagi pula Nicholas yakin, bahwa gadis tadi pasti belum menikah. Terlihat jelas bahwa usianya masih sangat muda. Mungkin seusia adik perempuannya.

“Nona tadi hamil … janinnya berusia sekitar 5-6 minggu. Untuk lebih pastinya, mungkin bisa diperiksakan di bagian obgyn.”

Nicholas terpaku mendengar penuturan dokter di depannya. Pikirannya berkelana entah ke mana.

Apa gadis itu sengaja menabrakkan diri ke depan mobilnya? Apa gadis itu tahu bahwa dia sedang hamil? Apa gadis itu hamil di luar nikah? Kemudian ditinggal kekasihnya sehingga memutuskan bunuh diri.

“Boleh saya menemuinya Dok?”

“Silakan. Dia belum sadarkan diri, mungkin sebentar lagi dia akan sadarkan diri.”

Dokter itu pamit meninggalkan Nicholas.

Nicholas membuka pintu dengan perlahan. Dia melihat gadis itu telah sadarkan diri. Pandangannya terlihat kosong, ada senyum getir di bibirnya.

Nicholas berjalan mendekati gadis itu, tujuannya bertanya tentang alamat dan mengantarkannya kembali kepada keluarganya. Bagaimanapun, Nicholas harus bertanggung jawab karena sudah membuatnya celaka.

“Nona!” panggil Nicholas.

Gadis itu menoleh, lalu mendudukkan dirinya. Dia tersenyum ramah ke arah Nicholas.

“Terima kasih, karena Tuan sudah menolong saya.”

Nicholas mengangguk. Jika memang benar gadis ini berniat bunuh diri, tidak mungkin sekarang dia tersenyum ramah kepadanya bukan?

‘Mungkin dia menikah muda,’ batin Nicholas.

***

Nicholas menarik kursi, yang berada di dekatnya. Lalu duduk tepat di samping, tempat tidur gadis itu.

“Nona boleh saya tahu alamat, atau nomor keluarga Anda yang bisa dihubungi? Saya harus menghubungi mereka, karena saya sedang ada pekerjaan penting. Jadi maaf, saya tidak bisa mengantar Anda. Tapi saya akan membayar seluruh biaya rumah sakit, dan yang lain-lain,” tanya Nicholas hati-hati. Dia takut, gadis kecil itu akan menuduhnya lari dari tanggung jawab.

Gadis itu terkekeh mendengar perkataan Nicholas. Tak lama setelah itu Nicholas melihat air mata yang jatuh dari sudut matanya.

“Terima kasih Tuan, karena Anda sudah mau menolong saya. Saya bisa pulang sendiri setelah ini.” Tangannya menyusut air mata yang mengalir begitu saja.

“Anda yakin?” tanya Nicholas memastikan.

Gadis itu mengangguk. Nicholas memberikan kartu namanya, dia harus pergi sesegera mungkin. Sebab sang ibu telah meneror dengan banyak panggilan masuk.

“Jika ada cedera parah, Anda bisa hubungi saya lagi,” ucap Nicholas sebelum pergi.

Gadis itu menerima kartu nama yang diberikan Nicholas lalu mengangguk mengerti.

Kemudian Nicholas berlalu keluar dari ruangan itu. Seluruh administrasi telah dibereskan oleh pak Supri. Setidaknya Nicholas merasa tenang meninggalkan gadis itu, karena dia sudah bertanggung jawab atas kecelakaan yang menimpanya.

.

.

.

.

.

Jakarta, 03 Mei 2013

Beberapa hari setelah kejadian itu, Nicholas memutuskan untuk kembali ke Milan. Karena banyak pekerjaan yang sudah menanti, setelah beberapa hari ditinggal.

“Mom, Dad. Nic pamit!” Nicholas berjalan menghampiri sang ibu kemudian mendaratkan ciuman penuh kasih sayang di dahi wanita paru baya itu. Kemudian beralih kepada sang ayah dan memeluknya erat.

“Alicia belajar yang rajin ok.” Nicholas mengacak rambut adik perempuannya.

Alicia mengangguk, mendengar nasihat kakak sulungnya. Walau mereka jarang bertemu, tetapi Alicia tahu bahwa kakaknya itu sangat menyayangi dirinya.

“Hati-hati! Setelah sampai jangan lupa kabari Mom!” pesan wanita paru baya itu. Nicholas mengangguk, lalu masuk ke dalam mobil yang akan mengantarkannya ke bandara.

Dalam perjalanan, Nicholas asyik dengan ponsel yang ada di tangan. Dia sedang menanyakan kondisi perusahaan yang ditinggal, kepada sang asisten.

Setelah selesai dengan ponselnya, Nicholas mengalihkan pandangannya ke luar kaca mobil. Kota ini tampak padat, serta macet di mana-mana. Sampai pandangannya menangkap seseorang yang dikenalnya.

“Bukankah itu gadis yang kemarin?” Nicholas menajamkan pandangannya, memastikan bahwa matanya tidak salah melihat orang.

“Pak berhenti di sana!” Nicholas menunjuk keberadaan gadis yang ditabraknya beberapa hari lalu. Gadis itu masih mengenakan pakaian yang sama seperti beberapa hari lalu. Hanya saja, pakaiannya kali ini terlihat lebih lusuh.

“Nona!” sapa Nicholas setelah turun dari dalam mobil.

Gadis itu mendongakkan kepalanya. Tampak raut keterkejutan dari wajahnya, tetapi dengan cepat gadis itu tersenyum memandang Nicholas.

“Apa yang Anda lakukan di sini?”

Gadis itu hanya menggeleng. “Hanya melihat orang lewat saja.”

Nicholas tampak mengerutkan dahinya, jawabannya terdengar aneh di telinga.

“Nicholas.” Nicholas mengulurkan tangan, bermaksud mengajaknya untuk berkenalan.

“Sofia.” Gadis itu menyambut uluran tangan Nicholas.

“Nama yang indah.” Nicholas menganggukkan kepalanya berkali-kali.

“Nona mari saya antar pulang. Di sini tidak aman untuk wanita hamil seperti Anda,” tawarnya lagi.

Sofia menggeleng. “Tidak. Terima kasih.”

“Tapi ….”

“Tidak apa-apa, aku sudah terbiasa akan hal ini.”

Nicholas merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh gadis itu. Namun Nicholas sadar, dia tidak memiliki tak untuk bertanya lebih jauh lagi. Pria itu bangun untuk kembali melanjutkan perjalanannya menuju bandara. Sebelum dia berlalu, Sofia memanggilnya kembali.

“Tuan, bisa beri aku pekerjaan?”

Nicholas menoleh memandang Sofia dengan tatapan penuh tanda tanya. Beberapa pertanyaan terlintas dalam benaknya, tetapi dia enggan untuk menanyakan.

Ada rasa iba dalam hatinya. Hanya saja Nicholas merasa ragu akan asal-usul gadis itu. Nicholas terdiam, tanpa sengaja pandangan mereka bertemu.

Netra cokelat itu seolah membius Nicholas. Dia merasakan sesuatu yang aneh, dalam dirinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status